Sinyal Kuat PD 3 di Amerika, Iran Gabung China-Rusia Dukung Negara Ini

2 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketegangan di wilayah Amerika Latin terus bereskalasi setelah Iran menuding Amerika Serikat melakukan langkah-langkah yang dianggap makin agresif di sekitar Venezuela.

Dalam momentum ketika Washington memperluas operasi militernya di Karibia dan Pasifik timur, Teheran menyatakan sikap keras, menegaskan bahwa tindakan tersebut bukan sekadar operasi keamanan, melainkan ancaman langsung terhadap kedaulatan sebuah negara.

Dilansir Newsweek, Kamis (27/11/2025), Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi menyebut AS melakukan "pendekatan intimidatif" terhadap Caracas. Sikap ini muncul di tengah hubungan AS-Iran yang sudah lama tegang, diperburuk oleh rangkaian serangan dan operasi militer di kawasan yang memicu kekhawatiran lanjutan di Teheran.

Menurut Araghchi, komentar tersebut menunjukkan memburuknya kebuntuan diplomatik ketika Iran dan Venezuela makin memperkuat koordinasi menghadapi apa yang mereka anggap sebagai manuver unilateral dan destabilisasi dari Washington.

Perselisihan terbaru ini menyoroti benturan kepentingan yang kian tajam terkait operasi militer AS dekat Venezuela. Washington menyebut operasi tersebut sebagai misi antinarkotika, namun Iran dan Venezuela menegaskan bahwa pengerahan pasukan itu menekan pemerintahan Presiden Nicolas Maduro dan mengancam kedaulatan negara tersebut.

Kedua negara, yang sama-sama berada di bawah sanksi berat AS, menyatakan bahwa respons bersama mereka mencerminkan penolakan terhadap kebijakan luar negeri Washington dan dorongan untuk memperkuat hubungan bilateral.

Pernyataan Iran muncul ketika operasi militer AS di kawasan meningkat signifikan. Washington telah mengerahkan kapal induk terbesar di dunia ke Karibia, ditemani sejumlah kapal perang dalam apa yang disebut sebagai misi antinarkotika.

Selain itu, AS telah melakukan sekitar 20 serangan udara terhadap kapal-kapal yang dicurigai terkait perdagangan narkotika di Karibia dan Pasifik timur, serangan yang menyebabkan lebih dari 80 kematian. AS menyebut semua langkah ini sesuai strategi pencegahan yang sudah berlaku sejak lama.

Namun Venezuela memandang pengerahan besar-besaran itu sebagai dalih untuk menggulingkan Maduro dan menguasai cadangan minyak negara tersebut. Pemerintah Caracas menilai operasi tersebut sebagai ancaman langsung terhadap kedaulatan nasional.

Dalam percakapan telepon dengan Menteri Luar Negeri Venezuela Yvan Gil Pinto, Araghchi mengutuk ancaman penggunaan kekuatan oleh AS, dan menyebutnya sebagai pelanggaran serius terhadap Piagam PBB. Ia menegaskan perlunya komunitas internasional mematuhi prinsip hukum internasional dan menggambarkan langkah Amerika sebagai tindakan sepihak yang berdampak destabilisasi.

Araghchi juga menyinggung apa yang ia sebut sebagai aktivitas "rezim Israel" di kawasan Karibia dan Amerika Latin, memperingatkan bahwa perkembangan tersebut mengancam keamanan regional dan perlu dipertanggungjawabkan.

Dari pihak Caracas, Gil Pinto menyampaikan apresiasi atas posisi Iran dan menegaskan tekad pemerintah serta rakyat Venezuela untuk melawan campur tangan AS. Pertukaran tersebut memperkuat hubungan politik kedua negara dan menegaskan kembali komitmen untuk meningkatkan kemitraan strategis.

Kolaborasi Iran-Venezuela bukanlah fenomena baru. Kedua negara telah memperluas hubungan politik dan ekonomi sejak awal 2000-an, terutama pada era Presiden Hugo Chávez dan Presiden Mahmoud Ahmadinejad. Ketika sanksi AS meningkat, keduanya mengembangkan kerja sama di sektor energi, perbankan, industri, hingga pertahanan.

Puncaknya, Presiden Nicolás Maduro melakukan kunjungan ke Iran pada 2022, di mana kedua pemerintah menandatangani perjanjian kerja sama 20 tahun, mencakup rencana perluasan kolaborasi di bidang energi, perdagangan, dan keamanan. Kontak diplomatik terbaru ini dinilai sebagai kelanjutan dari implementasi komitmen jangka panjang tersebut.

Sebelumnya, Venezuela telah mendapat dukungan terbuka dari dua kekuatan besar dunia, China dan Rusia, terhadap Presiden Nicolas Maduro.

Presiden China Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin menyampaikan pesan solidaritas kepada Maduro, yang datang tepat ketika hubungan Caracas dan Washington berada di titik terburuk sejak beberapa tahun terakhir. Langkah ini memberi sinyal bahwa Caracas tidak berdiri sendiri menghadapi tekanan Amerika Serikat.

(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]

Read Entire Article
Photo View |