Pesan Bos BI Buat Investor: Jaga Iklim Pasar Keuangan

3 hours ago 5

Jakarta, CNBC Indonesia - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo buka suara soal pelemahan rupiah yang terjadi beberapa hari terakhir. Seperti diketahui, nlai tukar rupiah tertekan menghadapi dolar Amerika Serikat (AS). Kemarin, Kamis (25/9/2025), rupiah ditutup melemah terhadap dolar AS.

Merujuk data Refinitiv, mata uang garuda terdepresiasi hingga 0,39% atau naik ke level Rp16.735/US$. ini menjadikan pelemahan rupiah dalam enam hari beruntun.

Pelemahan rupiah ini dipengaruhi oleh pengaruh sentimen dalam maupun luar negeri, mulai dari menguatnya indeks dolar AS hingga keluarnya modal asing dari Tanah Air dalam beberapa waktu belakangan.

Indeks dolar AS memang tengah dalam tren penguatan, sejak pidato Ketua Federal Reserve Jerome Powell pekan lalu yang menyampaikan nada hati-hati mengenai prospek pemangkasan suku bunga lebih lanjut.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menegaskan bahwa bank sentral telah mengeluarkan seluruh instrumennya untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

"Bank Indonesia menggunakan seluruh instrumen yang ada secara bold, baik di pasar domestik melalui instrumen spot, DNDF, dan pembelian SBN di pasar sekunder, maupun di pasar luar negeri di Asia, Eropa, dan Amerika secara terus menerus, melalui intervensi NDF," kata Perry dalam pernyataannya, Jumat (26/9/2025).

Dia pun mengungkapkan BI yakin bahwa seluruh upaya yang dilakukan dapat menstabilkan nilai tukar rupiah, sesuai nilai fundamentalnya.

Di samping upaya ini, BI juga mengajak seluruh pelaku pasar untuk turut bersama-sama menjaga iklim pasar keuangan yang kondusif, sehingga stabilitas nilai tukar Rupiah dapat tercapai dengan baik.

Menurut Ekonom UOB Kayhian, Surya Wijaksana, pelemahan rupiah tidak lepas dari derasnya arus keluar modal asing serta kondisi pasar keuangan domestik yang kurang kondusif.

"Kalau kita lihat, capital outflow terus terjadi. CDS naik dari 70 ke 81. Memang DXY masih di kisaran 97-98, tetapi faktor internal cukup besar. Saat ini porsi bond holding lebih banyak di bank domestik. Iklim investasi tampaknya juga belum kondusif karena banyak perubahan kebijakan, ditambah spread suku bunga dengan AS yang makin kecil. Mungkin juga ada outflow dari investor lokal," jelas Surya.

Senada dengan Surya, Rully Wisnubroto, Ekonom Senior Mirae Asset Sekuritas Indonesia, menilai tekanan juga muncul dari faktor kebijakan fiskal.

"Saat ini memang sentimen dipengaruhi oleh kekhawatiran akan kebijakan fiskal yang ditempuh Menkeu baru yang terlalu agresif dan kurang memperhatikan kehati-hatian, terlihat dari CDS 5Y Indonesia yang terus naik," katanya.


(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Dolar AS Bisa Tembus Rp15.000-an? Ini Jawab BI

Read Entire Article
Photo View |