Punya Mata Uang Terlalu Sakti, Negara Kaya Ini Pusing Tujuh Keliling

5 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Swiss Franc mengalami penguatan terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Penguatan ini justru menjadi persoalan besar bagi Swiss National Bank (SNB).

Dilansir dari Refinitiv, franc Swiss tampak menguat lebih dari 9% terhadap dolar AS secara year to date/ytd.

Bahkan swiss Franc pernah berada di posisi terkuat sejak 2011 beberapa hari lalu.

Lonjakan nilai mata uang franc Swiss terhadap dolar AS dipicu oleh ketidakpastian kebijakan AS. Investor melihat ketidakpastian meningkat dan instrumen berdenominasi dolar AS kurang menarik. Franc pun kemudian menjadi pilihan banyak investor sebagai safe haven.

Namun, kenaikan franc tidak selamanya disambut gembira. Bank sentral Swiss (SNB) justru dipaksa keras untuk mengendalikan franc. SNB kemungkinan besar harus melakukan intervensi untuk mengurangi laju kenaikan franc. Industri Swiss berharap lonjakan mata uang safe haven dapat dijinakkan sebelum memberikan pukulan lain terhadap sektor yang terancam tarif.

Dikutip dari Reuters, franc Swiss telah melonjak sekitar 9% terhadap dolar sepanjang bulan ini, dan diperkirakan mengalami kenaikan bulanan terbesar sejak krisis keuangan tahun 2008.

Tidak hanya terhadap dolar AS, franc Swiss juga tampak sangat perkasa dengan kenaikan sekitar 2,6% selama April ini.

LSEGFoto: The Franc Swiss has surged on safe-haven flows
Sumber: LSEG

Kekhawatiran Terhadap Kenaikan Franc Swiss

Lonjakan franc menimbulkan risiko serius bagi ekonomi Swiss, terutama terhadap target inflasi Swiss National Bank (SNB) yang berada di kisaran 0-2%. Penguatan franc membuat impor menjadi lebih murah, franc yang lebih kuat semakin menekan inflasi yang saat ini sudah mendekati nol.

Selain itu, eksportir Swiss juga terpukul karena nilai tukar yang tinggi membuat produk mereka lebih mahal di pasar internasional. Kenaikan franc menjadi beban tambahan di tengah ancaman tarif AS sebesar 31% terhadap Swiss.

Jean-Philippe Kohl dari Swissmem menyebut kondisi ini sebagai "bahan terakhir dalam koktail beracun bagi industri Swiss", mengingat perusahaan-perusahaan sudah menghadapi permintaan global yang lemah dan ketidakpastian perdagangan.

Kendati tidak secara eksplisit meminta tindakan dari SNB, Swissmem menyambut baik potensi intervensi untuk menahan penguatan franc. Namun, pemangkasan suku bunga tidak dianggap efektif, mengingat suku bunga utama SNB saat ini sudah rendah (0,25%) dan bahkan diperkirakan bisa turun lebih jauh.

Sebaliknya, intervensi di pasar valuta asing dianggap sebagai alat yang lebih efektif. Ini akan menjadi perubahan besar bagi SNB, yang pada tahun lalu lebih banyak menjual mata uang asing untuk memperkuat franc dalam upaya meredam inflasi, dibandingkan membeli valuta asing untuk melemahkannya.

Namun, intervensi membawa risiko geopolitik. Misalnya, pada 2020, AS sempat menuduh Swiss sebagai manipulator mata uang, ketika SNB melakukan pembelian besar-besaran terhadap mata uang asing.

Chris Turner dari ING menambahkan bahwa salah satu alasan kekuatan franc saat ini, selain karena statusnya sebagai safe haven, adalah keraguan pasar terhadap kemampuan SNB untuk melakukan intervensi dalam skala besar seperti di masa lalu.

Kesimpulannya, SNB berada di posisi sulit, antara mempertahankan stabilitas harga dan menghindari ketegangan dengan mitra dagang besar seperti AS. Sementara industri Swiss berada di bawah tekanan dari berbagai arah.

Aksi SNB Hadapi Franc

SNB berada di bawah tekanan untuk mengendalikan lonjakan nilai tukar franc, yang bisa membahayakan stabilitas harga dan memperburuk prospek ekspor. Kendati SNB menyatakan bahwa mereka tidak memanipulasi mata uang, mereka tetap membuka kemungkinan untuk intervensi di pasar valuta asing jika inflasi terancam. Mereka juga menyebut suku bunga negatif bisa kembali diterapkan, meskipun opsi ini tidak disukai oleh bank, penabung, dan dana pensiun karena pernah diterapkan dari 2014 hingga 2022 dan menimbulkan banyak keluhan.

Menurut ekonom UBS Maxime Botteron, SNB mungkin sudah diam-diam menjual franc dalam skala terbatas, namun intervensi besar-besaran belum terlihat. Ia menilai intervensi lebih fleksibel dibandingkan pemotongan suku bunga. SNB bisa masuk ke pasar, menjual franc, lalu berhenti begitu nilai tukar sedikit mereda.

SNB sendiri menolak berkomentar mengenai nilai franc atau langkah konkret yang akan diambil. Namun, fokus pasar tampaknya tertuju pada penguatan franc terhadap euro, mengingat 57% impor Swiss menggunakan euro. Bandingkan dengan hanya 13% yang menggunakan dolar. Karena itu, apresiasi terhadap euro memiliki dampak langsung pada inflasi, yang menjadi target utama kebijakan moneter SNB.

SNB menyatakan bahwa mereka tidak memantau pasangan mata uang tertentu, melainkan melihat nilai tukar berdasarkan keranjang mata uang. Namun, jika inflasi terganggu, mereka siap bertindak.

Patrick Saner dari Swiss Re menilai bahwa intervensi semakin mungkin dilakukan, terutama karena nilai tukar riil efektif franc kini telah menyentuh level tertinggi sejak 2015. Ia menyebut bahwa kecepatan dan besarnya lonjakan nilai tukar sejak 2 April menjadikan momen ini semakin mendekati ambang batas SNB untuk bertindak.

Meski diplomasi internasional dan citra politik turut diperhitungkan, Saner menekankan bahwa jika stabilitas harga terancam, intervensi sangat mungkin dilakukan.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)

Read Entire Article
Photo View |