Harga Minyak Dunia Diprediksi Bakal Ambles, Kenapa?

1 day ago 5

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah terpantau sumringah sepanjang pekan ini, meski para trader memperkirakan permintaan yang lebih lemah di Amerika Serikat (AS) dan peningkatan pasokan musim gugur ini dari negara penghasil minyak (OPEC) dan sekutunya.

Sepanjang pekan ini, harga minyak acuan Brent menguat 0,58%. Sedangkan untuk jenis light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) bertambah 0,55%. Pada perdagangan Jumat (29/8/2025), Brent justru merosot 0,73% di posisi US$ 68,12 per barel, sedangkan WTI ambles 0,91% di US$ 64,01 per barel.

Pasar sebagian mengalihkan fokusnya ke pertemuan OPEC+ pekan depan, di mana produksi minyak mentah telah meningkat dari OPEC+, karena kelompok tersebut telah mempercepat kenaikan produksi untuk mendapatkan kembali pangsa pasar, meningkatkan prospek pasokan dan membebani harga minyak global.

"Secara keseluruhan, intinya adalah kita akan melihat lonjakan pasokan yang mengisi pasar dengan permintaan yang lesu," kata Andrew Lipow, presiden Lipow Oil Associates, dikutip dari Reuters.

Musim berkendara musim panas AS berakhir pada hari libur Hari Buruh Senin besok, menandakan berakhirnya periode permintaan tertinggi di AS, yang merupakan pasar bahan bakar terbesar.

"Pasar mulai mempertanyakan dampak tarif terhadap prospek ekonomi tahun depan," lanjut Lipow.

Peningkatan pasokan minyak mentah belum masuk ke pasar AS, meningkatkan kemungkinan pasokan dan permintaan akan berada dalam keseimbangan yang lebih ketat.

Di lain sisi, Goldman Sachs memperkirakan harga kontrak berjangka minyak mentah Brent akan turun ke level terendah US$ 50 per barel pada akhir 2026, karena peningkatan surplus minyak tahun depan.

"Kami memperkirakan surplus minyak akan melebar dan mencapai rata-rata 1,8 juta barel per hari pada kuartal IV-2025 hingga kuartal IV-2026, yang akan mengakibatkan peningkatan stok global hampir 800 juta barel pada akhir 2026," ungkap bank investasi AS tersebut dalam catatannya, dilansir dari Reuters.

Diperkirakan bahwa minyak yang disimpan di negara-negara OPEC+ akan mencapai sepertiga dari total stok global atau 270 juta barel pada 2026. Ditambah dengan berkurangnya permintaan di negara-negara OECD, dikatakan bahwa hal ini akan menurunkan nilai wajar Brent dari pertengahan US$ 70-an saat ini.

Goldman mengatakan harga Brent kemungkinan akan tetap mendekati harga kontrak berjangka selama sisa di 2025, tetapi akan turun di bawah kontrak tersebut tahun depan karena peningkatan stok OECD semakin cepat.

Namun, potensi percepatan pertumbuhan stok China menjadi 0,8 juta barel per hari dari 0,4 juta barel per hari pada tahun ini akan menaikkan rata-rata Brent 2026 sebesar US$ 6 per barel dibandingkan dengan dasar bank sebesar US$ 62.

CNBC INDONESIA RESEARCH

(chd/chd)

Read Entire Article
Photo View |