Anda Demam, Pusing, Batuk, Mual? Awas! Itu Gejala New Covid

3 hours ago 5

Jakarta, CNBC Indonesia - Muncul lagi varian baru COVID-19 dengan kode NB.1.8.1, turunan dari varian Omicron. Laporan terbaru Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, kasus varian ini mulai meningkat di sejumlah negara.

WHO menegaskan, meskipun mulai terpantau di berbagai wilayah, risiko kesehatan dari varian ini saat ini masih tergolong rendah. Di Amerika Serikat, jumlah kasusnya belum cukup signifikan untuk masuk pelacakan resmi COVID-19 milik Centers for Disease Control and Prevention (CDC).

Gejala yang muncul dari varian ini terbilang mirip dengan varian COVID-19 sebelumnya, antara lain:

1. Demam

2. Batuk

3. Sakit tenggorokan

4. Pusing

5. Mual dan muntah

6. Nyeri sendi

Varian NB.1.8.1 pertama kali terdeteksi pada 22 Januari 2025. Baru pada 23 Mei, WHO memasukkannya ke dalam kategori variant under monitoring atau varian yang perlu mendapat perhatian dan pemantauan lebih lanjut.

Sejak kemunculan Omicron pada 2021, ratusan subvarian telah bermunculan, namun belum ada yang memicu lonjakan kasus sebesar puncak pandemi sebelumnya. Menurut WHO per 18 Mei 2025, sudah ada 518 kasus NB.1.8.1 yang terdeteksi di 22 negara. Proporsi global varian ini pun melonjak dari 2,5% menjadi 10,7% hanya dalam empat pekan terakhir.

"Kita memang pernah melihat lonjakan kasus di musim panas. COVID-19 ini unik karena bisa meningkat baik di musim panas maupun musim dingin, berbeda dari virus pernapasan lain," ujar Kepala Penyakit Menular di South Shore Health, Dr. Todd Ellerin dikutip dari ABC News di Jakarta, Senin (9/6/2025).

Meski demikian, ia mengingatkan masih terlalu dini memastikan apakah varian ini akan memicu lonjakan besar dalam waktu dekat. Di sejumlah negara dengan proporsi NB.1.8.1 yang tinggi, memang terjadi peningkatan kasus dan rawat inap. Namun hingga kini belum ada bukti varian ini menyebabkan gejala lebih parah dibanding varian lain.

Apakah Lebih Parah?

Chief Innovation Officer di Boston Children's Hospital, John Brownstein mengatakan, sejauh ini tingkat keparahan varian ini tidak menunjukkan perbedaan berarti dibanding varian lain. Meski dengan tingkat penularan yang lebih tinggi, jumlah infeksi bisa makin bertambah. "Dan semakin banyak yang terinfeksi, maka risiko rawat inap dan kematian juga akan meningkat," ujarnya.

Ia menambahkan, mutasi di bagian protein spike virus diperkirakan turut meningkatkan kemampuan penularan varian ini. Meski begitu, vaksin COVID-19 yang tersedia saat ini diprediksi tetap efektif melawan NB.1.8.1.

Brownstein mengingatkan strategi perlindungan tetap sama, yaitu memastikan masyarakat menerima vaksin dan booster yang direkomendasikan. Selain itu, untuk kelompok berisiko tinggi atau dengan sistem imun lemah, disarankan tetap memakai masker dan menghindari kerumunan besar.


(mij/mij)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Preventive Care Jadi Arah Baru Bisnis Layanan Kesehatan

Next Article Berbahayakah Demam pada Anak Setelah Disuntik Vaksin? Ini Kata Dokter

Read Entire Article
Photo View |