Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com
Sejak menjadi calon presiden, Prabowo Subianto sudah menjadikan isu kedaulatan pangan sebagai isu sentral dalam kampanye pemilihan presiden. Konsisten walau kalah dua kali, kedaulatan pangan tetap ia gaungkan sampai terpilih menjadi presiden dalam pilpres lalu.
Prabowo sadar betul, kedaulatan pangan sebagai pondasi menuju kesejahteraan Indonesia. Maka Asta Cita di mana salah satu poin utamanya adalah membangun dari desa dijadikan pijakan kokoh agar ekonomi desa bergerak.
Koperasi Merah Putih berbasis desa/kelurahan pun diluncurkan. Harapannya petani, nelayan hingga peternak sebagai kelompok miskin bisa terangkat melalui penyederhanaan rantai ekonomi.
Target pertumbuhan ekonomi 8% dengan angka kemiskinan 0% hanya bisa diraih dengan mengandalkan pertumbuhan ekonomi dari desa. Artinya kedaulatan pangan menjadi kunci utamanya.
Lalu, bagaimana arah dan ijtihad kebijakan Prabowo saat ini? Apakah mampu menjawab tantangan ekonomi global yang tidak pasti, kebijakan dan operasionalisasinya sejauh mana?
Pangan Saat ini
Tidak ada kemerdekaan sebelum petani hingga nelayan sejahtera. Kalimat ini bisa diperdebatkan, namun faktanya lebih dari 50% penduduk miskin ada di desa dan pesisir.
Ketika mendengarkan pidato, kebijakan dan angka-angka dalam APBN 2026 oleh Prabowo, nampaknya tidak berlebihan kita menaruh harapan akan kesejahteraan itu bisa terwujud.
Pangan menjadi kunci utama menuju kesejahteraan. Petani dan nelayan pelakunya. Maka dalam penyampaian pandangan pemerintah dalam rapat paripurna DPR beberapa waktu lalu, Menteri Keuangan ketika itu Sri Mulyani menyebutkan pondasi pertumbuhan ekonomi 2026 adalah petani dan nelayan. Ini artinya apa? Prabowo ingin segera berdaulat pangan secepatnya. Petani dan nelayan harus sejahtera.
Pangan, khususnya beras saat ini, capaiannya bagus. Produksi beras menyentuh angka 32 juta ton setara beras atau 52 juta gabah kering panen nasional sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS).
Cadangan pangan 4 juta ton, harga gabah kering panen di tingkat petani bagus, kisaran Rp 6.500 hingga Rp 7.400, mungkin paling bagus sepanjang sejarah. Kebutuhan konsumsi beras tahunan minimal 31 juta ton. Masih ada surplus minimal 500 ribu ton hingga satu juta ton beras. Sampai Agustus 2025 tidak ada lagi impor beras yang membuat petani kecewa.
Kapasitas pangan kita saat ini cukup bagus. Lalu kenapa ada gejolak harga beras di pasar? Ini bukan perkara mudah lantaran 95% pasar beras masih dikuasai oleh swasta.
Pidato Prabowo bahwa penggilingan yang nakal akan "dieksekusi" adalah bentuk kesadaran dan peringatan kepada swasta agar jangan main-main soal beras. Walau kendali harga pemerintah belum mampu, tapi Prabowo meminta agar swasta bekerja dengan benar.
Adanya stimulan bantuan pangan yang terlambat dan adanya beras SPHP baru 20% dari rencana membuat harga beras terus naik. Kenapa terjadi? Transisi anggaran dan mekanisme administrasi membuat kordinasi lintas lembaga lambat. Akibatnya harga beras di pasar terlanjur naik. Jika harga sudah naik, maka bisa dipastikan akan susah untuk turun.
Kemauan Prabowo untuk bergerak cepat masih terganggu sekat di sisi regulasi dan kelembagaan yang membutuhkan perubahan. Usulan perubahan UU Pangan dibutuhkan untuk mendobrak tata kelola beras nasional yang masih dikuasai oleh swasta. Setidaknya minimal negara bisa menguasai pangan stok nasional di angka 50%, PBB membolehkan minimal 20%.
White food (pangan putih) yang berkonotasi pada produksi pangan daratan mulai beras, jagung, singkong dan umbi-umbian dan blue food (pangan biru) yang berasal dari laut mulai ikan sampai rumput laut bisa menjadi kunci kedaulatan pangan. Potensi pangan lokal sangat cukup untuk menggambarkan bahwa Indonesia tidak kekurangan pangan.
Pangan lokal sebagai andalan pangan masa depan saat ini terus diperkuat. Pangan lokal kita cukup untuk kondisi darurat di mana Indonesia memiliki 77 jenis pangan sumber karbohidrat, 75 jenis pangan sumber protein, 110 jenis rempah dan bumbu, 389 jenis buah-buahan, 228 jenis sayuran, 26 jenis kacang-kacangan, dan 40 jenis bahan minuman.
Pangan tersebut tersebar dari Sabang sampai Merauke, cukup untuk mengantisipasi krisis pangan yang mungkin terjadi. Pangan lokal cukup bahkan lebih untuk mendapatkan status swasembada berbasis pangan lokal.
Globalisasi Pangan
Tatanan global pangan saat ini sangat kapitalistik di mana kekuatan kapital memegang kunci dalam distribusi dan rantai pasok pangan. Produsen pangan memilih diam bahkan enggan menjaga keseimbangan pangan dunia. Satu sisi ada stok pangan melimpah, sisi dunia lain kekurangan. Keadilan pangan hilang dalam tata kelola global, FAO memble saat rantai pasok pangan dunia goyah.
Seolah FAO "menikmati" orang yang kelaparan akut di Afrika mencapai 53 juta jiwa di Somalia, Ethiopia hingga Sudan. Bencana kelaparan di Gaza, Palestina, seolah hanya dongeng bagi FAO, mereka semua mengalami malmutrisi dan kekuarangan pangan, namun justru diam melihat 50% penduduk AS kegemukan karena pola makan yang berlebih.
Akibat perang Rusia-Ukraina membuat hampir 13 juta orang kekurangan gizi, target MDGs untuk menghilangkan 1 miliar orang kelaparan di seluruh dunia gagal tercapai. Pangan sebagai hak asasi manusia yang harus disediakan oleh negara dimanapun berada gagal diwujudkan karena keserakahan dan dominasi negara besar menguasai pangan.
Pangan saat ini dijadikan senjata mematikan bagi negara maju, proteksi pangan dalam negeri, pengenaan tarif bea masuk tinggi membuat negara berkembang sulit bersaing dan mendapatkan pangan. Kalaupun ada harganya sudah mahal.
Pangan global sedang bermasalah. Kita tidak perlu mengandalkan dunia luar, visi kedaulatan pangan harus mampu menjawab bahwa Indonesia bisa berdiri tegak dengan kaki sendiri.
Ijtihad Percepatan
Usaha sungguh-sungguh dimulai dengan visi yang benar, Indonesia negara agraris dan maritim. Anggaran pangan dari 1% era Jokowi menjadi 5% era Prabowo menjadi bukti keseriusan wujudkan daulat pangan.
Idealnya 10% atau kisaran 300 triliun rupiah seperti program MBG. Jika 10%, maka hulu sampai hilir pertanian perikanan akan tergarap dengan optimal. Tidak ada negara maju yang anggaran pertanian sedikit. Di titik ini Prabowo terbukti berkomitmen.
Selanjutnya penguatan sumber daya petani, nelayan dan peternak. Mereka pelaku utama sektor pangan. Lahirnya program petani milenial baru sebatas tercatat dan administrasi. Baru 2% petani muda yang terlibat, masih belum menarik. Perlu terobosan besar, dengan anggaran 300 triliun rupiah cukup untuk memberikan gaji kepada petani dan nelayan.
Jadikan petani, nelayan hingga peternak profesi yang membanggakan agar para sarjana pertanian dan perikanan pulang membangun desa dan pesisir mereka. Jika ini menjadi kebijakan maka pergerakan ekonomi di desa serta pesisir akan lebih cepat serta membantu Koperasi Merah Putih bergerak.
Percepatan anggaran dan sumber daya manusia akan mendorong produksi dan pemasaran di level bawah. Capaian produksi padi dan juga pengelolaan sumber daya pesisir akan membuat aliran ekonomi mulai dari hulu atau perdesaan menuju perkotaan semakin cepat.
Kemudian, alih teknologi. Tidak bisa ditawar, bahkan perlu revolusi teknologi pangan nasional. Keberanian dalam adopsi teknologi pertanian perikanan harus serius dilakukan. Belanja teknologi jangan kalah dengan belanja persenjataan pertahanan negara.
Teknologi modern sektor pangan akan berdampak cepat. Hasilnya bisa kita rencanakan. Dengan teknologi, China menguasai 28% produksi beras dunia, sedangkan India sebesar 23%. Indonesia hanya 6%, masih jauh jika bicara ingin menjadi pemain pangan kelas dunia.
Prabowo sadar, kedaulatan bisa diraih dengan anggaran, sumber daya manusia, teknologi dan terakhir pasar dunia. Tiga syarat di depan memastikan kedaulatan pangan bisa tercukupi secara kualitas dan kuantitas. Stok aman dan harga terjangkau.
Pasar dunia waktunya bergeser ke China dan Eropa. Kehadiran Prabowo dalam parade Militer China di Beijing beberapa waktu lalu memberikan sinyal ke mana Prabowo akan berpihak lebih dalam.
Hari Tani sekarang menjadi momen penting untuk hadirkan kembali spirit kedaulatan pangan menjadi fakta dan angka, bahwa petani Indonesia sejahtera. Pangan yang kita makan adalah produk petani sendiri untuk hadirkan Indonesia Emas 2045.
(miq/miq)