Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump akan memasuki 100 hari, Rabu esok. Namun bagi pasar saham AS, Wall Street, 100 hari jabatan Trump bisa saja merupakan tragedi.
Hal ini terlihat dari data CFRA Research, yang dimuat CNBC International, Selasa (29/4/2025). Indeks S&P 500 misalnya mencatat kinerja terburuk kedua sepanjang sejarah 100 hari presiden AS.
S&P 500 turun hingga 7,9% sejak Trump dilantik pada tanggal 20 Januari hingga penutupan pada tanggal 25 April. Ini menjadi terburuk kedua setelah Presiden Richard Nixon tahun 1973 di mana S&P 500 jatuh 9,9%.
S&P 500 'terbakar' setelah serangkaian langkah ekonomi diambil Nixon kala itu untuk memerangi inflasi, yang mengakibatkan resesi tahun 1973 hingga 1975. Nixon kemudian mengundurkan diri pada tahun 1974 karena skandal Watergate.
Ini berbeda dengan rata-rata dalam data pascapemilu mulai dari 1944 hingga 2020. S&P 500 naik 2,1% dalam 100 hari pertama untuk setiap presiden.
"Tingkat keparahan penurunan saham untuk memulai masa jabatan kepresidenan Trump sangat kontras dengan euforia awal setelah kemenangannya dalam pemilihan umum November, ketika S&P 500 melonjak ke titik tertinggi sepanjang masa di tengah keyakinan bahwa mantan pengusaha itu akan membawa banyak harapan untuk pemotongan pajak dan deregulasi," muat data CFRA.
Ini berbeda dari hari pemilihan hingga hari pelantikan Trump. Di mana, S&P 500 naik 3,7%.
Reli itu tersendat dan kemudian menukik tajam saat Trump menggunakan hari-hari awalnya menjabat untuk mendorong janji-janji kampanye. Salah satunya kebijakan imigrasi dan tarif.
Khusus tarif, pernyataan yang berubah-ubah, tidak dianggap serius oleh para investor. Pnya yangendekatan agresif di sektor perdagangan juga dikhawatirkan banyak orang akan meningkatkan inflasi dan mendorong AS ke dalam resesi.
Ini terlihat di April, saat S&P 500 anjlok tajam, turun 10% hanya dalam dua hari. Bahkan pasar sempat lesu, menyusul pengumuman tarif timbal balik (resiprokal) Trump.
Tapi beberapa hari setelahnya, Trump kemudian mencabut sebagian pengumuman itu, memberi negara-negara jeda selama 90 hari untuk merundingkan ulang kesepakatan, yang meredakan sebagian kekhawatiran investor. Namun tetap, banyak yang khawatir akan ada penurunan lebih lanjut di masa mendatang.
"Semua orang mencari titik terendah di sini," kata editor Stock Trader's Almanac, Jeffrey Hirsch, dimuat laman yang sama.
"Saya masih berpikir ini adalah reli pasar yang lesu, semacam pemulihan jangka pendek. Saya belum yakin kita sudah keluar dari kesulitan, dengan kurangnya kejelasan dan ketidakpastian yang terus berlanjut di Washington," tegasnya.
S&P 500, yang mencapai titik penutupan tertinggi di 6.144,15 pada 19 Februari, berakhir pada hari Jumat di 5.525,21. Indeks ini telah menghapus semua keuntungan pascapemilu dari bulan November.
Berikut list lengkap jebloknya S&P 500 sepanjang 100 hari Presiden AS:
Foto: Tabel 100 Hari Pertama untuk S&P 500. (Dok. cnbc.com)
Tabel 100 Hari Pertama untuk S&P 500. (Dok. cnbc.com)
(sef/sef)
Saksikan video di bawah ini: