10 Raksasa Sawit dengan Lahan Terluas di RI, Siapa Raja Sebenarnya?

3 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Kelapa sawit tidak diragukan lagi adalah komoditas strategis bagi Indonesia, menjadikan negara ini sebagai produsen CPO (Crude Palm Oil) terbesar di dunia. Di balik dominasi produksi tersebut, terdapat segelintir korporasi raksasa yang menguasai aset paling vital dalam bisnis ini: lahan.

Dalam industri perkebunan, luas lahan (landbank) adalah faktor fundamental yang menentukan plafon produksi, skala ekonomi, dan kekuatan pasar sebuah perusahaan.

Berdasarkan dari berbagai data, berikut ada rangkuman dan analisis 10 besar grup perusahaan, termasuk emiten yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Singapore Exchange (SGX), yang memiliki total konsesi lahan kelapa sawit terbesar yang berlokasi di Indonesia.

Data teranyar menunjukkan sebuah pergeseran signifikan di puncak.

Berikut adalah tabel 10 perusahaan dengan lahan CPO terbesar di Indonesia

BUMN Merajai Puncak: Lahirnya PalmCo

Gelar penguasa lahan sawit terluas di Indonesia kini dipegang oleh subholding PalmCo, dengan estimasi total lahan mencapai 586.000 hektar.

PalmCo, merupakan hasil konsolidasi masif dari PTPN Group yang digagas Kementerian BUMN.

Merujuk website resmi mereka, subholding PalmCo dibentuk melalui penggabungan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) V, VI dan XIII ke dalam PTPN IV sebagai surviving entity dan pemisahan tidak murni PTPN III (Persero) ke dalam PTPN IV.

Langkah strategis ini tidak hanya menciptakan entitas perkebunan sawit terbesar di Indonesia, tetapi juga salah satu yang terbesar di dunia. Pembentukan PalmCo bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan mendorong program hilirisasi sawit yang lebih agresif dari sisi BUMN.

Posisi ini secara resmi menggeser dominasi puluhan tahun yang dipegang oleh raksasa swasta.

Dominasi Swasta: Sinar Mas dan Astra Group

Di posisi kedua, bertengger kokoh Golden Agri-Resources (GAR), pilar agribisnis dari Sinar Mas Group. Emiten yang tercatat di bursa Singapura (SGX) dengan kode E5H ini mengelola lahan seluas 536.000 hektar di Indonesia. GAR telah lama menjadi tolok ukur industri berkat skala operasinya yang masif dan integrasi bisnis dari hulu ke hilir.

Menyusul di posisi ketiga adalah salah satu emiten blue chip di BEI, PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI). Sebagai bagian dari konglomerasi Astra Group, AALI menguasai lahan sekitar 284.800 hektar. AALI dikenal di kalangan investor karena tata kelola yang kuat dan fokus pada praktik perkebunan yang berkelanjutan.

Fenomena Emiten Singapura: Dominasi di Balik Layar

Menariknya, data menunjukkan bahwa banyak dari "raja lahan" Indonesia justru "berkantor pusat" di Singapura, setidaknya secara pencatatan saham. Selain GAR (E5H), tiga pemain besar lainnya juga terdaftar di SGX.

First Resources Ltd (EB5) menempati posisi keempat dengan lahan 263.400 hektar. Diikuti oleh Wilmar International (F34) dengan 230.900 hektar, dan Bumitama Agri Ltd (P8Z) dengan 187.000 hektar.

Khusus untuk Wilmar, angka luas lahan ini mungkin terlihat "kecil" jika dibandingkan dengan statusnya sebagai pedagang (trader) dan pengolah (processor) minyak sawit terbesar di dunia. Ini menunjukkan strategi bisnis Wilmar yang tidak hanya bergantung pada perkebunan milik sendiri (upstream), tetapi sangat dominan di sektor pengolahan (midstream) dan distribusi (downstream).

Para Penantang Kuat di Bursa Lokal (BEI)

Selain AALI, bursa domestik (BEI) juga diisi oleh emiten-emiten dengan landbank signifikan.

Salim Group, melalui PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP), berada di posisi kelima secara nasional dengan 241.200 hektar. Ini menempatkan Grup Indofood sebagai pemain agribisnis yang sangat terintegrasi, dari kebun hingga produk akhir di rak supermarket.

Selanjutnya, terdapat PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) dengan 167.700 hektar, PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG) milik konglomerat T.P. Rachmat dengan 161.400 hektar, dan PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS) dengan 115.500 hektar.

Analisis Riset: Lahan Adalah Aset Paling Berharga

Mengapa penguasaan lahan ini krusial? Di era modern, dengan adanya moratorium pembukaan lahan baru dan meningkatnya tekanan isu keberlanjutan (ESG), ekspansi lahan secara agresif hampir tidak mungkin lagi dilakukan.

Oleh karena itu, 10 perusahaan ini secara efektif mengendalikan aset produktif yang paling berharga. Masa depan industri sawit tidak lagi terletak pada ekspansi (perluasan lahan), melainkan pada intensifikasi (peningkatan produktivitas per hektar).

Bagi investor, luas lahan menentukan potensi volume produksi CPO. Namun, faktor kunci profitabilitas ke depan akan sangat bergantung pada tiga hal: yield (produktivitas tanaman), age profile (profil usia pohon, di mana usia prima sangat penting), dan kemampuan hilirisasi untuk menciptakan nilai tambah.

Ke-10 raksasa ini, dengan total penguasaan lahan kolektif yang mencapai lebih dari 2,7 juta hektar, tidak hanya akan mendikte pasar CPO domestik tetapi juga memainkan peran sentral dalam rantai pasok pangan dan energi global di masa mendatang.

-

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(gls/gls)

Read Entire Article
Photo View |