Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah indikator menunjukkan ekonomi AS terus mengalami pelemahan di bawah Presiden Donald Trump. Kondisi ini menjadi perhatian berbagai pihak termasuk Indonesia.
Ekonomi Amerika Serikat (AS) mengalami tekanan yang semakin besar dalam beberapa bulan terakhir. Berbagai faktor, mulai dari kebijakan tarif dagang yang berpotensi meningkatkan inflasi, telah berkontribusi pada perlambatan ekonomi yang dirasakan oleh bisnis dan masyarakat bahkan menaikkan peluang resesi. Berikut adalah beberapa aspek utama yang menyebabkan kondisi ekonomi AS memburuk:
1. PDB AS Terkontraksi
Secara kuartalan (% qoq), ekonomi AS mengalami kontraksi sebesar 0,3% pada kuartal I-2025 seperti dilaporkan Biro Analisis Ekonomi Departemen Perdagangan AS pada Rabu (30/4). Ini merupakan penurunan pertama sejak kuartal I tahun 2022.
Padahal, ekonomi AS mengalami pertumbuhan 2,4% pada kuartal sebelumnya dan berada di bawah ekspektasi pasar sebesar 0,3%, menurut estimasi awal.
Lonjakan impor sebesar 41,3% turut memperlambat laju ekonomi, karena pelaku usaha dan konsumen bergegas menimbun barang sebagai antisipasi terhadap kenaikan biaya menyusul serangkaian pengumuman tarif oleh pemerintahan Trump.
Pertumbuhan belanja konsumen juga melambat menjadi 1,8%, laju paling lambat sejak kuartal kedua 2023, sementara belanja pemerintah federal turun sebesar 5,1%, penurunan paling tajam sejak kuartal pertama 2022. Sebaliknya, investasi tetap melonjak 7,8%, tertinggi sejak kuartal kedua 2023.
2. Indeks Keyakinan Konsumen AS Turun Tajam pada April 2025
Indeks Keyakinan Konsumen Amerika Serikat yang diterbitkan oleh The Conference Board menunjukkan penurunan tajam pada April 2025, mencerminkan meningkatnya pesimisme masyarakat terhadap kondisi ekonomi ke depan.
Indeks utama turun sebesar 7,9 poin ke level 86,0. Angka ini merupakan yang terendah sejak Mei 2020. Sementara itu, Indeks Situasi Saat Ini hanya mengalami penurunan kecil ke angka 133,5, yang menunjukkan bahwa konsumen masih menilai kondisi bisnis dan pasar tenaga kerja saat ini relatif stabil. Namun, penurunan paling tajam terlihat pada Indeks Ekspektasi, yang anjlok 12,5 poin ke level 54,4, jauh di bawah ambang batas 80 yang sering dikaitkan dengan potensi resesi.
Penurunan ini dipicu oleh meningkatnya kekhawatiran atas kebijakan tarif baru dari pemerintahan Trump, yang dikhawatirkan akan memicu kenaikan biaya hidup. Di sisi lain, hanya 31,7% responden yang percaya lapangan kerja akan tersedia dalam enam bulan ke depan.
Ekspektasi pendapatan juga menjadi negatif untuk pertama kalinya dalam lima tahun, dan hampir separuh responden memperkirakan harga saham akan turun dalam 12 bulan ke depan. Kondisi ini menandakan risiko perlambatan konsumsi rumah tangga yang dapat berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Foto: The Conference Board
Sumber: Consumer Confidence Index
3. PMI Manufaktur ISM untuk AS merosot ke 48,7
Angka PMI Manufaktur versi Institute for Supply Management (ISM) untuk AS pada periode April 2025 mengalami penurunan menjadi 48,7. Merosotnya angka PMI ini bukan baru saja terjadi melainkan telah terjadi selama tiga bulan beruntun dengan puncaknya pada Januari 2025 di angka 50,9.
Faktor utama yang mempengaruhi penurunan ini adalah kebijakan tarif yang agresif dari pemerintahan Trump. Pengenaan tarif tinggi terhadap barang impor, terutama dari China, telah meningkatkan biaya produksi dan menciptakan ketidakpastian dalam rantai pasokan. Hal ini menyebabkan perusahaan-perusahaan menunda investasi dan perekrutan tenaga kerja, serta mengurangi produksi.
Selain itu, sektor-sektor lain seperti konstruksi dan ritel juga menunjukkan tanda-tanda pelemahan, dengan laporan penurunan penjualan dan pengurangan tenaga kerja. Kombinasi dari faktor-faktor ini menimbulkan kekhawatiran bahwa ekonomi AS mungkin menuju resesi jika tren negatif ini berlanjut.
4. Klaim Pengangguran Memuncak
Data dari Departemen Tenaga Kerja yang dirilis Kamis pagi menunjukkan 241.000 klaim pengangguran awal diajukan dalam minggu yang berakhir pada 26 April, naik dari 223.000 minggu sebelumnya dan jauh di atas ekspektasi ekonom sebesar 223.000.
Sementara itu, 1,916 juta klaim berkelanjutan diajukan, naik dari 1,833 juta pada minggu sebelumnya dan level tertinggi yang terlihat sejak November 2021. Para ekonom melihat peningkatan klaim berkelanjutan sebagai tanda bahwa mereka yang menganggur membutuhkan waktu lebih lama untuk mencari pekerjaan baru.
Klaim pengangguran meningkat berarti lebih banyak orang mengajukan tunjangan pengangguran atau melaporkan kehilangan pekerjaan dalam periode tertentu. Ini bisa menjadi indikator bahwa ekonomi sedang melemah atau pasar tenaga kerja mengalami tekanan.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)