Jakarta, CNBC Indonesia - Dunia logistik bukan hanya menghadapi kerasnya jalanan seperti pungutan liar (pungli) yang dilakukan organisasi masyarakat (Ormas) dan preman secara langsung kepada supir. Namun juga penjarahan barang yang kerap terjadi di jalanan sepi misalnya area hutan oleh 'bajing loncat'.
Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Mahendra Rianto mengungkapkan bahwa penjarahan kerap terjadi di Sumatera, khususnya di wilayah sepi pada malam hari.
"Memang ada titik-titik rawan yang mau masuk Palembang, yang mau masuk Pekanbaru. Itu ada titik rawan Jadi kita harus berhenti," katanya kepada CNBC Indonesia, Selasa (15/4/2025).
Supir truk tidak berani bertaruh dengan keadaan jika harus melakukan perjalanan di area-area tersebut. Bukan hanya barang bawaan yang berpotensi dijarah, namun juga lebih jauh sampai nyawa.
Foto: Truk Muat Tanjung Priok (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Truk Muat Tanjung Priok (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
"Terus kita baru berhenti di rest area atau tempat makan. Itu dia nunggu pagi baru berani jalan. Itu makan waktu beberapa hari. Kita bisa tempuh Jakarta sampai medan tuh 5-6 hari, Seumur-umur gini, sudah terang-terangan itu bajing loncat," sebut Mahendra.
Umumnya 'bajing loncat' ini langsung menaiki badan truk dengan cepat, kemudian barang di dalam truk akan dikeluarkan satu per satu.
Supir truk sebenarnya punya opsi dengan melewati jalan tol Trans Sumatera, namun hal itu menjadi opsi ke sekian karena lokasi rumah harga jalan tol yang tidak ramah untuk ongkos logistik. Apalagi Ia menilai lokasinya juga tidak berdekatan dengan kawasan industri.
"Jalan tol Sumatra rernyata tidak masuk ke area kawasan industri, Jadi, kita harus keluar lagi lewat jalan biasa. Itu kan ketemu lagi dengan kendaraan-kendaraan umum, kemudian mahal juga jalan tol Sumatra," ujar Mahendra.
(fys/wur)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Kendaraan ODOL Tak Terkendali, Pengusaha Truk Ungkap Sebabnya!
Next Article Video: Kendaraan ODOL Tak Terkendali, Pengusaha Truk Ungkap Sebabnya!