Soal Dampak Perang Dagang AS ke NPL Bank, Ini Kata OJK

4 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus memantau dampak penerapan tarif baru Presiden Amerika Serikat Donald Trump terhadap kondisi sektor jasa keuangan di Indonesia. 

Hal tersebut seiring dengan kekhawatiran meningkatknya risiko gagal bayar perusahaan-perusahaan yang memiliki ketergantungan tinggi terhadap pasar ekspor AS. 

Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan bahwa pemerintah yang dipimpin oleh Kementerian Perekonomian telah melakukan negosiasi dan mencoba untuk meminimalisir dampak langsung dari kenaikan tarif impor ke AS.

Paralel dengan hal tersebut, yang tidak kalah penting adalah menjaga ketahanan dan juga industri yang memiliki risiko atau terdampak paling besar. Ada beberapa sektor industri yang memiliki pangsa ekspor cukup besar ke AS, seperti tekstil, elektronik, furnitur, mainan, serta makanan dan minuman. 

Dia pun berpesan untuk melakukan langkah yang terkoordinasi di bawah Kemenke Perekonomian seperti menjaga iklim usaha di dalam negeri, mengurangi segala macam bentuk ekonomi biaya tinggi, hingga menjaga risiko banjir impor ilegal. 

"Kami optimistis justru dapat mengurangi atau meniadakan risiko terhadap kondisi pembiayaan yang mereka hadapi," katanya dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Kamis (24/4/2025).

Mahendra mengatakan dengan demikian pelaku industri domestik dapat menjaga daya saing di dalam negeri sembari mencari subtitusi hingga proses negosiasi pemerintah Indonesia dan AS menemukan titik kesepakatan yang saling menguntungkan. 

"Dan pada gilirannya saat negosiasi mencapai hasil akan bertambah tinggi kemampuan dan daya saing industri kita saat masuk kembali ke pasar AS," katanya. 

Sementara itu, Bank Indonesia melaporkan pertumbuhan kredit per Maret 2025 mencapai 9,16% secara tahunan (yoy), turun signifikan dari catatan bulan Februari 2025 yang mencapai 10,3% yoy.

Bi pun memperkirakan pertumbuhan kredit perbankan menuju ke batas bawah dengan kisaran 11%-13% yoy. Hal itu disebabkan dari faktor permintaan dan penawaran.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan bahwa dari sisi permintaan ada sejumlah sektor yang terdampak dari dinamika kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Kendati demikian ada sejumlah sektor yang berpeluang meningkatkan ekspor.

"Ada Sektor-sektor yang pertumbuhannya masih bagus, ada sektor-sektor yang memang pertumbuhannya terbatas," kata Perry dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan Maret 2025, Rabu (23/4/2025).

Dari sisi penawaran, Perry mengatakan bahwa lending appetite atau minat bank dalam menyalurkan kredit masih bagus. "Index lending standard itu blm ada tanda2 pengetatan. blm terlalu selektif," katanya.

Pun hal itu didukung oleh kondisi likuiditas yang cukup secara keseluruhan. Akan tetapi, Perry melanjutkan bahwa sejumlah bank perlu didorong untuk meningkatkan pendanaan. "Itu kenapa BI akan memperkuat implementasi RPLN [rasio pendanaan luar negeri], sehingga manajemen likuiditas semakin baik dan bisa mendorong penyaluran kredit," katanya.

Kendati demikian, permintaan kredit masih ada. Bank pun mencari alternatif pendanaan dari luar negeri, karena mengalami pengurangan sumber dana dari domestik.

Deputi Gubernur BI Juda Agung mengatakan bahwa beberapa sektor utama masih mencatat pertumbuhan kredit yang tinggi, seperti industri pengolahan, pertambangan, pengangkutan, dan jasa sosial. Sementara itu, sektor perdagangan dan konstruksi sebaliknya.

Adapun berdasarkan kelompok penggunaan, kredit investasi melesat paling tinggi, yakni 13,36% yoy (vs Februari 14,6% yoy). Lalu kredit modal kerja dan konsumsi, masing-masing-masing 9,23% yoy (vs Februari 7,66% yoy) dan 6,51% yoy (vs Februari 10,31% yoy).

Perry juga menambahkan bahwa ketahanan likuiditas bank terbilang baik. Rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK) per Februari 2025 sebesar 26,3% dengan rasio kecukupan modal Januari 2025 sebesar 27,01%.

Sementara itu rasio kredit bermasalah atau nonperforming loan (NPL) gross Januari 2025 sebesar 2,18% dan rasio NPL nett 0,79%.


(mkh/mkh)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Ada Perang Tarif, Ramai Investor Lepas Aset Denominasi Dolar AS

Next Article Update Spin Off Usaha Syariah BTN dan CIMB Niaga, Ini Kata Bos OJK

Read Entire Article
Photo View |