Investor Asing Balik Badan, Duit Rp 4 Triliun Keluar dari RI

4 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Investor asing mulai menjual besar-besaran aset berdenominasi rupiah hingga mencatat net outflow. Outflow tersebut telah terjadi setelah inflow selama enam pekan beruntun.

Bank Indonesia merilis data transaksi 2 - 4 Juni 2025, investor asing tercatat jual neto sebesar Rp4,48 triliun, terdiri dari jual neto sebesar Rp3,98 triliun di pasar saham dan Rp5,69 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) serta beli neto sebesar Rp5,19 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN).

Selama tahun 2025, berdasarkan data setelmen sampai dengan 4 Juni 2025, investor asing tercatat jual neto sebesar Rp46,67 triliun di pasar saham dan Rp19,34 triliun di SRBI, serta beli neto sebesar Rp46,70 triliun di pasar SBN.

Pekan pendek tidak hanya terjadi pada minggu lalu, melainkan juga beberapa waktu lalu.

Sebagai perbandingan, pada pekan kedua dan keempat Mei 2025, investor asing tercatat inflow masing-masing sebesar Rp4,14 triliun dan Rp1,5 triliun. Bahkan pada pekan kelima April 2025 juga terpantau inflow yang lebih besar yakni Rp4,15 triliun.

Sedangkan pada pekan lalu (pekan pertama Juni 2025) justru terjadi outflow sebesar Rp4,48 triliun.

Bagi pasar saham, pekan lalu ada momen investor melakukan aksi profit taking usai Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami apresiasi yang signifikan beberapa pekan terakhir.

Namun bagi pasar SBN justru pekan lalu adalah momen yang baik mengingat imbal hasil SBN tenor 10 tahun masih cukup tinggi (lebih dari 6,8%).

Ketegangan AS dengan China

Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump pada Rabu pekan lalu mengatakan bahwa sangat sulit untuk mencapai kesepakatan dengan Presiden China Xi Jinping, di saat Gedung Putih menyarankan bahwa kedua pemimpin bisa berbicara minggu ini di tengah meningkatnya ketegangan dagang.

Scott Bessent, Menteri Keuangan AS, mengatakan pada Kamis bahwa pembicaraan dagang "sedikit mandek", dan kemungkinan besar para pemimpin kedua negara perlu turun tangan langsung. Pada hari Senin, seorang pejabat senior Gedung Putih mengatakan kepada CNBC bahwa Trump dan Xi kemungkinan besar akan berbicara minggu ini.

Namun, belum jelas apakah percakapan tersebut benar-benar sudah dijadwalkan.

"Saya menyukai Presiden XI dari China, selalu suka dan akan terus begitu, tapi dia SANGAT TEGAS, DAN SANGAT SULIT DIAJAK BERDAMAI!!!" tulis Trump di Truth Social.

Washington dan Beijing saling menyalahkan atas pelanggaran terhadap kesepakatan dagang yang dicapai di Swiss pada 12 Mei. Kesepakatan itu mencakup penangguhan tarif selama 90 hari, serta pencabutan sebagian besar tindakan balasan dagang oleh China terhadap AS yang diberlakukan sejak awal April.

Namun, China belum secara signifikan melonggarkan pembatasan ekspor logam tanah jarang (rare earths), yang bertentangan dengan harapan Washington. Selain itu, Beijing mengkritik AS atas langkah-langkah yang terus berjalan untuk membatasi akses China terhadap teknologi canggih. Minggu lalu, pemerintahan Trump juga mengumumkan akan mulai mencabut visa mahasiswa China.

Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, dalam pertemuan perdananya dengan Duta Besar AS untuk China yang baru, David Perdue, pada Selasa, menyatakan bahwa rangkaian kebijakan "negatif" terbaru dari pemerintahan Trump berdasarkan alasan yang tidak berdasar dan merusak hak dan kepentingan sah China, menurut pernyataan resmi.

Sedangkan pada Senin (9/6/2025), para pejabat tinggi AS dan China bertemu di London untuk melakukan pembicaraan yang bertujuan meredakan sengketa perdagangan yang panas antara kedua negara adidaya tersebut. Konflik dagang keduanya telah meluas hingga kontrol ekspor atas barang dan komponen yang penting bagi rantai pasokan global.

Kedua belah pihak mencoba kembali ke jalur yang benar dengan perjanjian awal yang dicapai bulan lalu di Jenewa.

"Putaran pembicaraan perdagangan berikutnya antara AS dan China akan diadakan di Inggris pada hari Senin," kata juru bicara pemerintah Inggris dikutip dari Reuters pada Senin (9/6/2025).

"Kami adalah negara yang memperjuangkan perdagangan bebas dan selalu menegaskan bahwa perang dagang tidak menguntungkan siapa pun, jadi kami menyambut baik pembicaraan ini," sambungnya.

Hasil dari pertemuan kedua negara ini tentu akan memberikan dampak yang signifikan bagi global termasuk Indonesia mulai dari ekspor hingga investasi asing.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)

Read Entire Article
Photo View |