Pengusaha Farmasi "Tak Peduli" Tarif Trump-Ingatkan Bahaya Soal TKDN

4 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Pengusaha farmasi yang tergabung dalam Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI) mengaku efek dari kebijakan tarif resiprokal yang dicanangkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tidak terjadi langsung karena AS sendiri tidak mengimpor bahan baku farmasi dari Indonesia.

Direktur Eksekutif GPFI Elfiano Rizaldi mengatakan industri farmasi di Indonesia tidak berdampak langsung dari tarif resiprokal Trump, karena Indonesia sendiri tidak mengekspor bahan baku farmasi ke AS.

"GPFI ingin menyampaikan beberapa hal, khususnya terkait dengan tarif resiprokal dari AS. Intinya adalah bahwa farmasi Indonesia itu boleh dikatakan 0% untuk ekspor ke AS. Jadi AS tidak mengimpor obat farmasi dari Indonesia, karena mereka merasa sudah menjadi negara maju," kata Elfiano saat memberikan paparannya dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Komisi VII DPR RI, Senin (28/4/2025).

Meski tidak berdampak langsung, tetapi dampak tidak langsungnya cukup besar, karena negara lain seperti China dan India yang biasanya mengekspor farmasinya ke AS, bisa mengalihkan ekspornya ke Indonesia karena pasarnya masih menjanjikan. Apalagi kebutuhan bahan baku obat-obatan di Indonesia masih banyak dari impor.

"Namun konsekuensi dari AS menerapkan tarif ini, kami mengkhawatirkan akibat dari tarif tersebut, negara-negara dari China dan India yang kita khawatir akan terbuka lebar untuk mengekspor ke Indonesia. Apabila Indonesia tidak melakukan kebijakan yang dengan lebih baik dan hati-hati," tambah Elfiano.

Alasan AS Misuh-misuh Soal TKDN

Anggota GPFI yang mendampingi Elfiano dalam rapat itu menambahkan jika kondisi saat ini memang belum dapat diprediksi, tetapi dengan adanya rencana pemerintah AS yang akan menerapkan tarif untuk farmasi, maka hal ini dapat mempengaruhi pemain lokal.

"Kalau lihat kebijakan tarif, awalnya itu farmasi tidak dikenakan sebenarnya, tapi terakhir berkembang isu bahwa Presiden AS akan mengenakan tarif juga untuk farmasi, dampaknya ke industri farmasi lokal nantinya," ungkapnya.

Pihaknya menambahkan aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) juga dapat mempengaruhi industri farmasi di AS. Hal ini diungkapnya dari laporan 2025 National Trade Estimate (NTE) yang dibuat oleh Kantor Perwakilan Dagang AS (United States Trade Representative/USTR).

"Laporan National Trade Estimate bahwa TKDN di Indonesia itu memengaruhi industri farmasi AS. Apakah benar mempengaruhi industri farmasi Amerika? Dan ini yang dikhawatirkan oleh teman-teman di anggota GPFI, apabila misalnya TKDN yang sekarang itu diarahkan sebenarnya untuk pengembangan industri hulu, dalam hal ini industri bahan baku obat itu akhirnya dibuka nanti, termasuk salah satunya pembebasan impor barang jadi yang sebenarnya sudah bisa diproduksi di dalam negeri," ujarnya.

Adapun kekhawatiran lainnya yakni terkait lima paket kebijakan yang dinegosiasikan termasuk soal TKDN dan impor obat-obatan yang sudah jadi.

"Ini kekhawatiran kita sebenarnya, karena dari 5 paket kebijakan yang dinegosiasikan itu adalah terkait dengan TKDN dan impor nanti di produk jadi. Jadi kenapa akhirnya AS concern dengan farmasi ini kita pahami karena kalau kita lihat dari pasar farmasi global itu ternyata 45% itu di AS ternyata," ungkapnya.

Oleh karena itu, pasar farmasi di dunia sejatinya berada di AS. Mereka khawatir karena bahan baku farmasi di AS tidak sepenuhnya diproduksi sendiri. Artinya, 36% berasal dari impor. Sedangkan sisanya yakni 64% diproduksi di luar AS, tetapi atas nama perusahaan AS.

"Hampir setengah dari pasar farmasi dunia itu ada di AS. Dan yang membuat mereka khawatir memang sekitar 36% itu impor. Sedangkan yang 64% itu adalah produksi dari perusahaan farmasi AS tapi produksinya tidak di AS, ada yang di Eropa, jadi ini yang membuat rencana kebijakan tarif ini alasannya untuk menarik kembali manufaktur mereka yang ada di Eropa termasuk di negara lain masuk kembali ke AS," ungkapnya lagi.

Menurutnya, hal ini berdampak kepada kemampuan daya saing perusahaan farmasi di AS. Selain itu, meski kebijakan tarif belum menyasar ke industri farmasi, tetapi perusahaan farmasi global itu sudah mulai berinvestasi kembali ke AS.

"Nah ini yang membuat mereka khawatir, karena apa? Karena memang akan membebani terkait dengan kemampuan daya saing mereka. Dan inilah dampak yang sudah kelihatan. Meskipun untuk farmasi itu belum dikenakan kebijakan tarif itu, industri-industri farmasi global itu sudah berinvestasi kembali ke AS," imbuhnya.


(dce)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Tarif Trump Ancam Produk Farmasi

Next Article Video: Prospek Bisnis Consumer di Tengah Penurunan Daya Beli

Read Entire Article
Photo View |