Sebelum Nambah Impor LPG dari AS, RI Perlu Pertimbangkan Hal Ini

1 week ago 7

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto berencana menambah impor Liquefied Petroleum Gas (LPG) dari Amerika Serikat (AS) sebagai bahan untuk negosiasi dengan Pemerintah Amerika Serikat yang mengenakan tarif resiprokal sebesar 32% terhadap barang asal Indonesia.

Ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Muhammad Ishak berpandangan bahwa sebelum memutuskan menambah impor LPG dari AS, pemerintah perlu melakukan kajian komprehensif terlebih dahulu. Kajian tersebut mulai dari sisi biaya, risiko, dan keberlanjutan pasokan.

"Saya kira pemerintah perlu melakukan kajian yang komprehensif dari sisi biaya, risiko, dan kontinuitas pasokan," kata Ishak kepada CNBC Indonesia, Kamis (10/4/2025).

Ia memahami, dari sisi geopolitik, keputusan penambahan impor LPG bisa menjadi daya tawar dalam negosiasi diplomatik agar tarif 32% tersebut dibatalkan, mengingat saat ini masih ditunda penerapannya. Terlebih, Indonesia memang masih sangat bergantung pada impor LPG karena keterbatasan produksi domestik.

Namun demikian, dari sisi ekonomi, ia menekankan pentingnya memperhatikan harga landed price. Pasalnya, biaya logistik dan pengiriman dari AS ke Indonesia lebih tinggi dibanding pengiriman dari kawasan Timur Tengah.

Ia memahami, harga LPG dari AS bisa bersaing karena mengacu pada skema harga berbasis Henry Hub (pasar gas AS) yang lebih kompetitif dibandingkan dengan harga LPG dari Timur Tengah yang mengacu pada kontrak Saudi Aramco.

"Jadi perlu dikalkulasi benefit-cost-nya. Jangan sampai biaya impor lebih besar dari benefit yang didapatkan dari peningkatan ekspor ke AS," ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memastikan bahwa rencana penambahan impor Liquefied Petroleum Gas (LPG) dari Amerika Serikat (AS) sudah memperhitungkan nilai keekonomian.

Menurut Bahlil, aspek keekonomian menjadi pertimbangan utama dalam rencana penambahan impor LPG dan minyak mentah dari AS. Meki secara logika biaya transportasi dari AS lebih mahal dibanding Timur Tengah, Bahlil menyebut bahwa harga LPG dari AS masih bisa bersaing.

"Contoh, LPG belinya dari Amerika. Logikanya kan harusnya lebih mahal karena transportasinya, kan. Tapi buktinya harga LPG dari Amerika sama dengan dari Middle East. Jadi saya pikir semua ada cara untuk kita begitu," kata dia Gedung Kementerian ESDM, Rabu (9/4/2025).

Selain itu, Bahlil juga memastikan bahwa rencana penambahan volume impor LPG dan minyak mentah dari AS tidak akan menghentikan impor, khususnya dari negara-negara asal utama impor migas Indonesia.

"Tidak disetop juga, tapi volumenya yang mungkin dikurangi. Tidak disetop, volumenya yang mungkin dikurangi," kata Bahlil.

Ia membeberkan porsi impor minyak mentah RI dari Amerika Serikat selama ini hanya sekitar 4% dari keseluruhan impor, sementara untuk LPG, saat ini berkisar 54%. Adapun, impor migas untuk konsumsi dalam negeri selama ini berasal dari Singapura, Timur Tengah, Afrika, hingga Amerika Latin.

"Beberapa negara. Ada dari Singapura, dari Middle East, kemudian dari Afrika, Amerika Latin," katanya.


(wia)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Trump Pantang Mundur Berlakukan Tarif Resiprokal, RI Bisa Apa?

Next Article Genjot Produksi LPG, Peran Swasta Bakal Dibuka Lebar

Read Entire Article
Photo View |