Tanaman RI Ini Terbukti Ampuh Obati Malaria, Diburu Eropa-Timur Tengah

8 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Tak banyak yang tahu bahwa dari belantara Papua, tumbuh sejenis pohon liar yang kulit batangnya terasa sangat pahit namun justru di sanalah khasiatnya bersemayam. Kayu ular, atau yang secara ilmiah dikenal sebagai Strychnos ligustrina, adalah salah satu tanaman obat paling berharga yang dimiliki Indonesia. Dikenal masyarakat adat sebagai penawar alami berbagai penyakit, kayu ini kini mulai dilirik oleh pasar herbal internasional seperti negara-negara ASEAN, Afrika, Eropa, hingga Timur Tengah .

Secara turun-temurun, masyarakat Papua telah menggunakan kayu ular untuk mengatasi penyakit malaria, diabetes, tekanan darah tinggi, asma, bahkan infeksi kulit dan eksim. Biasanya, bagian kulit batangnya direbus dan diminum seperti teh, meskipun rasa pahitnya cukup kuat. Kandungan zat aktif seperti alkaloid, flavonoid, dan saponin memberi efek farmakologis sebagai antiinflamasi, antimikroba, hingga antioksidan alami.

Tanaman ini tumbuh liar di hutan tropis, terutama pada dataran rendah dengan ketinggian 0-500 meter di atas permukaan laut. Kayu ular dikenal tangguh dapat hidup di tanah tandus, daerah berbatu, bahkan di pesisir. Dengan tinggi mencapai 15 meter dan daun oval berpasangan, tanaman ini termasuk pohon semak berkayu yang tahan banting namun menyimpan nilai ekonomi tinggi.

Beberapa studi ilmiah telah memperkuat klaim manfaat kayu ular secara empiris. Penelitian dari Journal of Ethnopharmacology dan Phytomedicine menyebut bahwa ekstrak kayu ular mampu menekan aktivitas bakteri seperti E. coli dan Staphylococcus aureus. Tak hanya itu, senyawa aktif dalam tanaman ini juga terbukti memiliki efek antikanker, antidiabetes, dan memperkuat sistem imun. Ini menjadikan kayu ular sangat potensial sebagai bahan dasar fitofarmaka dan suplemen herbal.

Namun hingga kini, kayu ular belum dikelola secara komersial dalam skala besar. Produksi dan pengumpulannya masih bersifat tradisional, bergantung pada masyarakat lokal yang mengenali lokasi tumbuhnya di dalam hutan. Hal ini menjadi tantangan sekaligus peluang: jika dibudidayakan secara terarah, kayu ular berpotensi menjadi komoditas unggulan ekspor Indonesia di sektor herbal.

Indonesia sendiri memiliki lebih dari 30.000 spesies tanaman obat, dan kayu ular adalah satu dari sedikit yang sudah digunakan dalam pengobatan etnis secara turun-temurun. Di tengah tren global yang semakin mengarah pada pengobatan berbasis tanaman, kayu ular bisa menjadi "green gold" dari Papua menawarkan solusi kesehatan alami sekaligus membuka peluang ekonomi bagi masyarakat adat.

Fun fact-nya, nama "kayu ular" bukan karena pohon ini beracun atau tempat ular bersarang, tapi karena diyakini mampu menetralisir racun gigitan ular dan serangga itulah sebabnya masyarakat lokal sering menjadikan kayu ini sebagai first aid herbal saat berada di hutan.

CNBC Indonesia Research

(emb/wur)

Read Entire Article
Photo View |