Impor Jepang Anjlok, RI Telan Pil Pahit: Komoditas Ini Jadi Korban

2 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia- Ekspor dan impor Jepang kembali merosot pada Agustus 2025. Perlambatan impor ini bisa berdampak besar terhadap permintaan barang dari Indonesia.

Ekspor negeri Sakura terkoreksi tipis 0,1% (year-on-year/YoY), lebih baik dari proyeksi pasar yang memperkirakan koreksi 1,9%. Sebelumnya, pada Juli 2025 ekspor Jepang tercatat kontraksi 2,6%.  

Tekanan terbesar datang dari pasar Amerika Serikat.

Ekspor Jepang ke AS anjlok 13,8% yoy, penurunan terdalam sejak Februari 2021, dengan pengiriman mobil jatuh 28,4% dan mesin pembuat chip merosot 38,9%.

Dampak tarif impor AS yang mencapai rata-rata 15% sejak akhir Juli menjadi pukulan utama. Akibatnya, surplus dagang Jepang dengan AS terpangkas setengahnya menjadi hanya 324 miliar yen (US$2,21 miliar), terendah sejak Januari 2023.

Di sisi lain, impor Jepang juga terkontraksi 5,2% yoy pada Agustus, lebih dalam dari ekspektasi pasar koreksi 4,2%, didorong turunnya harga energi global.

Neraca dagang Jepang pun berbalik defisit sebesar JPY 242,5 miliar (US$1,66 miliar), lebih baik dari proyeksi defisit JPY 513,6 miliar.

Kondisi ini memberi sinyal rapuhnya permintaan eksternal dan membuat banyak ekonom memproyeksikan kontraksi ekonomi Jepang di kuartal III/2025 sebesar -1,1% (tahunan). Gubernur Bank of Japan, Kazuo Ueda, bahkan menegaskan akan berhati-hati dalam menaikkan suku bunga karena ketidakpastian dari imbas tarif AS.

Melemahnya impor Jepang ini bisa berimbas besar terhadap permintaan barang dari Indonesia.

Situasi pelemahan perdagangan Jepang ini juga berdampak ke mitra dagangnya, termasuk Indonesia. Menghimpun dari Satu Data Kemendag sejumlah komoditas ekspor utama RI ke Jepang mengalami penurunan tajam pada periode Januari-Juli 2025 dibandingkan tahun sebelumnya.

Komoditas yang paling terpukul adalah bijih logam, terak, dan abu yang ambruk hingga 75,68% atau setara dengan hilangnya devisa lebih dari US$1,2 miliar dalam tujuh bulan. Disusul oleh bahan bakar mineral dengan kontraksi 59,59%, dan dua kelompok produk energi lain yang turun di kisaran 20-28%.

Bahkan mesin serta perlengkapan elektrik, meskipun skalanya lebih kecil, ikut terkoreksi hampir 8%.

Kombinasi pelemahan permintaan global, perlambatan industri Jepang akibat tarif AS, serta tren penurunan harga energi dunia menjadi faktor utama yang menekan ekspor Indonesia ke pasar Jepang.

Jika tren ini berlanjut hingga akhir tahun, kontribusi Jepang sebagai salah satu pasar ekspor terbesar RI berpotensi menyusut signifikan.

CNBC Indonesia Research

(emb/emb)

Read Entire Article
Photo View |