Batu Bara Dihantam 2 Pukulan Sekaligus: Harga Terkapar

8 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara terus melemah dalam tiga hari terakhir.

Merujuk Refintiv, harga batu bara pada perdagangan Rabu (16/7/2025) ditutup di posisi US$ 111,5 per ton. Harganya turun 0,45%. Pelemahan ini memperpanjang tren negatif batu bara yang kini turun 3,12% dalam tiga hari beruntun.

Melemahnya harga batu bara dipicu oleh lonjakan produksi batu bara China. Produksi batu bara Tiongkok dalam enam bulan pertama tahun ini naik 5% secara tahunan. Harga penutupan kemarin adalah yang terendah dalam tujuh hari terakhir.

Melemahnya harga batu bara dipicu masih lemahnya permintaan serta semakin besarnya penggunaan energi surya di India. Dua negara tersebut adalah konsumen batu bara terbesar di dunia sehingga sangat menentukan.

Permintaan dari China memang kemungkinan akan naik karena ada gangguan karena hujan lebat. Namun, produksi yang melimpah membuat dorongan kenaikan harga kurang efektif.

Secara keseluruhan, harga batubara termal di China diperkirakan tetap kukuh dengan bias naik, meskipun produksi masih kuat. Faktor cuaca, permintaan tinggi dari sektor pembangkit, dan keterbatasan stok premium menjadi katalis utama.

Menurut Reuters, pemerintah China mendorong agar pembangkit listrik meningkatkan stok batubara domestik hingga total 215 juta ton per 10 Juni, guna menopang harga local. Namun, beberapa pedagang skeptis mengenai efektivitas langkah tersebut.

Kabar negatif untuk batu bara juga datang dari India.

India telah mencatat kemajuan besar dalam pemanfaatan energi surya sehingga permintaan batu bara bisa melemah.

Laporan Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) menemukan bahwa batu bara memang masih mendominasi pasokan listrik India, mencakup hampir 73% (157,6 GW) dari total pembangkitan harian.

Namun, tenaga surya telah menjadi kontributor utama pada siang hari, kebutuhan energi pasca-matahari terbenam semakin membebani jaringan listrik.

"Karena lonjakan permintaan listrik malam hari kini hampir menyamai permintaan siang hari, tren ini menegaskan perlunya segera mengembangkan sistem penyimpanan energi, memperluas proyek energi terbarukan hibrida, dan menerapkan manajemen permintaan listrik dari sisi konsumen," kata Saloni Sachdeva Michael, salah satu penulis laporan sekaligus Spesialis Energi di IEEFA Asia Selatan.

CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]

(mae/mae)

Read Entire Article
Photo View |