Jakarta, CNBC Indonesia - Ketegangan global akibat kebijakan tarif tinggi Amerika Serikat (AS) di bawah Presiden Donald Trump menuai kekhawatiran di banyak negara. Namun, Pengawas Indonesian Business Council (IBC) Arsjad Rasjid mengajak masyarakat Indonesia untuk tidak ikut-ikutan panik karena akan membuat perekonomian justru macet.
Menurutnya, di balik gejolak ini justru tersembunyi peluang besar yang harus dimanfaatkan Indonesia.
"Memang kita kena tarif 32%. Itu tinggi, tapi sebenarnya nggak setinggi negara-negara lain," kata Arsjad Rasjid kepada wartawan di kantornya, Jakarta, Jumat (2/5/2025).
Ia menekankan, meski situasi ini menggegerkan seluruh dunia, namun belum ada yang tahu siapa yang akan 'menang' dalam tensi perang dagang antara AS dan China.
"Nobody knows siapa yang menang," ujarnya.
Menurut Arsjad, langkah Trump memperkenalkan tarif tinggi bukan sekadar perang dagang, melainkan upaya untuk mengubah tatanan dunia.
"There is a new order in global situation. Trump ingin mengubah itu," tegasnya.
Bahkan negara-negara sekutu Amerika seperti Kanada hingga Eropa pun disebutnya "bingung" menghadapi kebijakan Trump yang dinilai "mengubah dunia" ini.
Ia menjelaskan, karakter Trump yang berasal dari latar belakang pengusaha, menjadikannya sosok yang "tidak terduga tapi dapat diprediksi. "Unpredictability-nya bisa diprediksi. Karena dia selalu berpikir, apa keuntungannya buat saya, untuk Amerika," terang Arsjad.
Jangan Panik, Fokus Cari Peluang
Arsjad mengakui dampak langsung dari ketegangan ini memang terasa di pasar, seperti nilai tukar rupiah yang melemah, IHSG goyah, harga emas melonjak. Namun, ia mengingatkan kepanikan justru memperparah keadaan.
"Kalau kita panik, semua uang lari ke emas. Uang nggak berputar, ekonomi jadi macet," jelasnya.
Ia menekankan pentingnya menjaga ketenangan dan melihat gejolak ini sebagai peluang.
"Saya orang yang selalu positif. Apapun gejolak yang terjadi, saya yakin selalu ada peluang," ujarnya penuh optimisme.
Menurut Arsjad, saat ini dunia sedang mencari lokasi-lokasi baru untuk membangun rantai pasok global (new supply chain), dan Indonesia memiliki peluang besar untuk mengambil peran tersebut.
"Indonesia punya sumber daya nasional dan sumber daya manusia yang mungkin lebih unggul dibandingkan negara lain," tambahnya.
Indonesia Lebih Tahan Guncangan Global Dibanding Vietnam
Arsjad juga membandingkan posisi Indonesia dengan Vietnam dalam konteks rantai pasok dunia. Ia mengakui Vietnam lebih unggul dalam sektor manufaktur karena menggunakan mesin-mesin baru, sementara Indonesia masih banyak yang memakai mesin lama. Namun, Indonesia punya kekuatan besar yang tidak dimiliki Vietnam, yakni pasar domestik yang kuat.
"Vietnam lebih bergantung pada ekspor. Market mereka kecil, nggak bisa serap semua produksinya. Sedangkan kita, Indonesia, 75% itu market domestik. Cuma 25% ekspor, dan ekspor kita ke Amerika hanya 10% dari yang 25% itu," rincinya.
Kondisi ini, kata Arsjad, membuat ekonomi Indonesia lebih tahan banting terhadap guncangan global, seperti saat krisis Asia 1998 dan krisis finansial global 2008.
"Itulah yang menyelamatkan kita," tegasnya.
Lebih jauh, Arsjad mengajak seluruh pelaku bisnis dan masyarakat Indonesia untuk melihat masalah tarif ini tidak secara linier, tapi holistik, dengan memperhitungkan kekuatan domestik yang kita miliki.
"Jangan lihat Amerika, tarif, perang tarif itu saja. Lihat juga apa kekuatan kita. Jangan terlalu panik. Karena kalau pasar panik, semua goyang," pungkasnya.
(dce)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Tensi Perang Dagang Mereda, Harga Emas Cenderung 'Sideways'
Next Article Video: BI Beberkan 5 Indikator Ekonomi Dunia Bakal Meredup ke Depan