Jakarta, CNBC Indonesia - Dunia kripto di Amerika Serikat (AS) memasuki babak baru dan semakin diminati. Disahkannya aturan stablecoin tak hanya menguntungkan bitcoin tetapi juga banyak kripto lain, termasuk ethereum.
Untuk pertama kalinya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS secara resmi mengesahkan dua rancangan undang-undang penting yang akan membentuk kerangka regulasi baru bagi aset digital, khususnya stablecoin dan mata uang digital bank sentral (central bank digital currency/CBDC).
Langkah ini menjadi tonggak sejarah dalam upaya Negeri Paman Sam mengatur sektor kripto yang berkembang pesat, namun selama ini menghadapi ketidakpastian hukum dan lemahnya perlindungan terhadap konsumen.Di tengah meningkatnya adopsi stablecoin dan kekhawatiran soal potensi penyalahgunaan teknologi digital oleh negara, kehadiran regulasi yang jelas menjadi kebutuhan mendesak.
Clarity Act: Aturan Main untuk Token Digital
Rancangan undang-undang utama yang disahkan adalah Clarity Act, yang lolos dengan dukungan bipartisan 294 suara melawan 134. RUU ini akan secara tegas mendefinisikan apakah suatu aset digital tergolong sebagai efek atau commodities komoditas, sekaligus memperjelas yurisdiksi antara Komisi Sekuritas dan Komisi Perdagangan Komoditas Berjangka (CFTC).
Selama pemerintahan Biden, isu ini menjadi sumber perselisihan besar antara regulator dan industri kripto. Banyak perusahaan kripto berpendapat bahwa mayoritas token semestinya dikategorikan sebagai komoditas, bukan efek, sehingga dapat diperdagangkan tanpa beban regulasi sekuritas yang rumit.
Pentingnya Clarity Act terletak pada kemampuannya memberikan kepastian hukum bagi pelaku industri aset digital, khususnya dalam menentukan apakah suatu aset tergolong sebagai sekuritas atau komoditas.
Undang-undang ini juga berperan penting dalam mencegah tumpang tindih kewenangan antar-regulator, seperti antara Securities and Exchange Commission (SEC) dan Commodity Futures Trading Commission (CFTC), yang selama ini menjadi sumber ketidakpastian regulasi.
Dengan kejelasan tersebut, Clarity Act diharapkan dapat mendorong adopsi aset digital secara lebih luas dalam sistem keuangan formal, serta menciptakan ekosistem yang lebih aman, transparan, dan kompetitif.
Namun, RUU ini masih harus disetujui oleh Senat sebelum sampai ke meja Presiden Donald Trump untuk disahkan menjadi undang-undang. Beberapa anggota Partai Demokrat menentangnya karena dinilai terlalu "lunak" terhadap industri kripto, bahkan dianggap sebagai "hadiah" bagi perusahaan-perusahaan terkait Trump.
GENIUS Act: Aturan Khusus untuk Stablecoin
Bagian krusial lain dari paket legislasi ini adalah GENIUS Act, yang secara khusus mengatur stablecoin aset digital yang nilainya dipatok pada mata uang seperti dolar AS.
Stablecoin berperan penting dalam ekosistem kripto karena memungkinkan transaksi instan, stabil, dan lintas platform. Mereka umumnya digunakan oleh trader untuk mentransfer dana antar token atau melakukan pembayaran secara real-time.
Isi penting dalam GENIUS Act antara lain mengatur bahwa setiap stablecoin yang diterbitkan wajib didukung sepenuhnya oleh cadangan aset likuid, seperti dolar AS atau surat utang pemerintah jangka pendek.
Hal ini bertujuan untuk menjaga kestabilan nilai stablecoin dan menghindari risiko sistemik. Selain itu, penerbit stablecoin diwajibkan untuk secara rutin mengungkapkan komposisi cadangan tersebut kepada publik setiap bulan untuk meningkatkan transparansi.
Langkah ini dinilai sangat penting untuk mendorong kepercayaan pasar dan menciptakan fondasi yang sehat bagi pertumbuhan stablecoin di masa depan.
Summer Mersinger, komisaris di CFTC dan mantan pejabat tinggi di Komisi Perdagangan Berjangka, menyebut pengesahan ini sebagai "momen penentu" dalam evolusi kebijakan aset digital AS, dikutip dari Reuters.
Anti-CBDC Surveillance State Act: Tolak Mata Uang Digital Ala Pemerintah
Selain aturan terkait stablecoin, DPR AS juga mengesahkan Anti-CBDC Surveillance State Act, sebuah RUU yang melarang penerbitan CBDC oleh bank sentral AS.
RUU ini didorong oleh kekhawatiran Partai Republik bahwa CBDC dapat menjadi alat pengawasan oleh negara terhadap warganya.
Isi utama Anti-CBDC Act menegaskan larangan terhadap pengembangan mata uang digital bank sentral (CBDC) yang berpotensi digunakan untuk memantau transaksi individu secara real-time, karena dianggap mengancam privasi warga negara.
RUU ini juga menekankan bahwa jika CBDC dikembangkan, maka harus dirancang secara terbuka, tanpa memerlukan izin, dan bersifat pribadi yag menyerupai karakteristik uang tunai untuk menjaga prinsip kebebasan individu.
Selain itu, Anti-CBDC Act bertujuan untuk menghindari adopsi model CBDC yang bersifat represif seperti yang dikembangkan oleh rezim otoriter, khususnya Partai Komunis Tiongkok, yang dinilai dapat membuka jalan bagi pengawasan massal dan kontrol negara atas kehidupan finansial masyarakat.
"Pemerintah federal tidak berhak memantau kehidupan keuangan warga negaranya. Kita tidak butuh dan tidak mau mata uang digital seperti milik Tiongkok, kita harus melindungi kebebasan, pemerintahan terbatas, dan privasi," tegas pernyataan dari sponsor RUU ini dikutip dari Reuters.
Pentingnya RUU Stablecoin Bagi Industri Kripto
Industri kripto telah lama mendorong adanya kerangka regulasi yang jelas dan tegas. Dalam upaya tersebut, lebih dari US$119 juta telah digelontorkan untuk mendukung kampanye kandidat pro-kripto dalam pemilu legislatif AS tahun lalu. Ini menunjukkan keseriusan industri dalam menjadikan regulasi aset digital sebagai isu bipartisan di Kongres.
Jika RUU ini disahkan sepenuhnya oleh Senat dan ditandatangani oleh Presiden Donald Trump, Amerika Serikat akan memiliki kerangka hukum pertama yang secara khusus mengatur stablecoin.
Kehadiran payung hukum ini dinilai krusial untuk mendorong pertumbuhan dan integrasi aset digital ke dalam sistem keuangan formal secara lebih aman dan terstruktur.
Bagi pelaku industri, regulasi ini merupakan langkah maju menuju legitimasi dan adopsi yang lebih luas. Bagi regulator, ini membuka peluang untuk menerapkan pengawasan yang lebih kuat sekaligus meningkatkan perlindungan konsumen. Sementara bagi masyarakat, regulasi ini dapat menghadirkan ekosistem kripto yang lebih aman, transparan, dan stabil.
Perusahaan Mulai Lirik Ethereum Sebagai Aset Strategis
Tak hanya bitcoin, kini semakin banyak perusahaan yang mulai menambahkan ethereum atau ether (ETH-USD), ke dalam neraca keuangan mereka. Langkah ini dilakukan sebagai strategi untuk mendapatkan eksposur terhadap teknologi yang mendasari sistem keuangan terdesentralisasi (DeFi) dan aset digital.
Saat ini, langkah tersebut masih banyak diadopsi oleh perusahaan-perusahaan kecil di industri kripto, seperti BitMine Immersion Technologies (BMNR), yang diketuai oleh Tom Lee dari Fundstrat. Namun, salah satu pemain besar seperti Coinbase Global (COIN), induk dari platform perdagangan kripto Coinbase, tercatat telah mengoleksi ethereum senilai lebih dari US$440 juta atau sekitar Rp7,17 triliun (dengan kurs Rp16.305 per dolar), berdasarkan data dari CoinGecko.
Coinbase pernah menyampaikan lewat blog resminya pada 2021 bahwa mereka adalah perusahaan publik pertama yang menyimpan ethereum dan aset digital lainnya di luar bitcoin. Mereka pun memperkirakan bahwa di masa depan, semakin banyak perusahaan akan mengikuti langkah ini.
Saat ini, harga ethereum telah melonjak 60% dalam sebulan terakhir dan mencapai kisaran US$3.800 ini merupakan level tertinggi sejak Januari 2025, meski belum menembus rekor sebelumnya di atas US$4.600 pada 2021.
Ethereum sendiri merupakan jaringan blockchain utama yang memungkinkan pengembangan kontrak pintar (smart contract) dan menjadi tulang punggung transaksi langsung antara pelaku bisnis dan konsumen, tanpa perantara seperti bank dan saat ini memiliki dominasi pasar lebih dari 51%.
Selain itu, perusahaan penambang kripto BitMine Immersion Technologies juga baru-baru ini mengumumkan bahwa mereka kini memegang lebih dari US$1 miliar dalam bentuk ethereum, atau sekitar 300.000 token.
BitMine memposisikan dirinya sebagai pure-play Ethereum yang bertaruh bahwa kepemilikan ETH setara dengan memiliki infrastruktur inti di balik konvergensi kripto dan layanan keuangan.
"Mengakuisisi ETH senilai US$1 miliar adalah sinyal kuat atas keyakinan kami terhadap nilai jangka panjang ethereum," kata Jonathan Bates, CEO BitMine, dalam rilis resmi, dikutip dari yahoofinance. Ia juga menegaskan komitmen perusahaan terhadap pertumbuhan berkelanjutan ethereum.
Kenaikan harga ethereum terjadi bersamaan dengan disahkannya GENIUS Act, undang-undang penting yang ditandatangani Presiden Trump pekan lalu. Aturan baru ini mengatur stablecoin, yakni token digital yang didukung oleh aset seperti dolar AS dan surat utang jangka pendek.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(evw/evw)