Utang RI Tembus Rp 9.138 T, RI Bisa Bayar Pak Purbaya?

12 hours ago 5

Jakarta, CNBC Indonesia - Data terakhir nominal utang pemerintah yang kian membesar, yakni Rp 9.138,05 triliun per akhir kuartal II-2025 menjadi sorotan sejumlah ekonom dalam acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia bersama Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa di Menara Bank Mega, Rabu (29/10/2025).

Salah satunya Ekonom Senior Bright Institute Awalil Rizky yang menganggap, nominal utang pemerintah saat ini sudah jauh di atas kemampuan bayar pemerintah dari penerimaan negara yang berhasil dikumpulkan. Bahkan, juga sudah di atas standar aman yang direkomendasikan Dana Moneter Internasional alias IMF.

Awalil menyebut indikator itu dapat dilihat dari rasio total utang terhadap total pendapatan, yakni Debt Service Ratio (DSR). Ia menyebut level DSR Indonesia saat ini sudah tembus ke angka 43%, melampaui rekomendasi IMF yang di kisaran 25-35%.

"Bukan jumlah stoknya tapi depth service rasionya. Kita depth service rasionya 43%, itu tertinggi. Interest payment kita 19,5%. Itu di atas best practices internasional," kata Awalil kepada Purbaya dalam acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia, dikutip Rabu (29/10/2025).

Selain Awalil, ekonom yang turut mempertanyakan soal risiko utang ini ialah Ekonom Senior Institute for the Development of Economics and Finance (INDEF) Aviliani. Menurutnya, nominal utang yang terus membengkak dari tahun ke tahunnya ini harus juga dijelaskan oleh Purbaya tentang kemampuan membayarnya, baik untuk utang pokok maupun bunganya.

Sebagaimana diketahui Profil utang jatuh tempo pemerintah mengalami kenaikan pada 2026 dari sebelumnya Rp 803,19 triliun berdasarkan data per 30 April 2024, menjadi Rp 833,96 triliun berdasarkan catatan per 2025.

Sementara itu, untuk data pada tahun ini masih tetap sama, yakni Rp 800,3 triliun. Namun, tahun-tahun setelah 2026, yakni seperti 2027 masih di atas Rp 800 triliun, barulah setelahnya mulai mengalami penurunan konsisten hingga 2033 di bawah Rp 500 triliun.

Adapun profil utang jatuh tempo terbaru pemerintah mulai 2027 adalah Rp 821,60 triliun, lebih tinggi dari catatan sebelumnya yang senilai Rp 802,61 triliun. Lalu, pada 2028 menjadi Rp 794,42 triliun dari catatan sebelumnya Rp 719,81 triliun.

Periode setelahnya, yakni 2029 menjadi hanya senilai Rp 749,71 triliun, pada 2030 menjadi Rp 636,05 triliun, 2031 menjadi Rp 526,37 triliun, 2032 menjadi Rp 443,13 triliun, 2033 menjadi Rp 419,09 triliun, dan pada 2034 kembali naik sedikit menjadi Rp 520,72 triliun.

"Bagaimana caranya tuh? Karena beban utang kan tahun ini dan tahun lalu cukup besar untuk dibayar," kata Aviliani.

Merespons berbagai pernyataan terkait utang itu, Purbaya memastikan, pengelolaan utang pemerintah akan terus dilakukan sesuai dengan standar-standar yang telah disepakati secara internasional, salah satunya merujuk pada Maastricht Treaty. Selain itu juga merujuk pada batas aman yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Keuangan Negara.

Purbaya menekankan, dalam standar aman utang itu, defisit APBN selalu ditetapkan di bawah 3%, dan rasio utang terhadap PDB juga konsisten dijaga pemerintah di bawah batas aman 60% dari PDB. Nominal utang per akhir kuartal II-2025 setara dengan 39,86% terhadap produk domestik bruto (PDB) artinya masih jauh di bawah level 60%.

"Lihat negara-negara Eropa, semua mendekati 100% sekarang. Amerika sudah di atas 100% Debt to GDP ratio-nya. Jepang 275%. Singapura sudah 100% ya, gede banget. Jadi dari ukuran itu harusnya saya aman. Jadi enggak usah terlalu panik," tegas Purbaya.

Oleh sebab itu, ia menekankan tidak ada satupun negara di dunia ini yang terlepas dari utang, termasuk Indonesia. Utang kata dia hingga saat ini masih dibutuhkan negara-negara yang ingin terus mempercepat proses pembangunan ekonominya supaya semakin maju.

"Kalau saya berhenti dengan utang, terus ekonomi turun terus, enggak bisa ngebangun, ya berantakan, dan ekonomi yang morat marit kayak 1998, murah mana dibanding saya terbitin utang yang terukur dan menciptakan pertumbuhan ekonomi sambil menghidupkan sektor swasta," paparnya.

Utang ini menurutnya merupakan pilihan yang mesti diambil suatu pemerintah ketika penerimaan negaranya belum mampu mengimbangi kebutuhan besar belanja pembangunannya. Selama penerimaan negara masih serat, maka mau tak mau utang masih menjadi pilihan.

"Ini kan kita bukan hidup di surga. Kalau kata buku yang saya, masalah kita sekarang ada constraint yang semua supply terbatas. Kalau hidup di surga, saya enggak akan perlu yang lain-lain kan, karena gak ada constraint," ucap Purbaya.

Jadi kita akan selalu menghadapi pilihan seperti itu, cuman pintar-pintar kita menghitung dan mengoptimalkan manfaatnya dan meminimalkan risikonya. Jadi risiko seumur hidup kita akan selalu ada. Jadi anda enggak usah takut, yang penting kita bayar dan berdoa juga," paparnya.


(arj/haa)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Video: Utang Jatuh Tempo Pemerintah RI Rp 178,2 Triliun di Juni 2025

Read Entire Article
Photo View |