Pelajar RI Malas ke Perpustakaan, Cuma Senang Baca Buku Ini

6 days ago 6

Jakarta, CNBC Indonesia- Di antara hiruk-pikuk teknologi dan pendidikan modern, perpustakaan seolah jadi rumah tua yang semakin jarang dikunjungi. Dulu tempat kembali setelah pelajaran usai, kini perlahan redup di tengah era gawai dan gempita konten instan.

Tapi benarkah perpustakaan sudah kehilangan pesonanya, atau justru hanya dilupakan oleh sistem yang tak lagi menomorsatukannya?

Data dari Survei Sosial Budaya dan Pendidikan (Susenas MSBP) 2024 mengungkapkan bahwa hanya 44,56% peserta didik yang mengunjungi perpustakaan atau memanfaatkan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) dalam tiga bulan terakhir.

Angka ini menunjukkan bahwa lebih dari separuh anak sekolah di Indonesia tidak pernah menyentuh ruang-ruang yang dirancang untuk membina literasi di luar ruang kelas formal. Padahal, membaca masih jadi kebiasaan mayoritas, 98,21% peserta didik membaca dalam seminggu terakhir. Ada yang janggal budaya baca tumbuh, tapi perpustakaan ditinggalkan.

Jika dirinci berdasarkan jenjang pendidikan, justru jenjang SMA/SMK dan SMP yang mendominasi kunjungan perpustakaan, masing-masing 55,32% dan 52,01%. Sedangkan jenjang SD mencatat angka terendah, hanya 37,31% anak SD yang datang ke perpustakaan atau TBM dalam tiga bulan terakhir.

Ini mengindikasikan lemahnya keterlibatan literasi sejak usia dasar, fondasi, di mana fase itulah yang paling penting untuk menanamkan kebiasaan membaca.

Lebih menarik lagi jika dilihat berdasarkan latar belakang ekonomi. Semakin tinggi tingkat pengeluaran rumah tangga, semakin besar pula kemungkinan anak-anaknya mengakses perpustakaan. Pada kelompok 20% teratas, 52,29% peserta didik mengunjungi perpustakaan.

Sementara pada 40% terbawah, hanya 40,69%. Ini memperlihatkan ketimpangan akses literasi yang cukup tajam perpustakaan seharusnya hadir sebagai penyamarataan akses, bukan justru terkungkung oleh kasta ekonomi.

Kesenjangan juga tampak antara kota dan desa. Di wilayah perkotaan, 47,23% peserta didik mengakses perpustakaan atau TBM. Sedangkan di perdesaan, angkanya menurun menjadi 40,47%.

Perbedaan ini bukan cuma bicara soal fisik gedung, tapi juga soal persepsi dan kebijakan apakah perpustakaan masih diposisikan sebagai fasilitas pendidikan yang strategis, atau sekadar pelengkap administrasi?

Di sisi lain, buku pelajaran sekolah masih mendominasi jenis bacaan peserta didik dengan angka 91,45%, disusul kitab suci (84,41%), buku pengetahuan (64,08%), dan buku cerita (31,95%).

Namun hanya 4,41% peserta didik yang membaca majalah atau tabloid. Ini menandakan bahwa fungsi perpustakaan sebagai jendela bacaan yang luas dan beragam belum dimanfaatkan optimal bahkan untuk bacaan ringan pun anak-anak tampaknya lebih memilih layar daripada lembar.

CNBC Indonesia Research

(emb/emb)

Read Entire Article
Photo View |