Rapor Buruk Indonesia: Tidak Masuk 20 Besar Laporan UN Tourism 2025

7 hours ago 2

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com

Laporan terbaru UN Tourism yang dirilis Mei 2025 mencatat daftar 20 negara dengan pertumbuhan wisatawan mancanegara tertinggi pada kuartal pertama tahun ini. Daftar ini seharusnya membanggakan bagi negara-negara yang masuk, namun menjadi alarm keras bagi Indonesia yang absen dari daftar tersebut. Padahal, Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan potensi pariwisata terbesar di dunia, baik dari sisi kekayaan alam, budaya, maupun keragaman destinasi.

Negara-negara seperti Paraguay, Brasil, dan Chile berhasil mencatat lonjakan wisatawan internasional hingga 48-53 persen dibandingkan tahun lalu. Bahkan negara-negara yang sebelumnya tidak banyak dibicarakan dalam dunia pariwisata global seperti Gambia, Mongolia, hingga Palau, kini menunjukkan performa impresif. Sementara itu, Vietnam mencatat pertumbuhan hingga 30%, dan Jepang 23%, mengukuhkan Asia sebagai kawasan yang masih sangat menarik di mata wisatawan global.

Lalu, mengapa Indonesia tertinggal?

Masalah Struktural: Aksesibilitas dan Harga Tiket Pesawat
Salah satu hambatan terbesar dalam mengakselerasi kunjungan wisatawan asing ke Indonesia adalah persoalan aksesibilitas udara. Harga tiket pesawat dari dan ke Indonesia, baik domestik maupun internasional, masih tergolong tinggi. Dibandingkan dengan Vietnam yang agresif membuka jalur penerbangan baru dan memberikan insentif bagi maskapai asing, Indonesia tampak tertinggal.

Infrastruktur bandara di berbagai destinasi sekunder pun belum merata kualitasnya, padahal dalam tren global, wisatawan justru mulai mencari pengalaman di luar destinasi utama.

Strategi Promosi yang Belum Agresif dan Konsisten
Negara-negara yang masuk dalam daftar seperti Brazil, Morocco, dan Israel memiliki satu kesamaan: strategi promosi pariwisata yang terintegrasi secara digital dan diplomatik. Mereka berani membangun brand pariwisata nasional yang kuat, konsisten, dan berbasis data perilaku wisatawan.

Indonesia semestinya belajar dari pendekatan diplomasi pariwisata yang cerdas dan personal. Promosi destinasi kita selama ini masih terlalu konvensional, tidak cukup masif di kanal digital yang menjadi referensi utama wisatawan global hari ini.

Faktor Keamanan dan Keselamatan: Isu Sensitif yang Tak Boleh Diabaikan
Salah satu faktor penentu utama dalam pemilihan destinasi oleh wisatawan internasional adalah persepsi keamanan. Meski Indonesia tergolong stabil secara politik dan sosial, persepsi global terhadap keamanan di sejumlah destinasi seperti konflik lahan, kerusuhan lokal, keselamatan wisatawan, kriminalitas, hingga penanganan bencana alam, kerap menjadi sorotan media internasional.

Negara-negara seperti Israel, Iran, dan Palau yang meski memiliki tantangan geopolitik berhasil mengelola narasi keamanan secara positif untuk kepentingan pariwisata. Ini menunjukkan bahwa pengelolaan persepsi tak kalah penting dibanding keamanan faktual. Indonesia harus mampu membangun narasi bahwa berwisata ke Indonesia itu aman, nyaman, dan ramah.

Momentum Bonus Demografi dan Perluasan Pasar
Kehadiran negara-negara seperti Ekuador, Latvia, hingga Korea Selatan dalam daftar ini menunjukkan bahwa potensi pasar pariwisata global makin tersebar. Indonesia harus mampu membaca tren ini: bukan hanya mengandalkan pasar tradisional seperti Australia, Singapura, dan Malaysia, melainkan mulai membuka sayap ke Amerika Latin, Eropa Timur, dan Timur Tengah melalui kerja sama G2G (government-to-government) maupun B2B (business-to-business).

Selain itu, bonus demografi di Asia adalah kekuatan besar. Jika Indonesia mampu mengemas produk wisata berbasis anak muda, digital, dan berorientasi pengalaman (experiential tourism), maka peluang masuk ke peta 20 besar dunia bukanlah angan-angan.

Reformasi Ekosistem dan Kepemimpinan Lintas Sektor
Tidak masuknya Indonesia ke dalam daftar ini harus menjadi cermin evaluasi total, dari sisi tata kelola, kepemimpinan pariwisata, hingga komitmen lintas sektor. Industri pariwisata tidak bisa berjalan sendiri. Ia membutuhkan dukungan dari sektor penerbangan, keamanan, diplomasi, keuangan, dan bahkan teknologi.

Jika Indonesia ingin menjadi kekuatan pariwisata global, maka perlu reformasi menyeluruh terhadap ekosistem pariwisata: mulai dari penyederhanaan regulasi, digitalisasi layanan, penguatan destinasi, sampai ke konsolidasi promosi internasional yang lebih luwes dan adaptif.

Catatan Pamungkas: Bangkit atau Tertinggal
Ketidakhadiran Indonesia dari daftar 20 besar destinasi dunia versi UN Tourism adalah sinyal peringatan serius. Di tengah ambisi menjadikan sektor pariwisata sebagai pilar ekonomi nasional dalam mengejar target pertumbuhan ekonomi 8%, kita justru tertinggal dari negara-negara yang jauh lebih kecil secara geografis maupun ekonomi.

Namun ini bukan akhir cerita. Ini bisa menjadi titik balik jika dijadikan refleksi strategis oleh seluruh pemangku kepentingan. Indonesia memiliki modal yang luar biasa: kekayaan budaya, alam, dan keramahtamahan masyarakat. Yang kita butuhkan adalah strategi yang tepat, kepemimpinan yang visioner, dan keberanian untuk berubah.

Jika tidak, maka kita hanya akan terus menjadi penonton di panggung pariwisata dunia meski memiliki panggung yang paling indah.


(miq/miq)

Read Entire Article
Photo View |