Lonjakan Mobilitas Nataru dan Catatan Kritis bagi Kebijakan Transportasi

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com

Periode Natal 2025 dan Tahun Baru 2026 kembali diwarnai oleh meningkatnya mobilitas masyarakat, khususnya di Jakarta sebagai pusat aktivitas nasional. Jalanan menjadi lebih padat, terminal semakin ramai, dan pergerakan kendaraan pribadi meningkat signifikan.

Situasi ini merupakan konsekuensi wajar dari tingginya aktivitas sosial dan ekonomi di akhir tahun. Namun, di balik dinamika tersebut, terdapat ruang evaluasi yang penting terkait kesiapan kebijakan transportasi dalam menjaga keselamatan pengguna jalan.

Data Dinas Perhubungan DKI Jakarta mencatat bahwa hingga 25 Desember 2025, jumlah penumpang di terminal-terminal AKAP Jakarta telah melampaui 11.500 orang, atau meningkat hampir 80 persen dibanding hari normal. Peningkatan ini menunjukkan tingginya pergerakan masyarakat selama libur Nataru. Pada saat yang sama, kebijakan peniadaan ganjil-genap turut memberi fleksibilitas bagi warga, meskipun juga berdampak pada bertambahnya volume kendaraan di jalan.

Dalam konteks tersebut, kebijakan transportasi selama libur panjang sejauh ini telah berfokus pada kelancaran arus lalu lintas. Pendekatan ini tentu penting untuk menghindari kemacetan berkepanjangan.

Namun, ada baiknya keselamatan juga ditempatkan sebagai indikator utama keberhasilan pengelolaan mobilitas musiman. Ketika volume kendaraan meningkat tajam, toleransi terhadap kesalahan di jalan menjadi semakin kecil, sehingga potensi kecelakaan ikut meningkat.

Pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar kecelakaan lalu lintas masih dipengaruhi oleh faktor perilaku pengemudi. Kelelahan akibat perjalanan panjang, distraksi penggunaan ponsel, serta pelanggaran kecepatan menjadi tantangan yang terus berulang, terutama di masa liburan. Kebijakan transportasi yang memberi kelonggaran mobilitas idealnya disertai dengan upaya pengendalian risiko yang lebih kuat, agar fleksibilitas tidak berujung pada peningkatan bahaya di jalan.

Dari sudut pandang ekonomi transportasi, keselamatan berkendara memiliki implikasi yang luas. Kecelakaan lalu lintas tidak hanya berdampak pada individu yang terlibat, tetapi juga menimbulkan biaya tidak langsung seperti kemacetan lanjutan, keterlambatan distribusi barang, peningkatan konsumsi bahan bakar, serta penurunan produktivitas. Pada periode Nataru, saat aktivitas ekonomi sedang tinggi, gangguan kecil di jaringan transportasi dapat berdampak signifikan terhadap efisiensi kota.

Langkah pemerintah daerah dalam memanfaatkan digitalisasi patut diapresiasi. Pelaksanaan ramp check terhadap lebih dari 1.100 kendaraan angkutan umum, pemeriksaan kesehatan awak kendaraan, serta pemantauan lalu lintas berbasis data merupakan fondasi penting menuju sistem transportasi yang lebih aman. Ke depan, pendekatan ini dapat diperkuat dengan integrasi data yang lebih menyeluruh untuk mendukung kebijakan pengendalian risiko secara adaptif.

Lonjakan mobilitas Nataru seharusnya menjadi momentum refleksi bersama. Kelancaran lalu lintas memang penting, tetapi keselamatan dan efisiensi perlu berjalan beriringan. Dengan menjadikan keselamatan sebagai bagian inti dari kebijakan transportasi musiman, manfaat mobilitas dapat dirasakan tanpa harus dibayar dengan risiko dan biaya ekonomi yang seharusnya bisa dihindari.

(miq/miq)