Mengenal Sell in May and Go Away, Simak Strategi Cuannya

6 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Bulan Mei identik dengan fenomena mode jual bagi kalangan investor saham. Fenomena tersebut disebut dengan Sell in May & Go Away. Sell in May & Go Away adalah pepatah yang mengacu pada kinerja saham yang secara historis lebih lemah dari bulan Mei hingga Oktober.

Fenomena ini mengacu pada strategi investor mengurangi porsi saham pada Mei. Misalnya, para investor asing meninggalkan pasar saham untuk pergi berlibur selama musim panas, lalu masuk kembali ke pasar saham pada November.

Fenomena tersebut awalnya berasal dari sebuah pepatah kuno di Inggris yang berbunyi: "Sell in May and go away, and come back on St. Leger's Day".

Pepatah yang biasa dilontarkan di antara para pedagang, bangsawan, dan bankir di kota London, Inggris ini sebetulnya merujuk pada kebiasaan mereka yang suka meninggalkan kota selama berbulan-bulan sepanjang musim panas untuk kemudian kembali pada pertengahan September untuk menonton gelaran pacuan kuda, St. Leger's Day, di arena balap Doncaster, South Yorkshire.

Kebiasaan orang Inggris tersebut ternyata juga mirip seperti yang ditemukan di Amerika Serikat (AS). Ketika memasuki bulan Mei, para trader dan investor di AS cenderung memilih menghabiskan waktunya untuk liburan musim panas yang biasanya berlangsung antara bulan Mei hingga Oktober.

Pada akhirnya, fenomena tersebut memiliki dampak riil pada kinerja pasar modal di AS selama lebih dari setengah abad. Hal ini dibuktikan lewat kinerja historis saham yang buruk selama periode enam bulan dari Mei hingga Oktober.

Pasar saham Tanah Air pun bersiap menyambut hari pertama perdagangan di periode Mei 2025. Memasuki periode bulan tersebut, investor mau tak mau harus bersiap untuk menyambut fenomena Sell in May and Go Away yang cenderung akan mengalami penurunan.

Apalagi selama periode April, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) telah mencatatkan kenaikan yang sangat signifikan, sehingga patut di waspadai adanya koreksi setelah kenaikan pesat.

Sepanjang periode April 2025, IHSG mencatatkan kenaikan 3,93% dan bertengger di level 6.766,8 pada Rabu (30/4/2025). Sepanjang Mei, IHSG mencatatkan 10 hari penguatan dan enam hari penurunan.

Sementara itu, jika melihat secara historis, IHSG selama 10 tahun terakhir di periode Mei dominan mencatatkan pelemahan, hanya di tahun 2015 dan 2020 IHSG menguat di periode Mei.

Melihat penguatan IHSG pada periode Maret dan April 2025, mendorong potensi IHSG harus rehat sejenak di periode Mei 2025, mengingat terdapat beberapa sentimen yang kemungkinan akan menjadi kabar buruk untuk pasar saham di sepanjang Mei 2025.

Bagi Anda, kalangan investor saham pemula mungkin tidak banyak mengetahui ada bulan-bulan tertentu yang mampu menghasilkan 'cuan' maksimal. Apakah ini fakta atau mitos belaka?

Perlu diketahui, bahwa pasar saham memiliki siklus tersendiri. Mulai dari istilah January Effect, Sell In May and Go Away, Window Dressing, hingga Santa Claus Rally. Anda bukan tidak mungkin menghasilkan cuan dari siklus-siklus tersebut.

Michael Setjoadi, VP PT RHB Sekuritas Indonesia mengakui memang ada beberapa bulan tertentu yang bisa menghasilkan cuan maksimal. Namun, hal tersebut akan tetap bergantung pada portofolio yang Anda miliki.

"Tergantung dari masing-masing investor, posisinya pada suatu saham apakah sudah ada atau belum. Kalau kita belum ada pada posisi yang tepat di Sell In May, di mana harga indeks sedikit terkoreksi bisa collect dari investor," kata Michael dalam program InvesTime CNBC Indonesia.

Menurut Michael, potensi cuan dari para investor saham tergantung dari karateristik investor itu sendiri. Pasalnya, tidak semua cuan yang dihasilkan sama karena pelaku pasar saham bukan hanya investor jangka pendek.

"Apakah investasi jangka pendek, atau panjang. Di mana yang panjang pun tidak terlalu melihat kalender karena ini jangka investasi dalam beberapa bulan saja," katanya.

Para investor pemula yang memiliki karateristik jangka pendek, kata dia, perlu lebih jeli dalam melihat timing berinvestasi. Jika Anda tepat, bukan tidak mungkin Anda bisa meraup cuan yang maksimal.

"Jika kita rasa timing itu sesuatu yang sangat penting, tetapi fundamental perusahaan tidak mendukung dengan performa harga sahamnya, tentu cuan atau keuntungan yang dihasilkan tidak maksimal atau malah merugi," katanya.


(fsd/fsd)

Saksikan video di bawah ini:

Video: IHSG & Rupiah Perkasa, Mana Sektor Yang Jadi Incaran Pasar?

Next Article Perusahaan Investasi Asal Singapura Raup Rp 17 T Hasil Lego Aset Ini

Read Entire Article
Photo View |