Prabowo Teken Perpres Karbon, RI Bakal Ketiban Untung Ini

3 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Prabowo Subianto telah meneken Peraturan Presiden mengenai instrumen Nilai Ekonomi Karbon pada 10 Oktober 2025. Regulasi tersebut membuka jalan bagi penguatan ekosistem pasar karbon Indonesia di kancah global.

Dalam Peraturan Presiden Nomor 110 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Instrumen Nilai Ekonomi Karbon dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Nasional, pemerintah kini mengakui unit karbon non-SPE GRK (Sertifikat Pengurang Emisi-Gas Rumah Kaca) yang mengikuti standar internasional seperti Verra dan Gold Standard.

Pengakuan tersebut memungkinkan unit atau kredit karbon tersebut diperdagangkan baik di pasar domestik maupun pasar internasional sehingga berdampak positif terhadap ekosistem pasar karbon di Indonesia yang relatif mandek sejak 2023. Untuk diketahui, data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan, hingga September 2025 mencatat total volume transaksi di bursa karbon Indonesia hanya 1.606.056 ton CO₂e dengan akumulasi nilai Rp78,46 miliar.

Mari Elka Pangestu, Utusan Khusus Presiden Bidang Perdagangan Internasional dan Kerjasama Multilateral, dalam keterangan tertulis menyampaikan bahwa kebijakan ini menandai langkah besar Indonesia menuju masa depan hijau, bukan sekedar kebijakan iklim, melainkan agenda pembangunan nasional yang mengubah kekayaan alam menjadi sumber kemakmuran yang inklusif dan berkelanjutan bagi seluruh rakyat.

"Dengan memperkuat transparansi, integritas, dan kepastian hukum, Indonesia menegaskan komitmennya untuk menjadi mitra terpercaya dalam kerja sama multilateral dan perdagangan internasional yang berorientasi pada ekonomi hijau," ungkap Mari Elka, Kamis (16/10/2025).

Pengakuan atas unit karbon non-SPE GRK Internasional sedikitnya akan memberikan tiga dampak terhadap pasar karbon Indonesia. Pertama, daya tarik investasi akan meningkat. Perpres 110/2025 memberikan landasan hukum yang kuat untuk mengurangi ketidakpastian bagi investor. Kepastian hukum akan menarik investasi ke proyek-proyek yang berbasis alam (Nature-Based Solutions/NBS) di Indonesia.

Kedua, integrasi ke pasar global. Pengakuan pemerintah terhadap unit karbon non-SPE GRK menyelaraskan kerangka kerja nasional dengan standar global. Selain itu, Perpres 110/2025 juga memfasilitasi perdagangan karbon antarnegara, sesuai dengan Artikel 6 Persetujuan Paris. Indonesia memiliki peluang untuk mengekspor kredit karbon, terutama berbasis alam ke negara atau perusahaan yang memiliki komitmen terhadap keberlanjutan.

Ketiga, manfaat bagi masyarakat atau komunitas lokal. Standar internasional acapkali mewajibkan kriteria atau parameter manfaat sosial dan lingkungan bagi komunitas lokal. Dengan semakin banyaknya proyek yang mengikuti standar tersebut, potensi manfaat seperti perlindungan hak-hak masyarakat adat, pembagian keuntungan yang adil berpotensi meningkat.

Sistem baru penghitungan dan pelaporan emisi yang kredibel dan transparan (Measurement, Reporting, and Verification/MRV), membuat setiap kredit karbon yang diterbitkan akan merepresentasikan pengurangan emisi yang nyata, terukur, dan dapat dipertanggungjawabkan. Sehingga, dengan sistem yang terbuka dan efisien pelaku lokal bisa berkontribusi sejajar dengan investor besar dalam menjaga alam dan mengurangi emisi.

Seperti diketahui, pasar kredit karbon Indonesia resmi kembali dibuka untuk pembeli luar negeri melalui terbitnya Perpres No. 110 tahun 2025. Indonesia sebelumnya menghentikan penjualan kredit karbon baru bagi pembeli internasional karena tengah meninjau peran penyerapan karbon dalam mencapai target iklim nasional.


(ayh/ayh)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Video: Prabowo Kucurkan 6 Insentif, Puluhan Saham Ini Bisa Pesta Pora

Read Entire Article
Photo View |