Jakarta, CNBC Indonesia - Kesepakatan gencatan senjata Gaza yang dirancang Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kini menjadi panggung baru bagi Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan untuk memperluas pengaruh geopolitiknya di Timur Tengah.
Dengan membujuk Hamas agar menerima rencana tersebut, Ankara berhasil mengubah hubungan lamanya dengan kelompok itu, yang dulu dianggap beban di Washington, menjadi aset diplomatik bernilai tinggi.
Dua pejabat Hamas dan dua sumber regional mengatakan kepada Reuters bahwa desakan Turki berperan krusial di balik keputusan Hamas menerima kesepakatan tersebut.
"Pesan Ankara tegas: waktunya telah tiba untuk menerima," kata salah satu sumber, dikutip Selasa (21/10/2025).
Trump pun tak segan memberikan pujian. "Pria dari tempat bernama Turki ini adalah salah satu yang paling berkuasa di dunia," ujarnya pekan lalu, menyebut Erdogan sebagai "sekutu yang bisa diandalkan."
Menurut analis, keberhasilan ini memberi Ankara modal diplomatik baru untuk memperbaiki hubungan dengan Amerika Serikat dan meneguhkan kembali perannya sebagai kekuatan regional utama.
"Jika pujian dari Trump menghasilkan niat baik yang langgeng, Ankara dapat memanfaatkan momentum tersebut untuk menyelesaikan sejumlah perselisihan lama," ujar Sinan Ulgen, direktur lembaga pemikir EDAM dan peneliti senior di Carnegie Europe.
Ulgen menilai, Turki kemungkinan akan menggunakan pengaruhnya untuk mempercepat pencabutan sanksi AS, melobi penjualan jet tempur F-35 yang sempat terhenti, dan memperkuat posisinya di Suriah.
Perbaikan hubungan Ankara dan Washington disebut mulai tampak setelah kunjungan Erdogan ke Gedung Putih pada September lalu, yang merupakan kunjungan pertamanya dalam enam tahun. Dalam pertemuan itu, kedua pihak membahas sejumlah isu panas, termasuk permintaan Turki agar sanksi terkait pembelian sistem rudal Rusia S-400 dicabut.
Turki juga ingin menekan Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang didukung AS agar bergabung dengan tentara Suriah. Langkah ini, menurut Ankara, akan mengurangi ancaman dari kelompok Kurdi yang berafiliasi dengan PKK.
Tekanan terhadap Hamas
Menurut beberapa sumber diplomatik, Israel awalnya menolak keterlibatan Turki dalam negosiasi. Namun Trump menekan Tel Aviv agar mengizinkan peran Ankara.
Seorang pejabat senior Hamas mengatakan keputusan menerima gencatan senjata diambil "bukan karena menyerah, tetapi akibat tekanan mediasi yang kuat dan kondisi kemanusiaan yang memburuk."
Kesepakatan tersebut menghasilkan pembebasan sandera Israel yang ditahan sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan 1.200 orang, serta gencatan senjata sementara setelah lebih dari 67.000 warga Palestina tewas dalam operasi militer Israel, menurut otoritas kesehatan Gaza.
Bagi Hamas, jaminan utama datang dari empat pihak: Turki, Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat. "Trump secara pribadi telah berjanji," ujar seorang pejabat senior Hamas kepada Reuters.
Meski begitu, banyak pihak meragukan apakah kesepakatan ini akan menjadi jalan menuju solusi dua negara. Erdogan sendiri menegaskan prioritasnya adalah "gencatan senjata penuh, pengiriman bantuan, dan rekonstruksi Gaza," sambil membuka ruang pembahasan soal keamanan pasca perang.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article
Hamas Setuju Gencatan Senjata, Ini Jawaban Israel dan AS