Catatan Gelap Indonesia : Kisah Pilu Refleksi Hari Buruh

1 day ago 5

Jakarta, CNBC Indonesia - Hari ini, tepat 1 Mei 2025, kita memperingati Hari Buruh. Tapi lebih dari sekadar seremonial, ini adalah hari untuk mendengar suara-suara yang selama ini tenggelam, suara buruh yang terluka, terabaikan, dan dilupakan.

Dari pabrik ke tambang, dari ruang kelas ke pabrik garmen, mereka bekerja dalam senyap, menjaga ekonomi tetap bergerak. Namun, sering kali hak mereka tak terpenuhi, suara mereka diredam, dan keberadaan mereka dianggap biasa.

Kita tidak bisa menutup mata atas kisah pilu mereka yang tak menerima upah layak, yang tak punya jaminan kerja, yang terluka tanpa perlindungan, yang bekerja tapi tetap lapar.

Sejatinya, buruh bukan hanya angka statistik, mereka adalah manusia yang layak dihormati.

Berikut beberapa kisah pilu buruh Indonesia yang menjadi refleksi kita bersama pada hari ini :

Kisah Marsinah

Setiap Hari Buruh, nama Marsinah selalu menggema. Sosoknya bukan sekadar simbol perjuangan, tapi cermin keteguhan seorang buruh wanita yang tak gentar menuntut keadilan. Bagaimana tidak dia sampai dibunuh oleh orang hanya karena menuntut kenaikan gaji layak.

Marsinah adalah buruh PT Catur Putera Surya (CPS) di Porong, Jawa Timur. Dia aktif mengadvokasi kesejahteraan rekan-rekan sesama buruh. Kala itu, pemerintah Provinsi Jawa Timur sudah menetapkan UMP sebesar Rp2.250. Dari ketetapan, Pemprov mengeluarkan surat edaran agar para pengusaha menaikkan upah buruh.

Namun, PT CPS enggan melakukan hal serupa dan mempertahankan buruh dengan gaji lama, yakni Rp1.700 per bulan. PT CPS ingin kenaikan hanya menyasar tunjangan, bukan gaji pokok.

Jelas, Marsinah memprotes hal tersebut. Bagi Marsinah, kenaikan tunjangan merugikan para buruh. Sebab, jika sakit atau ada keperluan lain, maka yang bersangkutan tak dapat tunjangan. Apalagi para buruh perempuan yang terkadang tak bisa masuk kerja akibat, hamil, menstruasi, dan sebagainya.

Atas dasar ini, Marsinah mendorong rekan-rekan melakukan pemogokan massal. Singkat cerita, pemogokan massal pun terjadi.

Ketika pemogokan, beberapa buruh dipanggil ke Kodim. Pada masa Orde Baru, militer sering menjadi mediator untuk menyelesaikan permasalahan antara buruh dan pengusaha pabrik.

Dari pemanggilan tersebut emosi Marsinah memuncak ketika buruh yang dipanggil dipaksa resign dari pabrik. Pada titik inilah, Marsinah ingin datang ke Kodim. Namun nasib buruk malah menimpa Marsinah

Pada 8 Mei 1993, dua hari usai dipanggil ke Kodim, Marsinah ditemukan tubuh di suatu gubuk. Hasil visum menyebut dia mendapat luka-luka di bagian bawah tubuh. Banyak tulangnya patah. Organ-organ dalamnya rusak. Menurut tim autopsi, ini tanda kekerasan.

Meski penyebab kematian sudah terkuak, kematian Marsinah di 24 tahun menjadi tanda tanya sampai sekarang dan tak diketahui siapa pembunuhnya.

Mantan Karyawan Sritex : PHK Sebelum Lebaran

Baru-baru ini kita juga mendengar cerita pilu dari teman-teman buruh yang bekerja di industri garmen.

Perusahaan garmen, PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex di Sukoharjo mengalami pailit memaksa-nya harus melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap lebih dari 11.000 karyawan. Hal ini cukup menyedihkan karena terjadi bertepatan sebelum lebaran.

Mengutip detikcom (5/32/205) salah satu kurator, Denny Ardiansyah mengatakan bahwa kondisi perusahaan sudah merugi dan tidak memiliki kemampuan membayar THR.

Menurutnya, menunda PHK akan lebih membuat para karyawan lebih terbebani.

Diketahui buruh Sritex mulai di-PHK tertanggal 26 Februari. Namun, hari terakhir buruh kerja ialah 28 Februari atau sehari jelang Ramadan.

Menyamar Jadi Wanita Untuk Bisa Jadi Buruh

Berikutnya, ada kisah Sopyah, seorang gadis Indramayu yang berpura-pura menjadi pria agar bisa bekerja sebagai buruh.

Setelah ibunya meninggal dunia dan ayahnya merantau jadi buruh serabutan. Sopyah tingga berdua dengan adiknya, Samsul yang berusia 15 tahun.

Untuk memenuhi kehidupan sehari-hari dari penghasilan ayahnya saja Sopyah merasa itu tidak cukup. Hal ini akhirnya mendorongnya untuk ikut bekerja.

Ia sampai rela memangkas rambutnya jadi pendek dan menyamar jadi pria untuk bisa kerja sebagai buruh. Sopyah juga sampai rela purus sekolah beberapa tahun lalu.

Pekerjaan sebagai buruh bangunan pun dilakukan Sopyah, seperti mengangkut semen, mengaduk semen, dan lainnya. Upah yang diterimanya berkisar Rp120.000 per hari, sayangnya pekerjaan ini tidak datang setiap hari.

Pekerja Anak di Pabrik Petasan.

Ada kisah pilu lagi datang dari pekerja anak di pabrik petasan yang meledak di Indonesia.

Diketahui pada 2017 lalu, ada pabrik kembang api, PT Panca Buana Cahaya Sukss yang terbakar dan diketahui selama ini memperkerjakan anak di bawah.

Hal tersebut diakui oleh seorang karyawan bernama Tuti. Ia mengungkapkan ada dua rekan kerja-nya perempuan dua orang berusia di bawah 18 tahun.

Menurutnya, ada beberapa pekerja pria juga di pabrik yang masih di bawah umur.

"Paling muda itu umur 16, ada dua orang teman saya perempuan semua. Kalau pria, saya tidak tahu, umurnya masih kayak anak-anak SMP," ungkap Tuti.

Beberapa korban dari kecelakaan pabrik petasan itu juga diketahui sebagian adalah anak-anak.

Diketahui, salah satunya korban bernama Siti Fatimah berumur 15 tahun, Ia di rawat di ICU (Intensive Care Unit) dengan luka bakar sampai 60%.

Beberapa korban luka lainnya berusia antara rentang 16-17 tahun. Mereka menjalani perawatan di RSIA Bun, Kosambi, yaitu Angga (16), Umam (16), Fitri (17), dan Anggi (16).

Pekerja anak ini menjadi isu sosial yang terjadi tak hanya di Indonesia, tetapi di seluruh Indonesia.

Ini menjadi refleksi kita bersama bahwa anak-anak tak seharusnya mereka bekerja sebelum waktunya. Mereka haruslah menikmati masa kanak-kanak sewajarnya dan tumbuh kembang dengan baik.

Sebagai catatan, pekerja anak merupakan anak yang berumur di bawah 18 tahun dan melakukan pekerjaan yang bisa mengganggu dan membahayakan tumbuh kembang anak.

CNBC INDONESIA RESEARCH

(tsn/tsn)

Read Entire Article
Photo View |