Elvan Widyatama, CNBC Indonesia
23 December 2025 13:45
Jakarta, CNBC Indonesia - Menjelang penutupan 2025, perekonomian Indonesia menunjukkan kondisi yang relatif tahan uji di tengah dinamika global yang cukup beragam.
Sejumlah indikator perekonomian mencerminkan proses pemulihan yang berjalan bertahap, mulai dari pertumbuhan ekonomi yang tetap bertahan di kisaran 5%, inflasi yang kembali normal dan terjaga dalam target pemerintah, neraca perdagangan yang masih mencatat surplus beruntun, hingga perbaikan terbatas di pasar tenaga kerja dan penurunan tingkat kemiskinan nasional.
Meski demikian, tekanan daya beli, kualitas penyerapan tenaga kerja, serta ketimpangan antara wilayah perkotaan dan perdesaan masih menjadi catatan penting dalam membaca arah perekonomian nasional menuju akhir tahun.
Berikut ini adalah beberapa indikator ekonomi yang bisa dilihat menjelang penutupan tahun 2025 :
1. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Sepanjang tahun ini, kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup berfluktuasi, dengan sempat melambat di awal tahun dan mulai terjadi perbaikan di periode berikutnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) laju pertumbuhan ekonomi tetap bertahan di kisaran 5%.
Pada kuartal I-2025, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 4,87% secara tahunan (year on year/yoy). Angka ini lebih rendah dibandingkan kuartal I-2024 yang mencapai 5,11% maupun kuartal IV-2024 sebesar 5,02%.
Pelemahan pada awal tahun tersebut mencerminkan tekanan daya beli masyarakat, seiring dengan kebijakan efisiensi belanja pemerintah pusat melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025.
Untuk meredam dampak perlambatan tersebut, pemerintah menyalurkan paket stimulus ekonomi guna menjaga konsumsi masyarakat.
Memasuki kuartal II-2025, pertumbuhan ekonomi kembali menguat. BPS mencatat ekonomi Indonesia tumbuh 5,12% secara tahunan dan 4,04% secara kuartalan (quarter to quarter/qtq).
Capaian ini tidak hanya lebih tinggi dibandingkan kuartal sebelumnya, tetapi juga melampaui ekspektasi konsensus pasar.
Pertumbuhan tersebut menempatkan ekonomi Indonesia kembali berada di atas level psikologis 5%.
Pada kuartal III-2025, laju pertumbuhan ekonomi sedikit melandai namun tetap terjaga. Ekonomi Indonesia tumbuh 5,04% secara tahunan dan 1,43% secara kuartalan.
Konsumsi masyarakat masih menjadi penopang utama, tercermin dari pertumbuhan sektor makanan dan minuman, akomodasi, serta berbagai barang dan jasa lainnya. Di tengah ketidakpastian global, surplus neraca perdagangan juga tetap berlanjut dan turut menopang kinerja ekonomi nasional.
Untuk menjaga momentum pertumbuhan, pemerintah kembali mengandalkan paket stimulus ekonomi pada kuartal III-2025 dengan nilai Rp10,8 triliun.
Menjelang akhir kuartal tersebut, pemerintah bahkan menyiapkan paket stimulus lanjutan yang dikenal dengan skema 8+4+5, mencakup program akselerasi pada 2025, program yang dilanjutkan ke 2026, serta program andalan untuk penyerapan tenaga kerja.
Sejak Oktober 2025, stimulus diperkuat melalui tambahan program Bantuan Langsung Tunai (BLT) Kesejahteraan Rakyat dan perluasan Program Magang Lulusan Perguruan Tinggi.
2. Indeks Harga Konsumen (IHK)
Pada awal 2025, Indek Harga Konsumen (IHK) masih berada di level yang sangat rendah. Pada januari IHK mencatat inflasi sebesar 0,76% yoy, bahkan pada Februari IHK sempat berbalik ke zona deflasi dengan tercatat sebesar -0,09% yoy.
Tekanan inflasi mulai kembali muncul pada Maret 2025, ketika inflasi tahunan meningkat menjadi 1,03% yoy, seiring inflasi bulanan yang relatif tinggi.
Memasuki kuartal II-2025, inflasi tahunan bergerak naik secara lebih konsisten. Pada April, inflasi mencapai 1,95% yoy dan bertahan di kisaran 1,6-1,9% hingga Juni. Ini menandakan mulai pulihnya tekanan harga setelah fase inflasi sangat rendah di awal tahun, meskipun inflasi bulanan masih berfluktuasi dan sempat kembali mencatat deflasi pada Mei.
Pada semester II-2025, laju inflasi menunjukkan penguatan yang semakin jelas. Inflasi tahunan meningkat menjadi 2,37% pada Juli, sempat sedikit melandai pada Agustus, lalu kembali naik ke 2,65% pada September dan mencapai 2,86% pada Oktober.
Pada November 2025, inflasi melanjutkan proses normalisasi harga setelah periode inflasi yang sangat rendah sepanjang 2024. Inflasi umum tercatat sebesar 2,72% secara tahunan (year on year/yoy) dan 0,17% secara bulanan (month to month/mtm).
Angka ini lebih rendah dibandingkan Oktober 2025, namun jauh lebih tinggi dibandingkan November 2024 yang hanya 1,55% (yoy). Perbandingan tersebut menunjukkan bahwa inflasi 2025 merupakan akumulasi kenaikan harga sejak pertengahan tahun, yang diperkuat oleh basis inflasi 2024 yang sangat rendah.
Secara keseluruhan, sepanjang 2025 inflasi Indonesia tetap terjaga dalam rentang target pemerintah, yakni 2,5% dengan toleransi ±1%. Kondisi ini menegaskan bahwa proses normalisasi harga berlangsung relatif terkendali di tengah fluktuasi musiman dan pemulihan ekonomi yang berjalan bertahap.
3. Neraca Perdagangan
Kinerja neraca perdagangan Indonesia sepanjang 2025 masih terus menunjukkan surplus. Data terakhir dari BPS mencatat pada Oktober 2025 neraca perdagangan kembali mencetak surplus sebesar US$2,4 miliar.
Meski lebih rendah dibandingkan surplus September 2025 yang mencapai US$4,34 miliar, capaian ini memperpanjang rekor surplus Indonesia menjadi 66 bulan berturut-turut.
Surplus pada Oktober tersebut ditopang oleh kinerja ekspor yang masih lebih tinggi dibandingkan impor. Nilai ekspor Indonesia tercatat sebesar US$24,24 miliar, sementara impor berada di level US$21,84 miliar. Selisih antara keduanya menjaga neraca perdagangan tetap berada di zona positif, meskipun tekanan impor mulai meningkat.
Secara keseluruhan, kinerja neraca perdagangan yang tetap surplus mencerminkan ketahanan sektor eksternal Indonesia di tengah dinamika perdagangan global, sekaligus menjadi penopang stabilitas ekonomi menjelang akhir 2025.
4. Tingkat Pengangguran
Kondisi pasar tenaga kerja nasional menunjukkan perbaikan walau sangat terbatas. Berdasarkan data dari BPS per Agustus 2025, tingkat pengangguran terbuka (TPT) berada di level 4,85%. Angka ini setara dengan 7,46 juta orang yang belum terserap di pasar kerja, dari total angkatan kerja sekitar 154 juta orang.
Secara sederhana, angka ini menggambarkan bahwa dari setiap 100 orang angkatan kerja, sekitar lima orang masih tidak memiliki pekerjaan atau menganggur.
Dibandingkan periode yang sama tahun lalu, jumlah pengangguran tercatat turun tipis ekitar 4.000 orang.
Penurunan ini mengindikasikan adanya tambahan penyerapan tenaga kerja, meskipun lajunya relatif terbatas. Di sisi lain, kondisi pasar kerja tetap dipengaruhi oleh bertambahnya penduduk usia kerja, yang meningkat sekitar 2,80 juta orang dalam setahun terakhir.
Artinya, tekanan untuk menciptakan lapangan kerja baru masih cukup besar seiring bertambahnya pasokan tenaga kerja.
Struktur ketenagakerjaan juga menunjukkan bahwa mayoritas angkatan kerja telah terserap. Dari sekitar 154 juta angkatan kerja, sebanyak 146,54 juta orang tercatat bekerja, dengan kenaikan sekitar 1,90 juta orang dibanding Agustus 2024.
Namun, kualitas penyerapan tenaga kerja masih menjadi catatan khusus. Dari total penduduk bekerja, sekitar 98,6 juta orang merupakan pekerja penuh, sementara sisanya tersebar pada pekerja paruh waktu dan setengah menganggur.
5. Tingkat Kemiskinan
BPS mencatat jumlah penduduk miskin per Maret 2025 mencapai 23,85 juta orang. Angka ini mengalami penurunan tipis dibandingkan periode sebelumnya dan sekaligus menjadi level terendah dalam dua dekade terakhir.
Meski secara nasional tren kemiskinan menurun, dinamika antarwilayah menunjukkan perbedaan. Di wilayah perkotaan, persentase penduduk miskin justru mengalami kenaikan dari 6,66% menjadi 6,73%.
Peningkatan ini berkaitan dengan bertambahnya jumlah setengah pengangguran di perkotaan pada Februari 2025, yang naik sekitar 0,46 juta orang dibandingkan Agustus 2024.
Selain itu, kenaikan harga sejumlah komoditas pangan seperti cabai rawit, minyak goreng, dan bawang putih turut menekan daya beli masyarakat perkotaan, khususnya rumah tangga kelompok bawah serta kelompok rentan miskin yang sangat bergantung pada harga pasar.
Sebaliknya, kondisi kemiskinan di wilayah perdesaan menunjukkan perbaikan. Pada Maret 2025, persentase penduduk miskin di pedesaan tercatat sebesar 11,03%, menurun dibandingkan September 2024 yang berada di level 11,34%. Penurunan tersebut sejalan dengan meningkatnya nilai tukar petani, yang turut memperkuat daya beli dan pendapatan masyarakat di perdesaan.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(evw/evw)






































:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5311828/original/002082300_1754896970-HOP_1.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5337590/original/033950300_1756917993-WhatsApp_Image_2025-09-03_at_23.42.17.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5341662/original/098956200_1757320693-downloadgram.org_542267009_18540863665047688_9096491130815971427_n.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5311886/original/082397400_1754898386-BATU_ALAM_KALIMANTAN_1_.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5353128/original/096377000_1758167792-photo-grid__95_.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5350528/original/058840100_1758002233-photo-grid__93_.jpg)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5352375/original/018166900_1758096944-WhatsApp_Image_2025-09-17_at_15.07.23.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5347495/original/050755300_1757673613-IMG_7380.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5351851/original/048738800_1758086062-IMG_7555_1_.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5351417/original/068951900_1758045608-BFA_51324_7384772__1_.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5326007/original/009538200_1756080537-New_hair_new_era_new_balance_jyakh__7_.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5344964/original/048860200_1757498043-SnapInsta.to_542925017_18507421732067559_5151871554777586503_n.jpg)