Gagal Manfaatkan Peluang: Mengapa Rupiah Melemah Saat Dolar Goyah?

5 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Pergerakan mata uang rupiah dan indeks dolar menunjukkan tren yang sejalan. Rupiah kini tak mampu menguat saat indeks dolar melemah.

Indeks dolar atau DXY menghitung nilai tukar dolar AS terhadap sekeranjang mata uang utama dari negara-negara mitra dagang utama Amerika Serikat (AS). Ke enam mata uang itu adalah euro, yen, pound sterling, dolar Kanada, krona Swedia dam Franc Swiss.

Secara teori, saat indeks dolar melemah seharusnya mata uang rupiah menguat. Indeks dolar yang turun menandai adanya penjualan dolar AS secara besar-besaran.

Investor atau trader akan mengalihkan investasi yang dulunya dalam denominasi dolar ke instrumen lain.
Biasanya, instrument di Emerging Markets seperti Indonesia menjadi pilihan karena menarik. Rupiah menjadi alternatif bagi investor yang menjual dolar dan berinvestasi ke tempat lain.

Sayangnya, teori ini tidak berjalan sekarang. Rupiah justru ambruk parah di tengah melemahnya dolar AS. Kondisi ini mencerminkan jika dana investor tidak digunakan untuk membeli rupiah.

Bila merujuk data sepanjang tahun ini, pergerakan yang tak sejalan sangat terasa sejak Maret 2025.

Pada awal tahun hingga Februari, rupiah masih memiliki kekuatan untuk menguat saat dolar turun.

Saat indeks dolar ambruk pada 11-17 Februari 2025, rupiah ikut menguat signifikan. Indeks dolar sempat ambruk 1,6% dan rupiah menguat 1%.

Namun, kondisi mulai berubah memasuki pertengahan Maret tahun ini. Saat indeks dolar anjlok 0,4% pada 14-18 Maret 2025, rupiah juga terguncang hebat dengan turun 0,61%.

Pelemahan rupiah saat itu lebih disebabkan oleh faktor internal mulai dari jebloknya pendapatan negara, isu Sri Mulyani mundur, hancurnya bursa saham, hingga derasnya capital outflow.

"Investor melihat ini (penurunan pendapatan) sebagai sinyal potensi tekanan fiskal, apalagi kalau defisit melebar. Jadi mereka lebih hati-hati, termasuk dalam pegang aset berdenominasi rupiah," kata ekonom Panin Sekuritas, Felix Darmawan, kepada CNBC Indonesia.

Tekanan hebat pada rupiah terjadi setelah pasar keuangan dibuka usai libur Lebaran yakni pada 8 April 2025.

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Selasa (08/4/2025) ditutup pada posisi Rp16.860/US$, rupiah atau melemah 1,84%. Pada perdagangan intraday 9 April 2025, rupiah bahkan sempat menyentuh Rp16.970/US$ yang menjadi terburuk sepanjang masa.

Rupiah terus dalam tren pelemahan sejak pasar dibuka April ini. Sepanjang bulan ini, rupiah sudah ambruk 1,5% sementara dolar sudah jatuh sekitar 4%.

Ada sejumlah alasan mengapa teori indeks dolar AS dan rupiah tidak berlaku saat ini. Di antaranya adalah gejolak eksternal yang besar serta kondisi dalam negeri yang kurang mendukung. Dari eksternal, tekanan datang dari kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump sementara dari internal berupa pelemahan indikator ekonomi hingga jebloknya pendapatan negara.

Kebijakan tarif perdagangan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump memberlakukan tarif bea impor dengan tarif dasar 10% pada semua impor ke AS dan bea masuk yang lebih tinggi pada puluhan negara lain.

Ketidakpastian global dan ketidakjelasan dampak perang dagang membuat investor asing kabur dari pasar keuangan Indonesia dan ini membuat mata uang rupiah tertekan.

Bank Indonesia merilis data transaksi 8-10 April 2025 yang secara agregat investor asing tercatat jual neto Rp24,04 triliun. Akumulasi jual neto tersebut didorong jual neto di pasar SRBI, Surat Berharga Negara (SBN), dan saham masing-masing sebesar Rp10,47 triliun, Rp7,84 triliun dan Rp5,73 triliun.

Net sellsebesar Rp24 triliun tersebut merupakan yang terburuk setidaknya sejak Januari 2023 atau dua tahun terakhir.

Indeks Dolar Melemah

Sejak April 2025 atau setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan kebijakan tarifnya (2/4/2025), indeks dolar AS dalam tren pelemahan. Sejak 2 April lalu hingga hari ini, Rabu (16/4/2025), indeks dolar sudah ambruk 3,8%.

Indeks dolar bahkan menyentuh 99,80 pada hari ini atau posisi terlemahnya sejak Juli 2023.

Secara keseluruhan, pergerakan indeks dolar yang melemah mencerminkanhilangnya kepercayaan investor terhadap dolar ASdi tengah ketegangan perdagangan, kekhawatiran inflasi, dan kemungkinan resesi, yang mendorong investor untuk beralih ke mata uang dan aset lain yang dianggap lebih stabil.

Menurut Win Thin, kepala strategi pasar global di Brown Brothers Harriman (New York), pelemahan dolar dalam beberapa pekan terakhir tidak lagi hanya disebabkan oleh kekhawatiran akan resesi atau ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh The Fed. Ia mengatakan:

"Ini lebih pada hilangnya kepercayaan dan kredibilitas terhadap dolar, serta terhadap kebijakan ekonomi AS," ujar Win.

Biasanya, dalam situasirisk-off(ketika investor menghindari risiko), dolar AS akan menguat sebagai aset safe haven. Namun, kali ini peran itu justru diambil alih oleh yen Jepang dan franc Swiss, sementara dolar justru terus tertekan.

(mae/mae)

Read Entire Article
Photo View |