Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Indonesia membuka ruang revisi ketentuan perpajakan karena adanya aksi korporasi seperti merger maupun akuisisi.
Ketentuan perpajakan itu akan diubah supaya pengusaha yang terdampak beratnya iklim usaha akibat kebijakan tarif perdagangan tinggi Presiden AS Donald Trump, tak makin terbebani.
"Kami telah mendapatkan feedback dalam situasi seperti ini mungkin ada perusahaan merger akuisisi itu perlu untuk lebih cepat dan biasanya ini terhalangi oleh policy karena adanya implikasi perpajakan," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat acara Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden RI di Jakarta, dikutip Kamis (10/4/2025).
Sesuai Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh), Pasal 4 nya memang menyebutkan bahwa keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun merupakan objek pajak.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 43/PMK.03/2008 juga disebutkan bahwa Wajib Pajak, yang melakukan merger dapat menggunakan nilai buku. Merger itu meliputi penggabungan usaha atau peleburan usaha.
Penggabungan usaha itu didefinisikan sebagai penggabungan dari dua atau lebih Wajib Pajak Badan yang modalnya terbagi atas saham dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu badan usaha yang tidak mempunyai sisa kerugian atau mempunyai sisa kerugian yang lebih kecil.
"Kami sangat terbuka untuk membuka dan melihat aspek perpajakan agar perusahaan-perusahaan yang perlu melakukan merger akuisisi itu jauh bisa lebih agile karena situasi memang mengharuskan begitu," tegas Sri Mulyani.
(arj/mij)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Sri Mulyani: Jangan Khawatir, APBN RI Tidak Akan Jebol
Next Article Penampakan Barang Ilegal Rp 49 M yang Disikat Sri Mulyani Cs