Mobil Bensin Bisa Terancam Gara-Gara Mobil Listrik China, Ini Sebabnya

1 day ago 5

Jakarta, CNBC Indonesia - Mobil bensin konvensional yang menggunakan bahan bakar minyak (BBM/ bensin) alias Internal Combustion Engine (ICE) bisa terancam semakin kompetitifnya mobil listrik (Battery Electric Vehicle/ BEV). Terutama mobil listrik BEV China.

Artinya, tanpa harus perang harga, mobil listrik akan dapat semakin mengikis pasar mobil ICE di Indonesia. Apalagi, saat ini semakin banyak mobil listrik China, baik BEV maupun hybrid (HEV), yang masuk pasar RI. Mengusung berbagai model dan merek.

Pengamat otomotif Yannes Pasaribu mengatakan, mobil listrik China yang harganya semakin kompetitif akan dengan cepat mengincar pasar kelompok usia millenial dan Gen Z. Mereka adalah kelompok konsumen atau calon konsumen dengan daya beli yang belum kuat, memiliki kemampuan daya beli di range harga Rp200-500 juta.

"Milenial dan Gen Z sudah lebih melek teknologi serta mulai melirik teknologi ramah lingkungan dengan biaya kepemilikan lebih rendah. Jadi, meski diskonnya kecil, harga mobil hybrid China akan semakin kompetitif jika dibandingkan dengan HEV lokal bahkan ICE lokal (sebentar lagi)," katanya kepada CNBC Indonesia, Kamis (12/6/2025).

Hal itu, lanjutnya, karena skala produksi besar dan strategi banting harga untuk merebut pasar ICE konvensional.

"Mobil hybrid China dengan harga murah (meski tanpa insentif) dapat menggerogoti segmen ICE konvensional, terutama di generasi muda konsumen baru kelas menengah. Mobil hybrid konvensional (seperti Toyota Innova) berisiko kehilangan pasar karena harga hybrid China diprediksi lebih murah 30-40% dengan teknologi serupa, bahkan beberapa sudah lebih advance," bebernya.

"Sekarang ini kita lihat harga EV entry-level China sudah mendekati Rp200 juta (setelah insentif). Semakin menempel dan mulai mengancam mobil ICE low-end (LCGC) seperti Toyota Agya/ Daihatsu Ayla, lalu mereka juga masuk ke segmen low MPV 7 seater mengingat 83% konsumen Indonesia lebih memilih mobil 7 penumpang," jelasnya.

Kondisi ini, kata dia, akan mempercepat pengembangan ekosistem mobil listrik di Indonesia.

Harga Baterai Mobil Listrik Tambah Tantangan Baru

Di tengah kondisi itu, lanjutnya, muncul tantangan baru. Kata Yannes, saat ini sedang terjadi penurunan harga baterai mobil listrik jenis LFP (Lithium Iron Phosphate).

"Harga baterai LFP global sedang turun dari US$149/kWh pada 2023 jadi sekitar US$99/kWh. Sedang berlangsung penurunan yang signifikan," ucapnya.

Penurunan harga baterai LFP itu, terangnya, dipicu beberapa faktor. Di antaranya, sebut Yannes, overproduksi di China menjadi pemicu signifikan karena China mendominasi produksi baterai LFP dunia.

"Kapasitas produksi yang berlebih menciptakan persaingan ketat antarprodusen, sehingga semakin menekan harga baterai," ujarnya.

"Lalu terjadi penurunan harga lithium, bahan utama dalam baterai LFP, yang telah anjlok lebih dari 85% sejak puncaknya pada 2022. Ini juga turut berkontribusi besar," sebutnya.

Pemicu lain, paparnya, akibat efisiensi produksi teknologi produksi baterai di China yang semakin meningkat seiring dengan scaling up keekonomiannya dan inovasi teknologi manufaktur China yang sangat cepat berkembang.

"Selain itu, permintaan pasar yang bergeser ke LFP akibat tren minat pasar terbesar dunia pada EV entry-level yang lebih murah, mendorong penurunan harga. Belum lagi produsen seperti CATL, BYD dan lainnya yang terus mengoptimalkan rantai pasok mereka secara global yang semakin mempercepat penurunan biaya produksinya," kata Yannes.

Karena itu, sambung Yannes, jika produsen ICE lokal tidak beradaptasi dengan strategi harga atau inovasi, pangsa pasarnya berisiko tergerus oleh preferensi generasi baru yang lebih rasional dan open mind terhadap alternatif lifestyle ramah lingkungan.


(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Mobil Listrik Lagi Menggila, Penjualan Naik 25% di 2024

Read Entire Article
Photo View |