Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com
Demonstrasi yang terjadi di berbagai kota di tanah air dalam beberapa hari terakhir mencerminkan adanya saluran aspirasi yang tersumbat dari rakyat kepada pengelola negara. Terhambatnya aspirasi masyarakat tersebut terkulminasi dengan kekecewaan atas berbagai kebijakan yang tidak mencerminkan keadilan.
Sayangnya, suara rakyat tersebut tidak disambut dengan tangan terbuka oleh para wakilnya di parlemen maupun pejabat eksekutif. Rakyat yang menyampaikan aspirasi justru harus berhadapan dengan gas air mata hingga mobil lapis baja yang menghadang mereka.
Gedung-gedung perwakilan rakyat hingga markas kepolisian di banyak daerah terbakar. Bahkan, pada Kamis (28/8/2025) malam Jumat lalu di Jakarta, kita melihat pengemudi ojek daring Affan Kurniawan menjadi martir dalam peristiwa tragis di tengah demonstrasi.
Apa yang pada hakikatnya dibutuhkan oleh masyarakat? Jika kita mengutip Filsuf Inggris Edmund Burke, "pemerintahan sejatinya dibentuk oleh kebijaksanaan manusia untuk menghadirkan keinginan rakyat", kita dapat membaginya ke dalam dua hal pokok: kebijaksanaan dan kebijakan untuk menghadirkan keinginan rakyat.
Kebijaksanaan itu akan lahir dari partisipasi aktif dua arah antara rakyat dengan wakilnya di parlemen. Di saat bersamaan, pemerintah harus mau untuk mengevaluasi kebijakan yang selama ini tidak menghadirkan rasa keadilan di tengah masyarakat. Dua hal inilah yang urgen untuk dijalankan pemerintah saat ini.
Partisipasi Aktif Dua Arah
Partisipasi publik dalam negara demokratis mengharuskan adanya dua arah yang saling berbicara dan mendengarkan. Masyarakat perlu untuk terus merawat partisipasi aktif dalam mengawal berbagai kebijakan publik yang dibuat oleh pemerintah. Berbagai aksi demonstrasi dalam beberapa waktu terakhir telah menunjukkan terawatnya partisipasi aktif dari masyarakat ini.
Di sisi lain, partisipasi aktif dari bawah ini harus disambut oleh partisipasi aktif dari atas. Wakil rakyat maupun pejabat eksekutif harus aktif mendengarkan berbagai tuntutan dari warga. Setelah itu, aspirasi tersebut perlu ditindaklanjuti menjadi kebijakan yang mensejahterakan rakyat. Dari situlah kita baru dapat menyebut adanya partisipasi bermakna di ruang demokrasi kita.
Masalahnya, akhir-akhir ini kita tidak mendapati partisipasi bermakna tersebut. Sebab, respon para legislator maupun pejabat eksekutif acapkali nirempati dengan keresahan publik.
Komentar-komentar anggota DPR kerap tidak sensitif dengan kritik dan aspirasi masyarakat. Mereka terkesan abai dengan harapan masyarakat yang memilih mereka dan justru menjadi pembela dari kepentingan elite-elite politik semata. Ketika arogansi ini terus menerus terjadi, kegeraman masyarakat menjadi tidak terelakan.
Para wakil rakyat wajib berbenah diri dalam mendengarkan konstituennya. Mereka harus senantiasa ingat bahwa jabatan mereka berfungsi untuk menyuarakan kegelisahan masyarakat kepada para pembuat kebijakan.
Aspirasi masyarakat sudah sepatutnya menjadi landasan inspirasi dari kebijakan yang dibuat oleh pemerintah agar berpihak kepada rakyat. Dengan begitu, partisipasi bermakna dalam ruang publik yang demokratis dapat terwujud.
Hadirkan Keadilan Sosial
Hal lain yang perlu segera dilakukan oleh pemerintah adalah menghadirkan rasa keadilan di tengah masyarakat. Di tengah kondisi yang sulit seperti saat ini, keadilan hukum dan ekonomi menjadi kebutuhan pokok yang tidak dapat ditawar.
Di ranah hukum, keadilan dalam penanganan berbagai kasus harus tampak di masyarakat. Para petugas yang terlibat kekerasan dalam penanganan demonstrasi, apalagi yang menyebabkan nyawa melayang, harus ditindak secara tegas, transparan, dan konsekuen.
Masyarakat harus mendapatkan jaminan bahwa pemerintah tidak bermain-main dengan nyawa warganya dan pemerintah benar-benar berkomitmen untuk menangani aksi masyarakat secara humanis tanpa kekerasan sedikitpun.
Selain itu, pemerintah juga perlu menjamin bahwa berbagai kasus korupsi yang melibatkan pejabat publik mendapatkan hukuman setimpal. Janji Presiden Prabowo Subianto yang berulang kali menyampaikan akan mengejar dan menghukum para koruptor perlu dibuktikan. Para hakim yang bertugas juga perlu mengurangi belas kasihan kepada pelaku korupsi dan menggesernya untuk berwelas asih pada masyarakat yang dirugikan oleh tindakan korup mereka.
Pemerintah juga perlu menyadari bahwa kondisi ekonomi di tengah masyarakat sedang tidak baik-baik saja. Betapapun angka pertumbuhan perekonomian dikabarkan oleh pemerintah, masyarakat lebih mengamati kondisi yang mereka alami sendiri.
Kondisi perekonomian di masyarakat tidak hanya dipengaruhi oleh aktivitas ekonomi yang menopang pertumbuhan seperti perdagangan dan investasi. Lebih daripada itu, masyarakat juga merasakan beban perekonomian seperti pajak dan inefisiensi pasar.
Kebijakan pajak kita hari ini masih belum mencerminkan rasa keadilan. Dalam berita yang beredar, pejabat-pejabat negara yang bergaji puluhan kali lipat dari pendapatan rata-rata masyarakat justru pajaknya dibebankan kepada negara, alih-alih dipotong dari gaji mereka.
Di saat bersamaan, masyarakat tetap harus membayar pajak, baik dari upah yang mereka terima ataupun transaksi jual beli yang mereka keluarkan. Memang benar, pajak merupakan bentuk partisipasi aktif dalam pembangunan. Walau demikian, partisipasi tersebut juga harus proporsional dan tidak membebani publik.
Inefisiensi pasar juga tampak dari sulitnya masyarakat memenuhi kebutuhan pokok mereka, misalkan kebutuhan akan tempat tinggal. Dalam beberapa tahun terakhir, kita menyaksikan harga properti di berbagai daerah melambung tinggi di luar jangkauan pendapatan rata-rata masyarakat.
Di berbagai kanal berita, berbagai laporan telah menunjukkan betapa sulitnya generasi muda untuk bisa memiliki rumah. Di saat bersamaan, pemerintah justru menganggarkan tunjangan perumahan bagi para pejabat dengan angka fantastis. Apapun alasan yang diajukan, kebijakan ini tidak memberikan rasa keadilan di tengah masyarakat yang sedang mengalami kesulitan.
Di tengah kondisi saat ini yang semakin genting, sudah waktunya bagi pemerintah untuk segera berbenah. Partisipasi aktif publik harus disambut dengan kerendahan hati untuk mendengarkan sehingga timbul kebijaksanaan.
Kemudian, aspirasi tersebut perlu diwujudkan menjadi kebijakan hukum dan ekonomi yang menghadirkan keadilan sosial. Dengan begitu, kegeraman masyarakat dapat mereda dan rasa aman dapat kembali.
(miq/miq)