Kesepakatan Mineral AS-Ukraina: Bantuan atau Penjajahan?

12 hours ago 4

Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat dan Ukraina akhirnya menandatangani perjanjian strategis terkait pengelolaan sumber daya mineral. Kesepakatan yang telah lama dinanti ini memberi Washington akses istimewa terhadap sumber daya alam Ukraina, mulai dari mineral tanah jarang, minyak, gas hingga mineral strategis lainnya dengan imbal balik berupa pembentukan dana investasi rekonstruksi pasca-perang.

Langkah ini dipandang sebagai manifestasi dari dorongan Presiden AS Donald Trump untuk memperoleh "kompensasi nyata" atas bantuan besar yang telah diberikan Washington kepada Kyiv sejak invasi Rusia dimulai pada awal 2022.

"Kesepakatan ini menjadi sinyal jelas bagi Rusia bahwa Pemerintahan Trump berkomitmen pada proses perdamaian yang berpusat pada Ukraina yang bebas, berdaulat, dan makmur dalam jangka panjang," ujar Menteri Keuangan AS Scott Bessent sebagaimana dilansir CNBC International, Jumat (2/5/2025).

Sejak dilantik kembali pada Januari, Trump secara terbuka menyuarakan tekadnya untuk meraih kesepakatan ekonomi dengan Ukraina, khususnya yang menyangkut pengembangan bersama sumber daya strategis.

Trump menyatakan bahwa kesepakatan ini adalah bentuk "bayaran" atas pengeluaran miliaran dolar AS dari kas negara untuk mendukung perlawanan Ukraina terhadap agresi Rusia.

"Saya ingin dilindungi. Saya tidak ingin terlihat bodoh di hadapan dunia," tegas Trump.

Presiden AS itu juga mengonfirmasi bahwa dirinya telah berbicara langsung dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengenai kesepakatan mineral ini saat keduanya menghadiri pemakaman Paus Fransiskus minggu lalu.

Hak-Hak Ukraina

Menteri Pembangunan Ekonomi dan Perdagangan Ukraina, Yulia Svyrydenko, menggarisbawahi bahwa kesepakatan tersebut mencerminkan kemitraan setara antara Kyiv dan Washington. Dalam pernyataan melalui platform X, ia menekankan bahwa Ukraina tetap memegang kendali atas lokasi dan jenis ekstraksi sumber daya.

"Penting bahwa kesepakatan ini akan menjadi sinyal bagi pelaku global lainnya bahwa kerja sama jangka panjang dengan Ukraina adalah pilihan yang aman dan menguntungkan - untuk dekade-dekade ke depan," ujar Svyrydenko.

Ia juga menyampaikan bahwa dana investasi akan dikelola secara seimbang, 50-50 antara kedua negara, tanpa ada pihak yang memegang hak suara dominan.

Meski di permukaan kesepakatan ini terlihat menjanjikan, sejumlah pengamat menilai bahwa Ukraina terpaksa menerima persyaratan yang secara de facto menempatkannya pada posisi subordinat.

Ed Verona, peneliti senior di Atlantic Council's Eurasia Center yang berfokus pada bantuan rekonstruksi Ukraina, menyebut bahwa kesepakatan ini bisa mengerdilkan kedaulatan Ukraina.

"Kyiv tampaknya tidak punya banyak pilihan selain menerima ketentuan yang menjadikannya semacam koloni virtual," ujar Verona.

Ia menggarisbawahi sejumlah pertanyaan krusial yang dapat membayangi masa depan kesepakatan ini, termasuk apakah perlu diratifikasi oleh parlemen Ukraina, kemungkinan amandemen dalam proses tersebut, dan minat investor terhadap proyek jangka panjang yang bersifat padat modal.

"Sejarah perjanjian sumber daya mineral menunjukkan banyak alasan untuk meragukan ketahanan jangka panjang dari kesepakatan seperti ini," tambahnya.

Verona pun mengutip pengalaman Rusia di era 1990-an sebagai contoh bagaimana perjanjian bagi hasil produksi dapat runtuh akibat perubahan politik. Ia memperingatkan bahwa investor AS kemungkinan besar akan enggan mempertaruhkan dana pemegang saham mereka dalam kerangka kerja yang dianggap tidak seimbang.

"Saya curiga hanya sedikit investor serius AS yang bersedia mengambil risiko dengan 'kesepakatan' yang secara terang-terangan berat sebelah ini," tuturnya.


(luc/luc)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Industri Pertahanan AS Terancam Percikan Perang Dagang

Next Article Trump Menang Lagi, Ukraina-AS Sepakat soal Mineral Tanah Jarang

Read Entire Article
Photo View |