Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) menjamin kebenaran data simpanan Pemerintah Daerah (Pemda) di perbankan. Pernyataan ini diungkapkan bank sentral setelah
adanya laporan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengenai selisih data simpanan pemerintah daerah di perbankan.
Selisih ini cukup besar, yakni sekitar Rp18 triliun. Alhasil, ini menimbulkan pertanyaan dari kepala daerah, salah satunya Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang menilai angka simpanan pemerintah provinsinya tidak sebesar data BI.
Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, menjelaskan bahwa data dikumpulkan dari laporan bulanan seluruh bank, kemudian diverifikasi ketat sebelum dipublikasikan secara agregat dalam Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia.
"Sehubungan dengan pemberitaan data simpanan Pemda di perbankan, dapat kami sampaikan bahwa Bank Indonesia memperoleh data posisi simpanan perbankan dari laporan bulanan yang disampaikan oleh seluruh kantor bank," kata Denny melalui keterangan tertulis, Rabu (22/10/2025).
Denny mengungkapkan, data dana simpanan pemda itu dilaporkan pihak bank berdasarkan posisi akhir bulan. Selanjutnya Bank Indonesia melakukan verifikasi dan mengecek kelengkapan data yang disampaikan.
"Data posisi simpanan perbankan tersebut secara agregat dipublikasikan dalam Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia di website Bank Indonesia," tegas Denny.
Purbaya sebelumnya telah melakukan cross check dengan BI. Menurutnya, data simpanan Pemda yang dia paparkan sudah sesuai dengan nominal yang dicatat oleh BI. Dia pun meminta kepada Dedi Mulyadi yang mempermasalahkan data ini untuk melakukan pengecekan ulang terhadap perbedaan data kas mengendap.
"Tanya saja ke Bank Sentral. Itu kan data dari sana. Harusnya dia cari, kemungkinan besar anak buahnya juga ngibulin dia," kata Purbaya saat ditemui di kantornya, Jakarta, Selasa (21/10/2025).
Sebagaimana diketahui, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi melalui akun instagram @dedimulyadi71 membantah adanya data dana deposito pemda Jabar senilai Rp 4,1 triliun yang mengendap di BPD. Data itu sebelumnya terungkap dalam paparan Mendagri Tito Karnavia saat Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah 2025, Senin (21/10/2025).
Ia menegaskan, yang ada saat ini, kas Pemda Jabar hanya senilai Rp 2,38 triliun dalam bentuk giro.
"Di kasnya tidak ada sertifikat deposito Rp 4,1 triliun. Jadi kalau ada yang menyatakan ada uang Rp 4,1 triliun yang tersimpan dalam bentuk depostio serahin datanya ke saya, soalnya saya bolak balik ke BJB ngumpulin staf marahin staf ternyata tidak ada di dokumen," kata Dedi.
Awal Permasalahan
Polemik ini berawal dari laporan Tito kepada Purbaya. Dia menuturkan bahwa simpanan daerah di perbankan tidaklah setinggi catatan Bank Indonesia (BI) yang dipegang Purbaya.
Dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah 2025 yang rutin dilaksanakan tiap awal pekan, dan kini dihadiri Purbaya, Tito mulanya mengungkapkan BI mencatat simpanan Pemda di perbankan per September 2025 senilai Rp 233,97 triliun.
"Dari BI itu menyampaikan bahwa daerah itu ada di bank sebanyak Rp 233 triliun," kata Tito, Senin (20/10/2025).
Foto: Posisi simpanan menurut golongan pemilik pada bank umum. (Dok. Kemenkeu)
Posisi simpanan menurut golongan pemilik pada bank umum. (Dok. Kemenkeu)
Simpanan Pemda mulai tingkat provinsi hingga kabupaten atau kota yang dilaporkan BI mengendap di perbankan itu kata Tito terdiri dari giro Rp 178,14 triliun, deposito Rp 48,4 triliun, dan tabungan Rp 7,43 triliun.
Setelah mengecek detail angka simpanan yang dicatat BI itu hingga ke tingkat kota, Tito mengaku menemukan data yang janggal. Salah satunya ialah simpanan pemerintah Kota Banjarbaru yang mencapai Rp 5,16 triliun.
Padahal, ia mengatakan, pendapatan asli daerah atau PAD pemda kota Banjarbaru itu bahkan tak sampai Rp 5 triliun. Masalah inilah yang ia sebut membuat Kemendagri melakukan pengecekan ulang total simpanan pemda yang langsung ada di kas nya masing-masing.
"Ini menurut kami data yang kurang valid, karena pendapatannya saja enggak sampai Rp 5 triliun tapi dari BI itu menyampaikan Rp 5 triliun, sehingga kami juga melakukan checking ke kas nya masing-masing daerah," tegas Tito.
Dari hasil pengecekan secara langsung ke kas masing-masing daerah, Tito mengatakan, sebetulnya uang pemda yang tersedia di rekeningnya masing-masing secara total di tingkat provinsi maupun kabupaten atau kota hanya senilai Rp 215 triliun, atau ada selisih sekitar Rp 18 triliun dari laporan BI, Rp 233,97 triliun.
"Data melalui kas nya langsung, ke rekeningnya itu Rp 215 triliun, Rp 64 triliun di tingkat provinsi, kabupaten Rp 119,92 triliun, dan kota Rp 30,13 triliun," kata Tito.
Purbaya mengatakan, perbedaan data yang ditunjukkan Tito justru menggambarkan adanya kesalahan Pemda dalam melakukan pencatatan kasnya sendiri, karena BI sebetulnya mencatat data uang di perbankan sudah sesuai dengan sistem seluruh bank.
"Justru saya jadi bertanya-tanya, Rp 18 triliun itu ke mana, karena kalau bank sentral pasti ngikut itu dari bank-bank di seluruh Indonesia, Kalau di Pemda kurang Rp 18 triliun, mungkin pemda kurang teliti ngitung atau nulisnya pak, karena kalau BI sudah di sistem semuanya," kata Purbaya kepada Tito saat rapat koordinasi pengendalian inflasi daerah 2025, Senin (20/10/2025).
Oleh sebab itu, Purbaya meminta Tito untuk melakukan investigasi perbedaan pencatatan dana mengendap daerah di perbankan itu. Bila benar-benar dana selisih itu digunakan daerah untuk menggerakkan perekonomian, maka ia mengaku menyambut baik. Bila sebaliknya, maka perlu diusut.
Foto: Realisasi Belanja Dana Pemda. (Dok. Kemenkeu dan Bank Indonesia)
Realisasi Belanja Dana Pemda. (Dok. Kemenkeu dan Bank Indonesia)
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article
Menteri Tito Sudah Lama Izinkan Pemda Rapat di Hotel, Ini Alasannya