Simak! Proyeksi Terbaru Ekonomi RI dari IMF, Bank Dunia dan ADB

5 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Berbagai lembaga internasional kompak melakukan revisi terhadap proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun, bedanya IMF-World Bank merevisi ke atas ramalan terhadap potensi ekonomi Indonesia pada tahun ini, sedangkan ADB memangkas proyeksinya untuk RI.

Dalam laporan World Economic Outlook (WEO) edisi Oktober 2025, Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) merevisi ke atas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,9%, dari sebelumnya 4,8% untuk 2025. Revisi ke atas juga disematkan untuk proyeksi pertumbuhan 2026, sebesar 4,9%.

Ini adalah revisi kedua setelah revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pertama dalam laporan WEO edisi Juli 2025. Sebelumnya, dalam WEO April 2025, IMF hanya memperkirakan ekonomi RI hanya tumbuh 4,7%.

Bersamaan dengan revisi ini, IMF juga menetapkan proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk negara-negara berkembang dan ekonomi pasar berkembang tahun ini. Pertumbuhan ekonomi negara-negara ini tetap sebesar 4,2% pada 2025 dan 4% pada 2026. Angka ini masih sama dengan proyeksi sebelumnya pada WEO Juli 2025.

Dalam WEO Oktober 2025, IMF tidak menjelaskan rinci mengenai revisi ke atas untuk proyeksi ekonom Indonesia. Namun, IMF menyinggung efek perkembangan tarif sebagai pengaruh utama terhadap pertumbuhan di kawasan ASEAN.

"Bagi sejumlah negara di kawasan ini-terutama di ASEAN, yang termasuk di antara negara-negara yang paling terdampak-perkembangan perkiraan pertumbuhan sebagian besar meniru tingkat tarif efektif," tulis IMF dalam WEO Oktober 2025, dikutip Selasa (14/10/2025).

Sementara itu, untuk Bank Dunia atau World Bank telah mengubah proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia, dari sebelumnya di level 4,7% menjadi 4,8%. Sentimen yang mengubah proyeksi itu sebagian besar tertuju pada ekspansi fiskal yang dilakukan pemerintah.

Hal ini terungkap dalam laporan terbaru World Bank East Asia and the Pacific Economic Update edisi Oktober 2025 yang baru saja dirilis per hari ini, Selasa (7/10/2025). Dalam dokumen itu, Bank Dunia memperkirakan ekonomi Indonesia di level 4,8% akan bertahan hingga 2026, lebih rendah dari realisasi pertumbuhan 5% pada 2024.

"Di Indonesia, pertumbuhan pada 2026 diproyeksikan tetap berada di angka 4,8%, sama seperti pada 2025 seiring pemerintah terus berupaya merangsang permintaan," dikutip dari laporan terbaru Bank Dunia itu.

Stimulus fiskal yang ditargetkan terus digelontorkan di sektor pangan, transportasi, dan energi, ditambah dengan program bantuan sosial, Bank Dunia perkirakan akan mendukung konsumsi domestik. Konsumsi diramal berkontribusi sekitar 54% terhadap pertumbuhan ekonomi pada 2025-2027.

Pertumbuhan investasi juga diproyeksikan meningkat secara bertahap dan mencapai rata-rata 6,2% selama periode 2025-2027. Peningkatan ini didorong oleh tiga strategi: investasi yang dipimpin negara melalui Danantara, pelonggaran moneter untuk meningkatkan kredit sektor swasta, dan investasi langsung asing (FDI) yang dimotori kebijakan hilirisasi, deregulasi, dan reformasi kawasan ekonomi khusus yang menargetkan energi, sumber daya alam, manufaktur, dan jasa.

"Meningkatnya permintaan domestik diperkirakan akan mengimbangi kontribusi yang lebih lemah dari ekspor neto karena memburuknya nilai tukar dan perdagangan menyusul pertumbuhan yang lebih rendah di Tiongkok, melemahnya harga komoditas, dan berlanjutnya ketidakpastian perdagangan global," kata Bank Dunia.

Lain halnya dengan Asian Development Bank (ADB) yang justru memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam kajian terbarunya di Asian Development Outlook (ADO) edisi September 2025.

Dalam proyeksi teranyar, ADB memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia keseluruhan tahun ini hanya akan mencapai 4,9% dari sebelumnya di level 5% dalam dokumen ADO edisi April 2025. Demikian juga untuk 2026 dari 5,1% menjadi 5%.

Pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia ini sejalan dengan turunnya perkiraan pertumbuhan ekonomi untuk keseluruhan kawasan Asia Tenggara atau ASEAN dari 4,7% menjadi 4,3% untuk 2025 dan 2026.

Bahkan, untuk kawasan yang lebih luas, yakni kawasan berkembang Asia dan Pasifik juga proyeksinya dipangkas dari sebelumnya bisa tumbuh 4,9% menjadi 4,8% tahun ini dan dari 4,7% menjadi 4,5% tahun depan.

Kepala Ekonom ADB Albert Park menjelaskan, meratanya pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk 2025-2026 di kawasan Asia ini karena tarif lebih tinggi yang dikenakan Amerika Serikat dan meningkatnya ketidakpastian perdagangan diperkirakan akan membebani pertumbuhan di kawasan ini.

Inflasi diproyeksikan masih terus melandai ke 1,7% tahun ini di tengah penurunan harga pangan dan energi, sebelum naik lagi menjadi 2,1% tahun depan seiring normalisasi harga pangan.

"Tarif Amerika Serikat berada pada tingkat yang tinggi secara historis dan ketidakpastian perdagangan global masih sangat tinggi," kata Albert Park melalui siaran pers, Rabu (1/10/2025).


(arj/haa)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Makin Sulit! Warga RI Butuh Bantuan Uang Tunai & Diskon Tarif Listrik

Read Entire Article
Photo View |