RI Tangkap Tuna Pakai Cara Tradisional, Ternyata Ini Alasannya

4 hours ago 4

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia kini kembali menggunakan teknik tradisional untuk menangkap tuna, yakni dengan pancing ulur. Apakah ini berarti ada kemunduran dalam dunia perikanan nasional?


Staf Ahli Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Bidang Ekonomi, Sosial, dan Budaya, Trian Yunanda menjelaskan, pergeseran alat tangkap dari longline ke pancing ulur bukanlah suatu kemunduran, melainkan langkah strategis untuk memaksimalkan nilai ekonomi hasil tangkapan.


"Nggak kemunduran. Jadi 752 ribu ton, kalau kita lihat ekspor kita, ekspor kita itu di 278 ribu ton ikan tuna. Dengan nilai yang US$1,03 miliar. Artinya, masih ada sekitar 500 ribu ton lagi. Itu yang dimanfaatkan oleh mungkin di antaranya adalah nelayan-nelayan kecil. Nelayan-nelayan kecil itu antara lain menangkap tuna umumnya menggunakan pancing ulur," ungkap Trian dalam Bincang Bahari KKP, Rabu (30/4/2025).


Menurutnya, perhatian pemerintah kini adalah bagaimana meningkatkan nilai jual hasil tangkapan para nelayan kecil ini. Salah satu caranya adalah dengan melakukan sertifikasi produk, seperti Marine Stewardship Council (MSC) dan Fairtrade, yang diakui secara internasional.


"Dulu, salah satu usaha kita mensertifikasi mereka (nelayan kecil). Salah satu MSC sertifikat, ini pengakuan ekolabel tingkat internasional, itu diakui nelayan-nelayan kecil di Pulau Buru (Maluku). Itu Indonesia pertama kali. Itu bagaimana kita meningkatkan itu," jelasnya.


Ia menambahkan, penggunaan pancing ulur justru menghasilkan tuna berkualitas premium, yang punya nilai jual jauh lebih tinggi.


"Dengan menggunakan pancing ulur, justru sebetulnya hasilnya bisa sangat premium sekali. Nah ini pemerintah bagaimana kemudian melakukan sertifikasi kepada mereka, agar produk mereka bisa betul-betul diakui," katanya.


Upaya ini juga sejalan dengan program-program pemerintah seperti kampung nelayan modern, penguatan kelembagaan nelayan, hingga koperasi Desa Merah Putih. Semua diarahkan untuk memperkuat posisi nelayan kecil di pasar global.


Trian bahkan menceritakan pengalamannya sendiri melihat produk Indonesia di pasar dunia.


"Itu produk-produk Fairtrade MSC itu dilihat, saya sendiri datang ke Swiss. Kita lihat di situ barcode-nya itu dari mana nangkepnya? Dari Pulau Buru. Kan kita bangga seharusnya," ucap dia.


Jadi, penggunaan pancing ulur ini bukan sekadar soal alat tangkap, tapi soal strategi besar untuk menaikkan kesejahteraan nelayan dan menjaga kualitas ikan Indonesia.


Senada dengan Trian, Sekretaris Jenderal Asosiasi Tuna Indonesia (ASTUIN) Muhammad Billahmar mengungkapkan, pergeseran alat tangkap ini juga berkaitan erat dengan faktor ekonomi.


"Ya, terkait berkembangnya alat tangkap, atau bergesernya alat tangkap tuna dari longline ke pancing ulur. Jadi dipengaruhi oleh berbagai hal. Ya, kata kuncinya itu kan bahwa pengusaha itu harus untung dalam bisnis. Dia sudah investasi di kapal, hasilnya siapa yang mau terjun untuk rugi," ujar Billahmar dalam kesempatan yang sama.


Ia menyebut, masalah pada alat tangkap jenis longline bukan hanya terjadi di Indonesia. Bahkan Jepang yang punya kapal-kapal modern pun kini mengalami kelesuan di sektor longline.


"Masalah longline bukan cuma di Indonesia. Jepang juga yang banyak menguasai tuna dengan kapal-kapal yang lebih modern, yang besar, jadi juga sekarang agak lesu. Sebagian kapal longline malah sudah ditawarkan untuk dijual," katanya.


Sementara di Indonesia, pengusaha memilih mengganti alat tangkap ketimbang menjual kapalnya.


"Di kita tidak jual kapal, tapi alat tangkap yang berganti. Dan tuna bisa kita manfaatkan," kata dia.


Menurutnya, pancing ulur kini lebih menguntungkan dibanding longline. Dimana biaya operasional jauh lebih rendah, sementara hasil tangkapan tetap maksimal.


"Memang kalau dikatakan mundur dari sisi teknologi, iya. Tapi kaitannya dengan biaya operasi tadi saya bilang ya, bahwa kita dulu longline, kapal yang sebesar longline itu sekarang ada yang berganti ke pancing ulur. Longline sudah tidak menguntungkan. Tinggal beberapa kapal yang masih bisa bertahan," ungkapnya.


Ia menjelaskan, penggunaan pancing ulur jauh lebih efisien karena tidak perlu membuang ribuan umpan untuk mendapatkan sedikit hasil.


"Dia tujuannya tidak berburu kemana-mana lah. Datang aja ke titik yang sudah disiapkan untuk mengumpulkan ikan di situ. Ya, tinggal memancing di situ. Jadi tidak banyak pergerakan, biaya operasi lebih rendah. Satu pancing, satu ekor umpan pun itu menghemat biaya dibanding kita tebar seribu pancing, seribu ekor umpan. Tapi mungkin dapat tunanya cuma lima ekor," terang Billahmar.


(hoi/hoi)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Peringati Mayday, Prabowo Akan Temui Ratusan Ribu Buruh

Next Article Video:Dukung Makan Gratis Prabowo, Pengusaha Tuna Amankan Pasokan Ikan

Read Entire Article
Photo View |