Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar petani (NTP) yang menggambarkan tingkat kemampuan/daya beli petani di perdesaan, tercatat turun pada April 2025. Angkanya menjadi 121,06 atau turun 2,15% dibanding Maret 2025 yang sebesar 123,72.
Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa Pudji Ismartini menjelaskan, turunnya NTP pada April 2025 itu disebabkan merosotnya indeks harga yang diterima petani, yakni minus 1,35%, sedangkan indeks harga yang dibayar petani mengalami kenaikan 0,82%.
"Penurunan NTP terjadi karena indeks harga yang diterima petani turun 1,35% sementara indeks harga yang dibayar petani naik 0,82%," kata Pudji saat konferensi pers di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Jumat (2/5/2025).
Komoditas utama yang menyumbang merosotnya indeks harga yang diterima petani ialah kelapa sawit, gabah, karet, hingga cabai rawit. Sedangkan komoditas penyumbang naiknya harga yang dibayar petani ialah tarif listrik, bawang merah, cabai merah, serta kelapa tua.
Seluruh subsektor NTP memang mengalami penurunan drastis pada April 2025. Terbesar ialah Tanaman Perkebunan Rakyat yang angka indeksnya merosot 4,07%. Diikuti subsektor Tanaman Pangan sebesar 2,24%; Subsektor Peternakan sebesar 0,96%; dan Subsektor Perikanan sebesar 0,43%.
Sedangkan, NTP Subsektor Tanaman Hortikultura mengalami kenaikan sendiri sebesar 2,72%.
Nilai tukar nelayan juga merosot pada April 2025 sebesar 0,13%, dari angka indeksnya 103,48 pada Maret 2025 menjadi 103,35. Demikian juga untuk pembudidaya ikan yang nilai tukarnya merosot 0,91% dari 103,61 menjadi 102,66.
Dari total 38 provinsi yang menjadi objek survei NTP, 31 provinsi memang mengalami penurunan NTP dengan angka penurunan terdalam Bengkulu dengan minus 7,23%. Sementara itu, 7 provinsi mengalami kenaikan dengan angka kenaikan tertinggi 0,63% di Papua Tengah.
Untuk NTN, mayoritas provinsi yang disurvei malah naik nilainya yakni sebanyak 22 provinsi dengan kenaikan tertinggi ialah Sulawesi Tengah sebesar 2,83%. Sedangkan 15 provinsi mengalami penurunan NTN dengan penurunan terdalam di Jawa Timur yang minus 2,64%.
Jatuhnya NTP ini sebetulnya seiring dengan penurunan Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) yang menggambarkan perbandingan antara Indeks Harga yang diterima oleh Petani (It) dengan Indeks Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal (BPPBM).
Pada April 2025, NTUP turun sebesar 1,50%. Hal ini terjadi karena indeks yang diterima petani mengalami penurunan sebesar 1,35%, sedangkan indeks BPPBM mengalami kenaikan sebesar 0,16% terutama disumbang upah pemanenan, bibit bawang merah, bibit sapi umur 2-12 bulan, dan bakalan sapi umur di atas 12 bulan.
"Penurunan NTUP terjadi karena indeks harga yang diterima petani turun 1,35%, sedangkan biaya produksi dan penambahan barang modal atau BPPBM meningkat 0,16%," tutur Pudji.
(dce)
Saksikan video di bawah ini:
Video: BPS Catat Kenaikan Inflasi Maret 2025, Capai 1,65% (mtm)
Next Article Harga Minimum Singkong untuk Industri Tepung Ditetapkan Rp1.350/Kg