Banyumas dapat Dana Hibah dari PBB Kelola Sampah, Dipakai buat apa?

2 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Kabupaten Banyumas di Jawa Tengah resmi ditetapkan sebagai pilot project program Smart Green ASEAN Cities (SGAC). Melalui program ini, Banyumas menerima hibah senilai US$194 ribu (sekitar Rp3,1 miliar) dari UNDP dan UNCDF untuk memperkuat pengelolaan sampah berkelanjutan.

Wakil Menteri Lingkungan Hidup Diaz Hendropriyono menyebut, dana hibah tersebut akan digunakan untuk mendukung produksi Refuse Derived Fuel (RDF) di Banyumas. Ia pun bangga sebelumnya Banyumas sudah aktif dengan isu pengelolaan sampah sehingga wilayah ini dipilih sebagai pilot project.

"Grant ini akan membelikan mesin pencacah dan pemotong RDF. Target produksinya naik dari 8 ton per hari menjadi 56 ton per hari," ujar Wamen Diaz usai menyaksikan penandatangan MoU pada peluncuran program Seed Grant - Smart Green ASEAN Cities (SGAC) di kantor BPDLH, Jakarta, Jumat (26/9/2025).

Diaz juga mengingatkan pentingnya ketersediaan suplai sampah yang stabil dan pemilahan yang baik agar produksi RDF optimal. Sementara itu, Direktur BPDLH, Joko Tri Haryanto, menilai inisiatif ini bisa menjadi praktik baik yang dapat direplikasi di daerah lain.

"Harapannya di Desember nanti program selesai dan kita evaluasi bersama. Kalau berhasil, Banyumas bisa menjadi best practice yang bisa dieskalasi ke daerah lain," jelasnya.

Project Manager SGAC UNDP, Abdullah Zed, menegaskan hibah ini meski relatif kecil, bisa memberi dampak besar. Dana hibah pembangunan memang kecil jumlahnya, kata ia, tapi bisa mengundang investasi swasta dan perbankan lebih besar.

"Misalnya, hibah US$30 ribu untuk kelompok masyarakat bisa meningkatkan pendapatan mereka lebih dari 500% dan membuat mereka bankable dalam 1-2 tahun," kata Abdullah.

Ia menambahkan, Banyumas menjadi satu-satunya kota di program SGAC yang sejak awal sudah menerapkan pendekatan business approach. Ia mencatat ada 19 kota di negara-negara Asia Tenggara yang dipilih.

"Banyumas melibatkan masyarakat dan dana swasta tanpa meninggalkan komitmen pelayanan publik. Mindset seperti ini seharusnya bisa ditiru oleh daerah lain," tegasnya.

Bupati Banyumas Sadewo Tri Lastiono menjelaskan, hibah ini akan memperkuat sistem pengelolaan sampah yang sudah dibangun sejak daerahnya menetapkan status darurat sampah pada 2018.

"Banyumas membentuk kelompok swadaya masyarakat (KSM) untuk mengambil sampah rumah tangga. Sampah yang sudah dipilah dibeli, lalu dibawa ke hanggar pengolahan yang dikelola KSM dengan dukungan APBD," paparnya

Awalnya KSM mendapat subsidi dari pemerintah daerah, namun kini bisa mandiri dengan menggaji karyawan dari hasil pengelolaan sampah. Sistem ini diperkuat dengan mesin pencacah, conveyor, hingga pengolahan maggot untuk sampah organik. Hibah dari UNDP dan UNCDF akan digunakan untuk menambah kapasitas, khususnya di fasilitas RDF dan inovasi daur ulang plastik.

"Kami sedang kembangkan biji plastik KW2 yang bisa diolah jadi produk baru, termasuk untuk kebutuhan daerah. Jadi selain RDF untuk pabrik semen, ada diversifikasi produk dari plastik bekas," jelasnya.

Dari mekanisme ini nantinya, Banyumas berhasil menekan biaya pengelolaan sampah dari Rp 30 miliar hingga Rp 40 miliar per tahun menjadi hanya Rp 5 miliar hingga Rp 10 miliar. Pemerintah daerah bahkan menargetkan seluruh sampah bisa terkelola 100% sebelum tahun 2029, lebih cepat dari target nasional.

Sadewo mengatakan, dana hibah ini dibagi ke dua penerima manfaat, yakni BUMD dan pihak swasta lokal. Dan dari dukungan program SGAC, Banyumas diharapkan mampu memperkuat ekonomi sirkular sekaligus menjadi percontohan nasional dalam pengelolaan sampah berkelanjutan.

Read Entire Article
Photo View |