Proyek Listrik Panas Bumi RI Masih Lesu, Ini Alasannya

7 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Proyek pembangkit listrik panas bumi di Indonesia terbilang belum prima. Terbukti dalam 10 listrik dari panas bumi hanya berkontribusi sebesar 6%.

Direktur Keuangan PT Pertamina Geothermal Energy Tbk, Yurizki Rio mengungkapkan angka ini terbilang rendah karena Indonesia potensi panas bumi yang mencapai 24 gigawatt.

"Nggak usah jauh-jauh deh, kita tarik 10 tahun ke belakang, 2014, kapasitas terpasang kita di Geothermal waktu itu hanya sekitar 1,4 gigawatt ya, dan sekarang ini baru mencapai 2,6 gigawatt atau sekitar 6% lah," tambah Yurizki dalam Economic Update Energy Edition, Selasa (8/7/2025).

Dia menjelaskan faktor yang menyebabkan lesunya proyek listrik panas bumi di Indonesia. Pertama adalah isu tingkat balik modal investasi (internal rate of return/IRR) proyek panas bumi di Indonesia yang berada di kisaran 8%-9%.

Faktor lainnya adalah isu komersial. Isu ini meliputi tantangan dalam perizinan, keekonomian proyek, dan biaya investasi yang tinggi.

"I think it would make a lot of sense juga pricing Geothermal itu harus remain competitive supaya make sense PLN sebagai off taker kita mengambil pasokan dari kita," ujar dia.

Dalam kesempatan yang sama, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan kenaikan IRR proyek panas bumi di Indonesia menjadi 11%. Hal itu dilakukan melalui revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Panas Bumi Untuk Pemanfaatan Tidak Langsung.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi mengatakan, agar IRR panas bumi bisa meningkat, salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan menghilangkan pajak tubuh bumi yang saat ini masih berlaku untuk proyek panas bumi.

"Nah, terutama tadi yang menyangkut penambahan IRR itu bagaimana cara melakukannya, itu salah satunya kita inginkan seperti di migas, ya, ada penghilangan pajak tubuh bumi, nah, ini masih ada sekarang," jelasnya.

Selain itu, terdapat isu Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Biaya Masuk yang masih harus dikonsolidasikan dengan Kementerian Keuangan.

"Jadi, barang-barang komponen-komponen dalam negeri ini juga harus diberi ruang untuk bisa masuk. Nah, ini PPN ini mesti kita diskusikan," imbuhnya.


(dpu/dpu)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Upaya Nyata PGE Dukung Pertumbuhan Ekonomi 8%

Read Entire Article
Photo View |