Ini 5 Saham Bank Second Liner yang Bikin Dompet Gendut: BRIS - CIMB

3 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Seringkali kita fokus ke saham big bank KBMI IV, padahal ada saham bank second liner yang masuk kategori KBMI III punya story menarik dan potensial upside ciamik.

KBMI itu sendiri adalah singkatan dari "Kelompok Bank berdasarkan Modal Inti". Ini adalah sistem klasifikasi yang digunakan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengelompokkan bank-bank di Indonesia berdasarkan besarnya modal inti yang mereka miliki.

Sistem KBMI ini menggantikan sistem lama yang disebut Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU). Tujuan utama klasifikasi ini adalah untuk menyesuaikan tingkat pengawasan dan regulasi OJK dengan skala, kompleksitas, dan risiko dari masing-masing bank.

Catat Dulu! Kriteria Utama KBMI Ada 4

Sebuah bank dapat masuk ke dalam kategori KBMI 3 jika memenuhi syarat modal inti pada level tertentu. Modal inti ini adalah tolak ukur utama kekuatan finansial sebuah bank untuk menyerap potensi kerugian dan untuk berekspansi. Selain KBMI 3, terdapat juga klasemen mulai dari bank dengan KBMI 1, 2, dan juga 4, di mana bank yang telah dikategorikan sebagai bank dengan klasifikasi KBMI 4 adalah bank dengan modal inti tertinggi dari KBMI yang lainnya.

  • KBMI 1, Modal Inti sampai dengan Rp 6 triliun.
  • KBMI 2: Modal Inti lebih dari Rp 6 triliun sampai dengan Rp 14 triliun.
  • KBMI 3: Modal Inti lebih dari Rp 14 triliun sampai dengan Rp 70 triliun.
  • KBMI 4: Modal Inti lebih dari Rp 70 triliun.

Karakteristik dan Cakupan Bisnis Bank KBMI 3

Bank-bank dalam kelompok ini memiliki ciri-ciri khas yang membedakannya dari kelompok lain namun tidak diwajibkan di dalam aturan OJK, yaitu :

  1. Bank ini memiliki jaringan kantor cabang yang luas dan tersebar di seluruh provinsi di Indonesia secara nasional, serta melayani jutaan nasabah ritel hingga korporasi baik dari segi layanan perbankan funding maupun lending.
  2. Bank KBMI 3 dianggap sebagai pilar penting dalam sistem keuangan nasional. Stabilitas bank-bank ini sangat berpengaruh terhadap kesehatan ekonomi negara dikarenakan aset yang dimiliki oleh perbankan KBMI 3 biasanya mencakup angka di sekitar Rp 100 triliun ke atas.
  3. Produk yang ditawarkan ragam produk yang sangat luas, mulai dari tabungan, giro, deposito, berbagai jenis kredit mulai dari kredit korporasi, komersial, UKM, KPR, hingga nasabah perorangan. Selain itu, perusahaan bank dengan kategori KBMI 3 juga menawarkan layanan wealth management untuk nasabah, hingga layanan digital yang canggih melalui ponsel hingga desktop.
  4. Meskipun fokus utamanya di dalam negeri, bank-bank ini biasanya sudah memiliki kapabilitas untuk melakukan transaksi internasional dan beberapa di antaranya memiliki kantor perwakilan di luar negeri ataupun sebaliknya kantor di Indonesia merupakan perwakilan dari kantor utamanya yang berada di luar negeri yang mayoritas didominasi oleh perusahaan perbankan dari negara-negara di ASEAN.
  5. Bank dengan kategori KBMI 3 biasanya adalah bank besar yang sudah menjadi emiten di bursa saham sehingga kinerja dan laporan keuangannya terbuka untuk masyarakat luas untuk menilai performa bank tersebut secara transparan bagi publik.

Update Kondisi Industri Perbankan Nasional

Sektor perbankan perlahan mulai menunjukkan pemulihan, tercermin dari penyaluran kredit secara industri yang tumbuh 7,56% pada Agustus 2025, naik dari bulan sebelumnya yang tumbuh 7,03%.

Laju pertumbuhan pada Agustus lalu menjadi yang pertama kali-nya naik ditahun ini, setelah sebelumnya turun terus, bahkan catatan pada Juli lalu menandai level terlambat sejak Maret 2022.

Kami melihat, sepanjang sisa tahun ini, ekspansi kredit akan terus berlanjut, inline dengan target Bank Indonesia (BI) yang menetapkan pertumbuhan penyaluran kredit sepanjang 2025 berkisar 8% - 11%.

Ekspansi bisnis bank ke depan akan didukung likuiditas yang lebih longgar, terutama setelah pemerintah menyuntik dana Rp200 triliun, yang diambil dari pengalihan dana Saldo Anggaran Lebih (SAL) yang ditempatkan di BI ke Himbara.

Meskipun bank non-himbara tak mendapatkan insentif itu, mereka tetap bisa mendapat manfaat secara tidak langsung dari meningkatnya perputaran dana di sistem perbankan dan potensi kenaikan permintaan kredit.

Dengan kondisi likuiditas yang lebih ample, persaingan penyaluran kredit juga akan semakin ketat, dan bank-bank dengan struktur permodalan kuat serta efisiensi biaya yang terjaga akan lebih diuntungkan.

Selain itu, efek penurunan suku bunga sebanyak lima kali sejak awal tahun sampai September ini, secara bertahap diharapkan mampu menekan Cost of Fund (CoF) dan mengurangi pencadangan provisi untuk meredam risiko kredit macet.

Kondisi ini berdampak pada laba perbankan pada paruh kedua tahun ini yang diproyeksi mampu tumbuh lebih positif, sekaligus tetap menjaga kualitas aset dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian.

Peluang Melirik Saham Bank KBMI III

Kami melihat ada lima emiten perbankan kategori KBMI III yang cukup menarik di lirik, diantaranya PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN), PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS), PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA), PT Bank Permata Tbk (BNLI), dan PT Bank OCBC NISP Tbk (NISP).

Dalam lima tahun terakhir, gerak saham lima bank itu mampu tumbuh melampaui industri. Kalau dirinci BNLI yang paling pesat, terbang lebih dari 380%, diikuti BRIS melejit 270%, BNGA 141%, NISP 87%, dan BBTN 16%.

Sebagai perbandingan, berikut bisa dilihat dari chart harga saham perbankan KBMI III selama lima tahun terakhir (23 September 2020 - 23 September 2025) dibandinkan gerak IDXFINANCE :

Lantas, kenapa lima emiten itu menarik? Berikut kami rinci beberapa story yang potensi jadi katalis utama pergerakan harga sahamnya :

1. Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN)

Program yang sedang diutamakan oleh pemerintah berupa program 3 juta rumah di Indonesia, menjadi faktor penting bagi BBTN dikarenakan menjadi salah satu pelaku utama dalam memberikan kredit KPR dalam program 3 juta rumah tersebut.

Selain itu penambahan likuiditas sebesar Rp25 triliun yang menjadikan emiten ini patut dilirik karena memberikan BBTN ruang lebih guna melonggarkan likuiditas yang bisa digunakan untuk menyalurkan kredit ke proyek-proyek dan juga sektor properti yang menjamah masyarakat luas melalui layanan KPR yang menjadi keunggulannya selama ini.

2. Bank Syariah Indonesia (BRIS).

Selanjutnya, BRIS bisa menjadi salah satu bank dengan prospek tinggi ke depannya karena mendapatkan berkah suntikan likuiditas dari pemerintah sebesar Rp 10 Triliun, dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui percepatan pertumbuhan kredit bagi usaha.

Fokus strategi oleh BSI adalah pembiayaan untuk layanan haji yang diharapkan tumbuh lebih positif ke depannya.

Selain hal ini, spin-off BSI dari portfolio Bank Mandiri akan menjadi pendongkrak independensi dan meningkatkan kontrol terhadap laba yang didapatkan oleh perusahaan.

Porsi kepemilikan Bank Mandiri ada pada angka 50,83% dari seluruh kepemilikan saham BSI, sehingga ada potensi penambahan retained earnings sebesar sekurang-kurangnya Rp 3,6 triliun tambahan pada akhir tahun.

3. Bank CIMB Niaga (BNGA)

Berikutnya ada BNGA, kalau bicara historis, saham ini menarik karena sering dikaitkan sebagai dividen player.

Dengan harga saham di level Rp1.700 pada Selasa (23/9/2025), potensi dividen dapat diproyeksikan menggunakan asumsi laba kuartal II sebesar Rp3,35 triliun yang disetahunkan menjadi Rp6,7 triliun.

Jika menggunakan dividend payout ratio (DPR) terendah dalam lima tahun terakhir sebesar 47,36%, maka estimasi yield dividen berada di kisaran 7,45%. Sementara itu, dalam skenario terbaik dengan mengacu pada DPR tertinggi tahun buku 2024, potensi yield dividen bisa mencapai sekitar 9,43%.

Angka ini menjadikan saham tersebut menarik bagi investor yang mengincar dividen, karena jauh di atas median yield industri perbankan yang hanya 4,2% pada laporan tahun buku 2024.

4. Bank Permata (BNLI)

Sejak Permata diakuisisi oleh Bangkok Bank pada 2020, Bank Permata mendapatkan dorongan dan tambahan likuiditas dari Bangkok Bank guna meningkatkan kinerja perbankan secara masif dan juga integrasi dengan teknologi perbankan yang dimiliki Bangkok Bank di negeri Thailand tersebut.

Hal ini membuat Bank Permata bisa secara lebih agresif memberikan kredit, dapat dilihat dari loan to deposit ratio Bank Permata yang naik dari 78,2% pada semester I/2024 menjadi 85,6% pada semester I/2025. Walaupun pertumbuhan kredit berkurang dari 10,17% pada laporan YoY H1 2024 ke 7,42% pada laporan H1 2025 secara YoY Permata masih banyak dilirik investor dikarenakan oleh price actionnya.

5. Bank OCBC NISP (NISP)

Terakhir, NISP masuk radar kami sebagai bank yang menarik dilirik di KBMI III, salah satunya karena julukannya yang disebut "The Next BBCA Killer".

Hal ini bukan tanpa alasan, karena NISP memiliki kinerja fundamental yang tergolong solid. Sepanjang semester I/2025, perseroan membukukan laba sebesar Rp2,6 triliun atau tumbuh 7% yoy. Dari sisi likuiditas, posisi bank juga termasuk salah satu yang paling longgar di industri, tercermin dari Loan to Deposit Ratio (LDR) yang berada di level 76%.

Untuk penyaluran kredit, NISP tampaknya masih menempuh strategi konservatif dengan pertumbuhan hanya sekitar 2% yoy hingga akhir Juni lalu. Meski begitu, kualitas aset tetap terjaga dengan baik, tercermin dari rasio Non Performing Loan (NPL) yang relatif rendah di angka 1,9%.

Kesimpulannya, dari story lima bank KBMI III, bisa dibilang masih cukup menarik dilirik, tetapi ini tidak menjadi acuan khusus untuk langsung dibeli. Perlu diperhatikan valuasi dan teknikalnya lebih lanjut.

Dari sisi valuasi, kami membandingkan menggunakan metrik price to book value (PBV) terhadap rata-rata lima tahun. Hasilnya, BBTN jadi saham bank KBMI III yang paling murah, lalu diikuti BRIS yang sedikit murah, meskipun mulai mendekati fair value emiten tersebut.

Di lain sisi, tiga perusahaan perbankan lain yaitu BNGA, BNLI, dan NISP memiliki current PBV yang di atas dari standard deviasi 5 tahun terakhir, sehingga dapat dikategorikan overvalue. Meski begitu, jika secara teknikal masih uptrend tak menutup kemungkinan masih bisa dijadikan peluang untuk trading menggunakan strategi follow the trend ataupun swing trading, tentu dengan tetap memperhatikan aset alokasi dan profil risiko agar potensi keuntungan tetap optimal dengan risiko koreksi harga yang bisa terjadi sewaktu-waktu.

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

(gls/gls)

Read Entire Article
Photo View |