Tak Ada Alasan Ekonomi RI Tidak Bisa Tumbuh 8%, Ini Buktinya

7 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Dewan Ekonomi Nasional (DEN) menegaskan target pertumbuhan ekonomi Presiden Prabowo Subianto di level 8% realistis, meskipun dalam satu atau dua dekade terakhir, laju pertumbuhan ekonomi hanya di kisaran 5%.

Anggota DEN, yang juga merupakan Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran Arief Anshory Yusuf menjelaskan Indonesia pernah bisa mencapai laju pertumbuhan itu pada era 1990-an. Namun, ada satu mesin pertumbuhan yang selama ini belum dimanfaatkan pemerintah, untuk mendorong pertumbuhan kembali hingga 8%.

Faktor itu ialah mendorong peningkatan produktivitas, yang menurut Arief, belum turut serta dalam laju pertumbuhan ekonomi Indonesia di level 5% selama satu atau dua dekade terakhir.

"Sedangkan sumber pertumbuhan ekonomi yang tinggi, berdasarkan sejarah pembangunan bangsa-bangsa, terutama dari negara-negara maju, itu bukan investasi, tapi peningkatan produktivitas," kata Arief dalam program Cuap Cuap Cuan CNBC Indonesia, Jumat (11/7/2025).

Dalam catatan DEN, mengutip data APO Productivity Databook 2024, tingkat produktivitas tenaga kerja per pekerja di Indonesia memang masih jauh di bawah rata-rata negara ASEAN dengan nilai hanya US$ 28.600. Sedangkan Malaysia sudah US$ 71.100, Thailand US$ 34.600 dan Singapura menjadi yang tertinggi dengan nilai produktivitas tenaga kerja per pekerja US$ 186.200.

Kondisi ini tak terlepas dari makin maraknya tenaga kerja Indonesia yang terserap di sektor-sektor dengan produktivitas rendah, seperti sektor perdagangan yang porsinya terus menanjak dari kisaran di atas 19% dari total tenaga kerja menjadi hampir menyentuh 30%. Sementara itu, sektor dengan produktivitas tinggi, seperti manufaktur stagnan di kisaran 10%.

"Produktivitas yang dimaksud adalah know-how kita, knowledge, gimana kita memproses barang dengan teknologi yang lebih maju, inovasi, jadi basically bagaimana kita dengan input yang sama bisa menghasilkan barang lebih banyak," tegas Arief.

"Jadi artinya gini, kalau kita sedikit aja mau improve produktivitas, inovasi, misalkan dengan risetnya diperbanyak, sedikit saja, kita sudah bisa tumbuh 5,5%, 6%, 7%, mungkin 8%, kenapa? Karena kita belum melakukannya selama ini," tegas Arief.

Oleh sebab itu, Arief yang menegaskan, struktur ekonomi Indonesia selama inilah membedakan antara Indonesia dengan negara-negara lain yang pertumbuhan ekonominya sudah banyak didorong kenaikan produktivitas seperti negara-negara OECD, maupun China. Mereka untuk bisa kembali tumbuh tinggi sudah tak mungkin lagi karena semua mesin ekonominya sudah bergerak mulai dari investasi hingga produktivitas.

"Untuk kembali 8% susah tuh China, karena dia investment sudah, teknologi sudah, produktivitas sudah, apalagi? Nah kalau kita, kita ini 5% selama ini tanpa produktivitas belum dikeluarkan, itu masih ada senjata, tinggal menuju ke sananya aja dikawal terus," ujar Arief.


(arj/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article DPR Bantah Isu Target Ekonomi 8% Bikin Rapat Sama Sri Mulyani Batal

Read Entire Article
Photo View |