Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, setidaknya terdapat tujuh perusahaan pertambangan batu bara dengan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) generasi pertama yang diwajibkan melakukan hilirisasi batu bara.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba), Tri Winarno menjelaskan bahwa kewajiban hilirisasi batu bara sendiri menjadi syarat mutlak, khususnya bagi para perusahaan tersebut mendapatkan perpanjangan kontrak menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
"Kemudian terkait dengan hilirisasi batu bara, hilirisasi batu bara diwajibkan kepada pemegang IUPK sebagai kelanjutan operasi artinya ini hanya berlaku bagi 7 PKP2B generasi pertama," kata Tri Winarno dalam RDP bersama Komisi XII DPR RI, Selasa (6/5/2025).
Meski demikian, Tri mengakui bahwa dalam pelaksanaannya, ketujuh perusahaan tersebut masih mengalami sejumlah kendala. Sehingga masih diperlukan diskusi lebih lanjut mengenai implementasi dari proyek hilirisasi batu bara.
Setidaknya terdapat 7 pemegang PKP2B (Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara) generasi pertama yang diwajibkan untuk melakukan hilirisasi. Diantaranya seperti PT Arutmin Indonesia, PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Adaro Andalan Indonesia (AADI), PT Kideco Jaya Agung, PT Multi Harapan Utama (MHU), PT Tanito Harum, PT Berau Coal.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia mewanti-wanti kepada sejumlah perusahaan tambang untuk menjalankan kewajiban pengembangan hilirisasinya.
Terutama kepada perusahaan tambang yang sebelumnya memegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) dan telah mendapatkan izin usaha pertambangan khusus (IUPK).
Sebagaimana diketahui, pembangunan proyek hilirisasi merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba).
Semula, Bahlil menyinggung terkait proyek gasifikasi batu bara menjadi Dimethyl Ether/DME yang hingga kini belum terealisasi. Sekalipun pemerintah sudah mendorong agar proyek pengganti Liquefied Petroleum Gas (LPG) ini dijalankan.
Oleh sebab itu, ia pun mengingatkan agar para eks PKP2B tidak mengulangi hal yang sama. Terlebih pemerintah juga sudah menerbitkan izin perpanjangan berupa IUPK.
"Dulu waktu saya jadi Menteri Investasi sudah pernah kita dorong ini DME, Tapi waktu itu katanya masih AU..AU..AUA begitu. Hati-hati pemegang PKP2B syarat utama PKP2B kita lakukan perpanjangan adalah harus membangun hilirisasi," kata Bahlil dalam acara Minerba Expo di Jakarta, Senin (25/11/2024).
Bahlil lantas memberikan peringatan keras kepada para pelaku usaha tambang terkait konsistensi dalam menjalankan kewajibannya setelah mendapatkan IUPK. Ia mengingatkan agar tidak ada penyimpangan antara kesepakatan awal dengan implementasi di lapangan.
Sebab, Bahlil yang sebelumnya menjabat sebagai Menteri Investasi/Kepala BKPM, menyebut bahwa dirinya memiliki rekam jejak terkait izin-izin tersebut. Ia memastikan akan terus memantau pelaksanaan izin tambang yang telah diterbitkan.
"Saya melihat sampai sekarang belum ada. Hati-hati karena perjanjiannya dengan kalian waktu itu saya yang tanda tangan IUPK, waktu masih di Kementerian Investasi, Alhamdulillah Allah kirim saya masuk di ESDM ini biar lari sampai kemanapun saya tahu ini barang. Jangan sampai orang Papua bilang tulis lain baca lain," kata dia.
(pgr/pgr)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Respons Airlangga Soal Kemenkeu Kaji Cukai Batu Bara & Motor
Next Article Aksi Hilirisasi Batu Bara PTBA Bisa Dukung Ekosistem Kendaraan Listrik