Tensi Geopolitik Global Memanas, Harga Minyak Dunia Masih Stagnan

9 hours ago 4

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah dunia masih bergerak datar di awal pekan ini, setelah sempat anjlok di sesi pembukaan. Pasar minyak kini menanti hasil komunikasi langsung antara dua pemimpin besar dunia Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin di tengah tekanan geopolitik, ancaman kelebihan pasokan, dan ketidakpastian fiskal global.

Pada perdagangan Senin pagi (19/5/2025), minyak Brent untuk kontrak pengiriman Juli diperdagangkan di US$65,20 per barel, sedikit turun dibanding penutupan akhir pekan lalu di US$65,41. Sementara itu, West Texas Intermediate (WTI) b di kisaran US$62,39, tidak jauh dari level penutupan sebelumnya US$62,49.

Kombinasi tiga faktor utama saat ini menekan pasar energi global. Pertama, penurunan peringkat kredit pemerintah AS oleh Moody's pada Jumat malam (17/5/2025) memicu kekhawatiran baru terhadap kelanjutan belanja fiskal dan kepercayaan terhadap surat utang Negeri Paman Sam. Ini sekaligus menambah beban psikologis pasar, terutama di tengah kekhawatiran resesi global.

Kedua, prospek gencatan senjata Rusia-Ukraina kembali suram, meskipun Trump dijadwalkan melakukan pembicaraan via telepon dengan Putin pada Senin pagi. Analis menilai kecil kemungkinan Moskow memberi konsesi berarti, karena saat ini kekuatan Rusia di medan tempur dinilai sedang di atas angin. Hal ini membuat ketegangan geopolitik tetap menjadi pengganjal pemulihan harga minyak.

Ketiga, perundingan nuklir AS-iran kembali menghangat. Trump menyebut kesepakatan sudah "hampir jadi", namun masih ada isu teknis yang belum diselesaikan. Jika sanksi dicabut, pasar memperkirakan sekitar 400.000 barel per hari minyak Iran akan kembali masuk pasar, menambah tekanan kelebihan pasokan menjelang paruh kedua 2025.

Meskipun harga minyak mencatat dua pekan kenaikan beruntun, kenaikannya masih sangat terbatas. Dalam sepekan terakhir, Brent hanya naik 1%, sementara WTI naik 2,4%. Kenaikan ini lebih banyak didorong oleh meredanya tensi dagang AS-China, setelah kedua negara menyepakati jeda tarif selama 90 hari.

Namun analis memperingatkan, kondisi teknikal pasar minyak tetap lemah, mengingat potensi tambahan pasokan dari Iran dan OPEC+, serta belum adanya pemulihan permintaan global yang kuat. Beberapa negara produsen besar seperti Arab Saudi dan Rusia juga mulai memberi sinyal bahwa mereka bisa kembali meningkatkan produksi jika harga terlalu tinggi.

Dengan segala ketidakpastian ini, pelaku pasar energi cenderung mengambil posisi hati-hati. Setiap headline dari Washington, Teheran, atau Moskow bisa langsung menggoyang pasar. Untuk sementara, Brent bertahan di level psikologis US$65 per barel, tapi arah berikutnya masih tergantung dari pembicaraan antara dua tokoh yang tak bisa diprediksi Trump dan Putin.

CNBC Indonesia


(emb/emb)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Harga Komoditas Jeblok, Begini Nasib Saham Minyak

Next Article Harga Minyak Melemah, Pasar Tunggu Perkembangan Perang Rusia-Ukraina

Read Entire Article
Photo View |