Saat Negara Asia-Afrika Bersatu Hadapi Dominasi Kekuatan Besar Dunia

3 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Tensi global belakangan ini terus meningkat. Di Amerika Serikat (AS), kebijakan Presiden Donald Trump yang kembali menaikkan tarif impor balik memicu kekhawatiran banyak negara akan potensi pecahnya perang dagang, terutama dengan China.

Di Eropa Timur, konflik Rusia-Ukraina masih berkecamuk tanpa tanda-tanda mereda. Sementara itu, di Asia, ketegangan di Laut China Selatan (LCS) serta agresi Israel terhadap Palestina semakin memperkeruh keadaan dunia.

Di tengah kondisi dunia yang tidak menentu ini, sejarah memberikan pelajaran penting. Tepat hari ini 70 tahun lalu, negara Asia-Afrika menggebrak dunia, bersatu menghadapi kekuatan besar dunia lewat Konferensi Asia-Afrika di Bandung.

Melawan Kekuatan Besar Dunia

Setelah Perang Dunia II (1939-1945) harapan akan perdamaian dunia masih jauh dari angan-angan. AS sebagai negara liberal-kapitalis berusaha memperluas pengaruh globalnya. Sementara negara-negara berpaham komunis yang dipimpin Uni Soviet juga ingin melakukan hal serupa.

Salah satu yang ditakutkan saat kedua belah pihak yang diikuti negara sekutunya banyak melakukan neo-kolonialisme ke beberapa wilayah. Kondisi ini membuat negara-negara bekas jajahan yang baru merdeka dalam tekanan tarik-menarik dua kekuatan besar dunia.

Negara-negara di kawasan Asia dan Afrika pun mulai mencari jalan untuk melepaskan diri dari dominasi tersebut, serta menentukan posisi mereka dalam konstelasi politik internasional. Dari kekhawatiran inilah lima pemimpin negara-negara bekas jajahan bersatu.

Mereka adalah Soekarno dari Indonesia, Jawaharlal Nehru dari India, U Nu dari Birma dan Mohammad Ali dari Pakistan.
Mereka sepakat membuat kerjasama netral antara negara-negara yang baru merdeka di tengah tekanan dunia.

Kesepakatan itulah yang melahirkan konferensi besar di Bandung, yakni Konferensi Asia-Afrika pada 18-24 April 1955. Sebanyak 29 pemimpin negara-negara Asia dan Afrika di Bandung berkumpul dan berdiskusi mencari jalan keluar dan persatuan menghadapi kekuatan besar.

Presiden Soekarno dalam pidatonya berjudul "Mari Kita Lahirkan Asia Baru dan Afrika Baru" (18 April 1955) berujar kalau KAA adalah cara untuk mencapai kesejahteraan lewat persatuan antara negara-negara Asia dan Afrika. 

"Asia dan Afrika hanya dapat menjadi sejahtera, apabila mereka bersatu. [...] Saya harap konferensi ini akan memberikan pedoman kepada umat manusia jalan yang harus ditempuh untuk mencapai keselamatan dan perdamaian," tutur Soekarno. 

Di penghujung konferensi, semua negara bersepakat dalam Dasasila Bandung. Isinya mereka harus saling menghormati, saling bekerjasama, dan terpenting mengakui kemerdekaan satu sama lain. Salah satu poin penjabaran Dasasila Bandung adalah terkait kerjasama ekonomi antar negara Asia-Afrika.

Mengacu dokumen "Final Communique of the Asian Afrika Conference" (1955) diketahui, secara garis besar negara Asia-Afrika mengusung solidaritas ekonomi. Masing-masing harus saling membantu dan memberikan bantuan. Mulai dari pelatihan, ahli, hingga membuat proyek percontohan. Semua dilakukan agar tidak bergantung pada Blok Barat atau Blok Timur. 

Selain solidaritas, negara Asia dan Afrika juga harus berani dan mendominasi ekonomi global. Tujuannya supaya harga internasional dan permintaan atas komoditas utama bisa lebih stabil.

Lalu, negara anggota juga wajib melakukan hilirisasi. Barang mentah diolah terlebih dahulu sebelum diekspor.

Ini bertujuan agar negara Asia-Afrika bisa mendapat keuntungan lebih dari negara-negara besar yang melakukan pembelian. Atas dasar inilah, ketika KAA diselenggarakan, negara-negara pemilik kekuatan besar dunia langsung menaruh sorotan pada Asia-Afrika.

Sejarawan Wildan Sena Utama dalam Konferensi Asia Afrika, 1955 (2017) menyebut, KAA kelak punya gaya gedor luar biasa dibanding perjanjian politik di panggung internasional pada pertengahan abad ke-20. Lewat KAA, negara Asia-Afrika tak lagi bisa dianggap remeh. 


(mfa/sef)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Lirik Prospek Bisnis Produk Perawatan Rambut Lokal Go Global

Read Entire Article
Photo View |