Jakarta, CNBC Indonesia - Perdana Menteri Slovakia Robert Fico memicu ketegangan di Brussels usai menuntut pengecualian hukum untuk tetap membeli gas Rusia hingga 2034. Sebagai gantinya, ia bersedia mencabut veto Slovakia terhadap paket sanksi ke-18 Uni Eropa terhadap Kremlin.
"Solusi terbaik adalah memberi Slovakia pengecualian agar kami bisa menyelesaikan kontrak jangka panjang dengan Gazprom hingga 2034," tulis Fico di media sosial pada Selasa (15/7/2025), seperti dikutip Euro News.
Langkah Fico dinilai sebagai manuver politik untuk mengamankan kepentingan energi domestik Slovakia, yang saat ini sangat bergantung pada pasokan gas Rusia. Komisi Eropa sebelumnya telah mengusulkan penghentian impor energi Rusia secara bertahap hingga akhir 2027, sebagai bagian dari strategi menekan pendanaan perang Moskow di Ukraina.
Namun, Fico memperingatkan bahwa Slovakia dapat digugat oleh Gazprom sebesar 16-20 miliar euro jika kontrak jangka panjang itu dihentikan sepihak. Komisi Eropa membantah kekhawatiran tersebut dan menyebut bahwa larangan impor dapat dikategorikan sebagai force majeure dalam hukum internasional.
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen menyurati Fico dengan jaminan bahwa transisi energi akan dilakukan secara bertahap dan koordinatif. Ia juga membuka opsi bantuan negara dan penggunaan dana Uni Eropa untuk mengurangi dampak terhadap rumah tangga dan industri.
Namun, surat itu tak menyebutkan pengecualian khusus maupun kompensasi finansial langsung. Menurut Fico, tawaran tersebut ditolak mentah-mentah oleh mitra koalisinya.
"Jaminan Komisi itu tidak memadai, beberapa bahkan menyebutnya tidak ada apa-apa," ungkap Fico. Ia juga memerintahkan perwakilan Slovakia untuk meminta penundaan pemungutan suara atas paket sanksi baru.
Ketegangan ini memperpanjang negosiasi antarnegara anggota. Perwakilan Tinggi UE Kaja Kallas menyatakan kekecewaannya atas langkah Slovakia dan mempertanyakan apakah veto tersebut dipengaruhi oleh politik domestik.
"Jika sensitivitas Anda sudah ditangani, seharusnya tidak ada lagi halangan," tegas Kallas. Meski demikian, ia tetap optimistis kesepakatan dapat tercapai sebelum akhir pekan. "Kita perlu menavigasi 27 opini publik dan kepentingan yang berbeda."
Sikap Fico juga berpotensi berseberangan dengan kebijakan luar negeri Washington. Presiden AS Donald Trump sebelumnya mengancam akan mengenakan "tarif berat" terhadap Rusia dan mitranya jika tidak ada kemajuan menuju perdamaian dalam 50 hari ke depan.
(tfa/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article
Eropa Pecah! 2 Negara NATO Ini Ancam Blokir Kebijakan UE untuk Ukraina