Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com
Dalam beberapa tahun terakhir, industri perbankan syariah di Indonesia menunjukkan geliat yang menjanjikan. Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, potensi pasar keuangan syariah Indonesia sangat besar. Namun, realisasi dari potensi itu masih menghadapi tantangan klasik: literasi keuangan syariah yang rendah, penetrasi pasar yang belum merata, serta keterbatasan inovasi produk dan teknologi.
Di tengah dinamika tersebut, langkah strategis PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau Bank BTN yang mengakuisisi Bank Victoria Syariah menjadi sorotan. Aksi korporasi ini menandai keseriusan pemerintah dan pelaku industri dalam mempercepat transformasi sektor perbankan syariah nasional. Bukan sekadar aksi bisnis, akuisisi ini juga menyiratkan ambisi untuk memperkuat fondasi keuangan syariah secara struktural dan operasional.
Penandatanganan akan jual beli dan pengambilalihan saham telah dilakukan pada Kamis, 5 Juni 2025. Tulisan ini akan mengulas secara mendalam bagaimana akuisisi ini menjadi katalis akselerasi industri perbankan syariah di Indonesia, serta berbagai tantangan dan peluang yang muncul di baliknya.
Bank BTN selama ini dikenal sebagai bank yang fokus pada pembiayaan perumahan, terutama dalam mendukung Program Sejuta Rumah. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, BTN berusaha memperluas portofolio bisnisnya, termasuk di sektor perbankan syariah. Upaya ini sejalan dengan tren peningkatan permintaan terhadap layanan keuangan syariah, baik dari individu maupun institusi.
BTN sebelumnya telah memiliki Unit Usaha Syariah (UUS) BTN Syariah. Akuisisi Bank Victoria Syariah ini merupakan bagian dari aksi korporasi BTN dalam melakukan spin-off BTN Syariah menjadi Bank umum syariah. Akuisisi Bank Victoria Syariah menjadi jalan pintas strategis untuk mempercepat transformasi tersebut.
Bank Victoria Syariah merupakan anak usaha dari Bank Victoria Internasional yang berfokus pada layanan keuangan berbasis syariah. Namun, skala usahanya relatif kecil, sehingga belum mampu berkompetisi secara signifikan di pasar perbankan syariah nasional. Akuisisi oleh BTN diharapkan mampu membawa angin segar dalam penguatan struktur permodalan, ekspansi layanan, serta inovasi produk-produk syariah.
Per akhir tahun 2024, pangsa pasar perbankan syariah Indonesia masih sebesar 7,72% dari total aset industri perbankan nasional. Angka ini masih jauh dari target Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mendorong kontribusi hingga 20% dalam jangka menengah. Kelemahan struktural, keterbatasan SDM syariah, dan kesenjangan literasi menjadi penghambat utama.
Setelah akuisisi, langkah berikutnya adalah proses integrasi Bank Victoria Syariah dengan unit usaha syariah BTN. Proses ini mencakup transformasi sistem operasional, rebranding, pengembangan sumber daya manusia, serta penguatan produk dan layanan berbasis syariah.
Rencana BTN adalah menjadikan entitas BTN Syariah ini sebagai bank syariah yang mandiri untuk tidak hanya fokus pada pembiayaan perumahan, tetapi juga merambah ke sektor mikro, ritel, dan komersial. Dengan reputasi BTN di sektor pembiayaan rumah, diharapkan bank syariah hasil akuisisi ini akan memiliki diferensiasi yang kuat, misalnya sebagai "Bank Syariah untuk Kebutuhan Hunian".
Digitalisasi menjadi elemen krusial dalam ekspansi perbankan syariah. BTN telah menunjukkan kapabilitas digital yang memadai lewat BTN Mobile. Teknologi tersebut akan ditransfer dan dikembangkan dalam entitas syariah, agar dapat menjangkau generasi milenial dan Gen Z yang lebih melek teknologi. Inovasi produk yang lebih sesuai dengan kebutuhan segmen muda, seperti tabungan haji digital, pembiayaan hijrah, atau crowdfunding berbasis syariah, akan menjadi daya tarik baru.
Akuisisi ini membawa efek positif terhadap struktur permodalan bank yang telah diakuisisi. Dengan dukungan BTN sebagai induk, bank syariah hasil transformasi ini memiliki akses ke sumber dana yang lebih besar dan stabil. Hal ini penting untuk mendukung ekspansi pembiayaan, memperluas jaringan layanan, dan menjaga kesehatan rasio keuangan.
Populasi Muslim Indonesia yang mencapai lebih dari 230 juta orang merupakan pasar yang sangat besar. Dalam dua dekade terakhir, kelas menengah Muslim tumbuh signifikan, dengan peningkatan kebutuhan terhadap layanan keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah. Bank syariah hasil akuisisi BTN memiliki peluang besar untuk menjangkau segmen ini, terutama dengan pendekatan berbasis kebutuhan rumah, investasi, dan gaya hidup halal.
Pemerintah Indonesia melalui Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) terus mendorong percepatan industri keuangan syariah. Sejumlah kebijakan strategis seperti konsolidasi bank syariah BUMN dalam bentuk BSI (Bank Syariah Indonesia), insentif pajak, dan roadmap akselerasi digital syariah memberikan ekosistem yang kondusif. Akuisisi BTN atas Bank Victoria Syariah selaras dengan semangat ini dan dapat menjadi preseden baik untuk BUMN lain dalam memperkuat portofolio syariah mereka.
Sektor halal tidak hanya mencakup makanan dan kosmetik, tapi juga perumahan. Segmen perumahan syariah mengalami pertumbuhan pesat, didorong oleh preferensi konsumen terhadap transaksi yang bebas riba. BTN, sebagai bank dengan DNA perumahan, punya peluang unik untuk menjadi pemain dominan di sektor ini melalui bank syariahnya. Kemitraan dengan pengembang perumahan syariah, platform digital properti, dan komunitas Muslim urban bisa memperkuat posisi ini.
Salah satu tantangan utama perbankan syariah adalah rendahnya literasi masyarakat terhadap prinsip dan manfaat layanan syariah. Masih banyak masyarakat yang menganggap layanan syariah hanya mengganti istilah bunga menjadi margin, tanpa perbedaan substansial. BTN harus bekerja keras untuk membangun edukasi yang masif, melalui kampanye digital, kerja sama dengan institusi pendidikan Islam, hingga program literasi keuangan berbasis komunitas.
Sebagai bank syariah terbesar di Indonesia, BSI sudah memiliki jaringan luas, teknologi canggih, dan dukungan tiga bank BUMN. Masuknya BTN ke ranah bank syariah mandiri akan memperkuat persaingan, terutama dalam segmen pembiayaan ritel dan konsumer. BTN perlu menciptakan diferensiasi yang kuat dan tidak hanya menjadi "peniru" BSI, melainkan sebagai pelengkap ekosistem syariah nasional dengan fokus yang lebih tersegmentasi.
Transformasi dari bank kecil menjadi bank syariah anak BUMN besar akan membawa tantangan adaptasi budaya kerja. BTN perlu melakukan pelatihan intensif bagi karyawan Bank Victoria Syariah agar mampu memahami budaya kerja, target bisnis, serta prinsip-prinsip compliance ala BUMN dan perbankan syariah.
Dalam jangka panjang, bank syariah hasil akuisisi BTN dapat diproyeksikan menjadi pemain regional, khususnya di Asia Tenggara. Negara seperti Malaysia, Brunei, dan Uni Emirat Arab menunjukkan minat terhadap kerja sama syariah lintas batas. Jika BTN berhasil membangun reputasi bank syariah inovatif dan inklusif, peluang untuk menjadi bagian dari arus keuangan Islam internasional sangat terbuka.
Bank hasil akuisisi juga dapat memainkan peran penting dalam meningkatkan inklusi keuangan syariah, terutama di wilayah-wilayah yang belum terjangkau bank konvensional. Dengan memanfaatkan teknologi seperti mobile banking dan agen laku pandai syariah, bank ini bisa menjangkau segmen mikro dan ultra-mikro Muslim di pelosok daerah. Kehadiran bank ini juga dapat bersinergi dengan BMT, koperasi syariah, dan fintech syariah untuk menciptakan ekosistem keuangan mikro berbasis nilai-nilai Islam.
Akuisisi Bank Victoria Syariah oleh BTN bukan sekadar ekspansi korporasi, tetapi juga representasi dari kesadaran baru: bahwa keuangan syariah adalah jalan strategis untuk membangun sistem ekonomi yang inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan.
Langkah ini memperlihatkan bagaimana sinergi antara kekuatan BUMN, dukungan regulasi, dan kebutuhan masyarakat Muslim dapat mendorong lompatan besar dalam pembangunan industri keuangan syariah nasional. Jika dikelola dengan strategi yang tepat, bank syariah hasil akuisisi BTN dapat menjadi pilar penting dalam transformasi keuangan nasional yang lebih etis, inovatif, dan merata.