Siaga 1: RI Tunggu Putusan Purbaya-KSSK di Tengah Hujan Kabar Genting

7 hours ago 6
  • Pasar keuangan Tanah Air ditutup beragam pada perdagangan akhir pekan lalu, IHSG melemah sementara rupiah justru menguat
  • Wall Street masih kompak menguat pada pekan lalu
  • Pelaku pasar bersiap mencermati sederet rilis data ekonomi penting pada peka ini, mulai dari inflasi, PMI manufaktur, hingga PDB kuartal III-2025.

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air akan kembali dibuka pada perdagangan hari ini, Senin (3/10/2025) yang sekaligus menjadi perdagangan pertama di November 2025.

Sebelumnya, pasar keuangan Tanah Air ditutup bervariasi pada perdagangan terakhir pekan lalu. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) serta pasar obligasi pemerintah tercatat melemah, sementara rupiah mampu menguat tipis terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Pasar keuangan Indonesia diharapkan mampu kembali bergerak di zona positif pada perdagangan awal pekan ini. Selengkapnya mengenai pergerakan pasar hari ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.

IHSG ditutup melemah 0,25% atau 20,19 poin ke level 8.163,88 pada perdagangan Jumat (31/10/2025). Sepanjang sesi, IHSG sempat bergerak di kisaran 8.144-8.215 dengan total nilai transaksi sebesar Rp19,18 triliun dan volume 28,09 miliar saham dari 1,98 juta kali transaksi.

Sebanyak 272 saham menguat, 377 melemah, dan 161 stagnan, sementara investor asing tercatat melakukan net buy sebesar Rp1,13 triliun di seluruh pasar. Secara mingguan, IHSG terkoreksi 1,30%

Dari sisi sektoral, sektor utilitas menjadi penopang utama dengan kenaikan 0,84%, diikuti teknologi yang naik 0,79% dan konsumer non-siklikal menguat tipis 0,09%.

Sebaliknya, tekanan terbesar datang dari bahan baku terkoreksi 0,83%, properti turun 0,70%, serta energi 0,67%.

Dari sisi emiten, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) menjadi kontributor penguatan terbesar dengan tambahan 11,59 indeks poin, disusul PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) 4,72 poin dan PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) 2,81 poin.

Sementara itu, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) dan PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) menjadi pemberat utama IHSG dengan penurunan masing-masing 7,03 poin.

Beralih ke nilai tukar, mata uang Garuda berhasil menutup perdagangan di penghujung pekan dengan penguatan terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Namun, secara akumulatif sepanjang sepekan rupiah tercatat melemah 0,21% terhadap dolar AS, di tengah tren penguatan greenback secara global.

Merujuk data Refinitiv, pada penutupan perdagangan Jumat (31/10/2025), rupiah terapresiasi 0,06% ke level Rp16.625/US$. Rupiah sempat menguat sejak awal sesi perdagangan di posisi Rp16.620/US$, namun laju penguatannya mulai terbatas menjelang penutupan.

Penguatan rupiah terjadi di tengah tren global yang masih didominasi oleh pergerakan dolar AS. Kenaikan greenback terjadi setelah bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), kembali memangkas suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pekan lalu.

Namun, pernyataan Ketua The Fed Jerome Powell menjadi sorotan utama pasar. Powell menegaskan bahwa peluang pemangkasan lanjutan pada Desember belum dapat dipastikan, terutama di tengah masih berlanjutnya shutdown pemerintahan AS yang menunda publikasi sejumlah data ekonomi penting.

"Jika penutupan pemerintahan terus berlangsung, tidak mudah bagi The Fed untuk melanjutkan pemangkasan suku bunga," tulis ekonom Jefferies, Mohit Kumar, dalam catatannya.

Kondisi tersebut membuat pelaku pasar cenderung mengurangi proyeksi terhadap pemangkasan lanjutan. Meski begitu, ketahanan rupiah di tengah volatilitas eksternal menunjukkan stabilitas domestik yang masih terjaga menjelang rilis data-data ekonomi di awal November.

Adapun dari pasar obligasi Tanah Air, imbal hasil SBN yang bertenor 10 tahun terpantau naik 0,66% ke level 6,099% pada akhir pekan lalu Jumat (31/10/2025). Secara akumulatif sepanjang sepekan, yield SBN tenor 10 tahun tercatat naik 1,75%. Kenaikan yield tersebut menandakan investor tengah melakukan aksi jual di pasar sekunder, yang menyebabkan harga obligasi turun.

Pages

Read Entire Article
Photo View |