Jakarta, CNBC Indonesia - Tindakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dalam menghadapi pasar yang mulai goyah menjadi perhatian pelaku pasar. Hal ini dikenal dengan istilah "Trump Put".
Untuk diketahui, pada 12 Mei 2025, AS dan China mencapai kesepakatan perdagangan sementara yang secara signifikan menurunkan tarif impor dan memicu reli besar di pasar saham global.
Kesepakatan itu mencakup penurunan tarif AS atas barang-barang China dari 145% menjadi 30%, dan tarif China atas barang-barang AS dari 125% menjadi 10%, berlaku selama 90 hari ke depan untuk memberikan ruang bagi negosiasi lanjutan.
Alhasil pasar saham AS melesat diikuti dengan sektor teknologi dan ritel memimpin reli, dengan saham seperti Amazon, Apple, Nvidia, dan Tesla mencatatkan lonjakan signifikan.
Analis Wall Street menyambut baik kesepakatan ini, meskipun tetap berhati-hati. Mohamed El-Erian dari Allianz mencatat bahwa meskipun aktivitas ekonomi jangka pendek mungkin meningkat, tekanan inflasi tetap ada, dan The Fed kemungkinan akan menunda pemotongan suku bunga.
Kegilaan pasar mengingatkan kita pada "Trump put," gagasan bahwa pasar yang jatuh akan mendorong presiden mengambil tindakan untuk menopangnya.
Apa itu "Trump Put"?
Konsep "Trump put" adalah keyakinan bahwa Presiden Trump akan mengambil tindakan untuk mendukung pasar saham ketika terjadi penurunan signifikan. Dalam konteks ini, "Trump put" merujuk pada kecenderungan Trump untuk menyesuaikan kebijakan, seperti menunda atau membatalkan tarif, guna menstabilkan pasar keuangan.
Baru-baru ini, setelah pengumuman tarif yang luas memicu gejolak di pasar saham dan lonjakan tajam dalam imbal hasil obligasi, Trump memutuskan untuk menunda sebagian besar tarif yang telah diumumkan sebelumnya. Langkah ini dianggap sebagai respons terhadap sinyal dari pasar obligasi, yang menunjukkan meningkatnya ketidakpercayaan investor terhadap prospek ekonomi.
Kenaikan imbal hasil obligasi mencerminkan kekhawatiran bahwa kebijakan tarif dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan biaya pinjaman bagi pemerintah serta pelaku usaha.
Kesepakatan perdagangan sementara antara AS dan China memberikan angin segar bagi pasar global dan menunjukkan komitmen kedua negara untuk meredakan ketegangan perdagangan. Namun, dengan banyaknya isu yang masih belum terselesaikan, termasuk tarif sektoral dan kekhawatiran inflasi, pasar tetap waspada terhadap perkembangan negosiasi selanjutnya.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)