Peneliti Ungkap Beras Dunia Tercemar Racun, Apa Bahayanya?

5 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Studi terbaru menunjukkan bahwa negara-negara penghasil beras terbesar di dunia menghadapi ancaman serius terhadap ketahanan pangan akibat pencemaran zat logam berat di lahan pertanian.

Tim peneliti dari China menemukan bahwa wilayah subur di Asia Selatan dan Asia Tenggara seperti India, Pakistan, Bangladesh, China dan Thailand mengalami kontaminasi kadmium yang sangat tinggi. Studi itu dipimpin oleh seorang profesor di Sekolah Lingkungan Hidup Universitas Tsinghua, Hou Deyi.

Studi tersebut mengungkapkan bahwa 1,4 miliar orang di seluruh dunia terdampak oleh plusi logam berat beracun, dan 17% lahan pertanian telah terkontaminasi. Temuan ini dipublikasikan di jurnal Science belum lama ini, seperti dikutip dari South China Morning Post, Sabtu (19/5/2025).

Kadmium adalah zat logam berat beracun yang bersifat karsinogenik dan dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, seperti kerusakan ginjal, gangguan tulang, dan penyakit pernapasan, hingga pemicu kanker.

Kontaminasi ini ditemukan paling parah di India bagian utara dan selatan. kemudian diikuti wilayah Pakistan Bangladesh, China Selatan, Thailand, dan Kamboja selatan.

Negara-negara itu merupakan produsen beras dunia. Vietnam juga eksportir beras dunia, namun tingkat polusi logam beratnya relatif rendah menurut studi itu.

Menurut data Statista, India merupakan eksportir beras terbesar dunia yang diperkirakan mengekspor 22 juta ton pada tahun keuangan 2024/2025. Thailand menempati posisi kedua dengan perkiraan ekspor 7,5 juta ton pada periode itu.

Adapun konsumen beras terbesar dunia adalah China, India, Bangladesh. Negeri tirai bambu melakukan konsumsi mencapai 155 juta ton pada tahun 2022/2023.

Zat logam ini dapat bertahan selama puluhan tahun dan mengancam ekosistem juga kesehatan manusia. Para penulis telah diminta memberikan komentar terkait polusi kadmium di Tiongkok selatan dan tanaman beras negara tersebut, namun hingga kini belum ada tanggapan.

Meskipun penelitian tentang kontaminasi tanah telah dilakukan selama beberapa dekade, data global yang komprehensif dan pemetaan spasial resolusi tinggi masih sangat terbatas.

Tim ini menganalisis big data dari 1.493 studi yang mencakup 796.084 sampel dari tanah dari 91 negara. Kemudian mereka menggunakan algoritma bernama Extremely Randomises Trees untuk memperkirakan konsentrai logam berat, dengan mempertimbangkan indikator iklim, geologi, topografi, dan kondisi sosial ekonomi.

Tim Hou mendefinisikan area dengan tingkat logam berat melebihi 125% dari ambang batas nasional paling ketat sebagai wilayah yang mengalami polusi.
Mereka menemukan bahwa secara global sekitar 14-17% lahan pertanian melebihi tingkat aman untuk setidaknya satu logam berat beracun.

Kadmium adalah kontaminasi paling umum ditemukan pada 9% lahan pertanian seluruh dunia, diikuti oleh nikel 5,8%, dan kromium 3,2%.

Hou melihat industri metalurgi telah menjadi pendorong utama perkembangan manusia selama ribuan tahun, tapi juga mencemari tanah sejak zaman perunggu hingga era modern. Banyak lahan yang paling terdampak berkaitan dengan peradaban kuno awal seperti Eropa Selatan, Timur Tengah, Asia Selatan, dan Tiongkok.

"Kami berharap data global mengenai polusi tanah yang disajikan dalam laporan ini dapat menjadi peringatan ilmiah bagi para pembuat kebijakan dan petani untuk mengambil tindakan segera dan diperlukan demi melindungi sumber daya tanah dunia yang sangat berharga," kata Hou.


(hsy/hsy)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Jepang Krisis Beras Harga Meroket

Next Article Jelang HPP Gabah Naik, Segini Harga Beras di Pasar Induk-Toko Eceran

Read Entire Article
Photo View |