Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Lotte Group Shin Dong-bin blak-blakan menyoroti infrastruktur dan regulasi di Indonesia. Dia meminta pemerintahan Presiden Prabowo Subianto melakukan penyederhanaan dan menghapus hambatan-hambatan impor dan kerja sama kedua negara, sehingga dapat membuka kesempatan lebih luas bagi perusahaan Korea dalam proyek-proyek skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (Public-Private Partnership/PPP).
Perusahaan-perusahaan Korea Selatan, imbuh dia, mendukung visi besar Indonesia untuk mewujudkan 'Indonesia Emas 2045'. Dan berkomitmen memperkuat kerja sama di sektor-sektor strategis seperti semikonduktor, infrastruktur, ekonomi digital, hingga keuangan.
"Untuk mewujudkan semua ini, kami mengharapkan dukungan dari pemerintah Indonesia dalam bentuk pembangunan infrastruktur yang memadai serta perbaikan regulasi, termasuk penghapusan hambatan-hambatan impor," ujar Shin dalam sambutannya di Forum Bisnis Indonesia-Korea di Jakarta, Senin (28/4/2025).
Keluhan soal regulasi ini diamini oleh Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani. Menurut Shinta, meskipun investasi Korea di Indonesia terus tumbuh, masih ada banyak hal yang perlu dibenahi untuk meningkatkan iklim investasi.
"Kami menyadari perlunya terus meningkatkan lingkungan investasi. Kami menegaskan komitmen kami untuk bekerja sama erat dengan pemerintah dan pemangku kepentingan untuk lebih menyederhanakan regulasi, meningkatkan transparansi, dan memastikan persaingan yang adil," ungkap Shinta di hadapan para delegasi bisnis.
Deregulasi Hati-Hati
Ditemui usai acara, Shinta menjelaskan lebih rinci soal keluhan dunia usaha Korea terkait regulasi di Indonesia. Ia mengakui, dalam dunia investasi, hambatan-hambatan semacam itu memang kerap ditemui. Karena itu, saat ini pemerintah Indonesia tengah menyiapkan langkah deregulasi untuk memperbaiki situasi.
"Jadi itu kan memang biasa lah, investor pasti ada beberapa hambatan-hambatan juga yang disampaikan. Makanya sekarang kan pemerintah Indonesia sudah mengatakan akan melakukan deregulasi," kata Shinta.
Ia menambahkan, deregulasi ini bukan hanya untuk merespons perubahan kebijakan global, seperti keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, tetapi juga kebutuhan internal untuk mempercepat reformasi struktural yang sudah dimulai sejak beberapa tahun lalu.
Namun Shinta mengingatkan, deregulasi harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak mengorbankan industri dalam negeri. Menurutnya, pemerintah harus menyeimbangkan kepentingan investor asing dan pelaku usaha lokal.
"Kita mau menciptakan iklim investasi yang lebih baik, tapi juga mesti melihat bahwa ini untuk kepentingan bersama. Baik itu investor asing maupun investor lokal," jelas Shinta.
Lapor ke Presiden Prabowo
Shinta juga mengungkapkan persoalan regulasi ini akan dibawa dalam pertemuan delegasi bisnis Korea dengan Presiden Prabowo Subianto siang hari ini. Menurutnya, sangat penting agar Presiden mendengar langsung tantangan yang dihadapi investor Korea yang sudah lama beroperasi di Indonesia, sekaligus melihat peluang investasi baru ke depan.
"Iya akan disampaikan lah. Peluang Korea ini besar sekali. Mereka benar-benar mau berinvestasi lebih besar lagi di Indonesia," ujar Shinta.
Pertemuan tersebut akan digelar secara tertutup, agar para pengusaha bisa lebih leluasa mengungkapkan kendala-kendala yang mereka hadapi dan harapan terhadap kebijakan pemerintah ke depan.
Menurut Shinta, pertemuan ini juga menjadi momentum penting, apalagi di tengah perubahan global akibat kebijakan tarif Trump. Banyak perusahaan multinasional, termasuk dari Korea, kini mencari lokasi baru untuk mendiversifikasi rantai pasok mereka, dan Indonesia menjadi salah satu negara tujuan utama.
"Negara-negara ini, perusahaan-perusahaan besar ini, mau melihat seperti apa komitmen Indonesia. Sejauh mana keseriusannya. Makanya penting pemerintah ikut mendengar langsung," pungkas Shinta.
(dce)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Singgung Isu Dirinya Dibohongi Menteri, Prabowo: Tak Berdasar!
Next Article Bos Pengusaha Wanti-Wanti PHK Usai Prabowo Umumkan UMP 2025 Naik 6,5%